Apakah Manusia Bisa Menerka Logika Tuhan?

logika tuhan

Konsep ketuhanan biasanya disalahpahami oleh orang awam bahkan atheis. Terkadang mereka membuat pertanyaan yang paradoks atau istilahnya omnipotence paradox.

Omnipotence paradox ialah paradoks yang mempertanyakan keberadaan tuhan yang mahakuasa dan penjelasan terkait kemahakuasaan.

Biasanya juga mempertanyakan sifat-sifat lain yang sudah seharusnya dimiliki oleh tuhan seperti sifat maha adil tuhan.

Bacaan Lainnya

Contohnya dimana letak keadilan tuhan jika makhluknya yang beriman kondisinya cenderung menyedihkan daripada makhluknya yang tak beriman?

Terkadang konsep logika yang diberikan oleh Allah juga tidak bisa dipahami oleh orang orang mukmin. Contohnya terkait mengusap muzah.

Perlu diketahui muzah adalah salah satu alas kaki yang terbuat dari kulit dan biasanya digunakan oleh orang arab. Kemudian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam memberikan rukhshah terkait penggunaan muzah bahwasanya diperbolehkan untuk mengusap muzah untuk bersuci sebagai ganti membasuh kaki.  

Terdapat satu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib tentang mengusap muzah

وعن علي رضي الله تعالى عنه قال: لو كان الدين بالرأي لكان أسفل الخف أولى بالمسح من أعلاه، و قد رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يمسح على ظاهر خفيه. أخرخه أبو داود بإسناد حسن

Hadis diriwayatkan dari Ali R.A, beliau berkata: “Jika agama menggunakan akal, maka bagian bawah muzah lebih utama untuk diusap daripada bagian atasnya, dan sungguh telah melihat rasulullah saw. mengusap bagian atas kedua muzahnya. Hadits dikeluarkan oleh Abu Daud dengan sanad hasan.

(Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillah al-Ahkam(Maktabah al-Syuruq al-Dauliyyah,2014), 22.)

Hal yang mengherankan dari mengusap muzah adalah cara nabi mengusapnya. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengusap bagian atas muzah. Padahal jika menggunakan logika seharusnya bagian bawah lebih kotor daripada bagian atas karena itu adalah bagian yang selalu terkena tanah. Maka bagaimana car akita menyikapi hal tersebut?

Logika dan qiyas menurut syariat tidak bisa kita sesuka hati untuk menggunakannya. Sahabat Ali adalah imam mujtahid yang juga heran dalam masalah ini. Beliau ingin menutup pintu akal pada masalah ini agar tidak merusak agama di kalangan orang awam.

Meskipun seharusnya jika menggunakan akal kita akan cenderung memilih bagian bawah karena kotoran bisa melekat padanya, namun perbuatan Rasulullah harus didahulukan di atas segala pertimbangan.

Akal yang sempurna harus tunduk kepada syariat, sebab akal tidak mampu menjangkau hikmah ilahiyyah di balik syariat mengusap muzah. Orang akan disebut sesat jika mereka lebih mengutamakan akalnya daripada dalil naqli.

(Alawi Abbas al-Maliki dan Hasan Sulaiman al-Nuri, Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram, Juz I(Kairo: Mathabi’ Syirkah al-Tsamri), 113.)

Dalam al-Quran juga menyinggung masalah kemahaadilan Allah pada surat al-Baqarah ayat 30

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَـٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui

Dalam ayat ini Muhammad Ali al-Shabuni bahwa Allah memberitahukan kepada para malaikat-Nya bahwasanya Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah yang menjalankan hukum Allah dan dia adalah Nabi Adam atau kaum setelahnya.

Dan para malaikat heran dengan keputusan Allah bagaimana mereka dijadikan pemimpin sedangkan mereka akan merusak bumi seisinya dengan maksiat dan akan mengalirkan darah karena peperangan dan permusuhan sedangkan para malaikat senantiasa memuji dan mengagungkan Allah.

Allah menjawab bahwasanya Allah lebih mengetahui perkara ini daripada malaikat. Allah lebih mengetahui akan maslahat-maslahat menurut kita samar. Bagi kita ini adalah hikmah dalam menjadikan manusia sebagai khalifah yang tidak ketahui alasannya.

(Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwatut Tafasir, Juz I(Kairo: Dar al-Shabuni), 41.)

Kesimpulannya adalah logika atau akal manusia tidak bisa dipakai sesuka hati. Jika akal berhadapan dengan syariat dan saling bertentangan maka yang dimenangkan adalah syariat.

Adapun masalah tersebut berhubungan dengan ranah ketuhanan, akal manusia tidak bisa menembus ranah superioritas Allah.

Hal ini juga didukung dengan hadis nabi “berpikirlah dalam ciptaan Allah, dan jangan kalian berpikir dalam dzat Allah”. Semua hal yang irasional memiliki hikmah yang manusia tidak ketahui.

Penulis: Nabil Muhammad
Mahasiswa Jurusan Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI