Implementasi Metode Lean Six Sigma sebagai Upaya Minimasi Pemborosan (Waste) pada Proses Produksi Emping Jagung

Jagung
Ilustrasi Jagung (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Komoditas jagung memiliki angka produksi jagung yang tinggi dimana produksi jagung di Indonesia bisa mencapai 29,01 juta ton.

Jagung dapat diproduksi menjadi emping jagung dimana saat diproduksi, produk emping jagung memiliki nilai tambah hingga 69% dari nilai produk.

Angka produksi yang tinggi menuntut pihak usaha agar dapat mempertahankan hingga meningkatkan kualitas agar tetap sesuai dengan keinginan konsumen untuk mempertahankan pasar.

Bacaan Lainnya

Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu meminimasi maupun menghilangkan faktor yang dapat menghambat ptoses produksi emping jagung yaitu faktor pemborosan (waste).

Gambar 1. Emping Jagung

Berbeda dengan produk pangan lainnya, emping jagung memiliki waktu produksi yang relatif panjang sehingga jika dijumpai pemborosan yang mempengaruhi kualitas produk, akan sulit dilakukan rework atau pengerjaan ulang karena memakan waktu yang sangat lama.

Pengerjaan ulang tersebut dapat mempengaruhi kepuasan konsumen karena tidak memenuhi kebutuhan sesuai dengan waktu dan kualitas yang diinginkan.

Berbicara tentang kualitas, pada proses produksi pangan sering dijumpai produk cacat (defect) mengacu kepada produk yang tidak memenuhi standar kualitas produk akhir. Produk defect termasuk ke dalam 12 jenis pemborosan.

Jenis pemborosan yang dapat terjadi pada proses produksi antara lain oveproduction, waiting, excessive transportation, inappropriate processing, unnecessary inventory, unnecessary motions, defect, excessive power and energy, human potential, unnecessary overhead, dan inappropriate design.

Seluruh tipe pemborosan tersebut yang dapat mempengaruhi proses produksi baik dari segi kualitas, waktu, tenaga kerja, dan lain-lain.

Gambar 2. Tipe Pemborosan

Pemborosan yang terjadi memerlukan sebuah metode untuk meminimasi pemborosan tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu Lean Six Sigma (LSS).

Lean Six Sigma mengkombinasikan konsep lean dan six sigma dengan pendekatan sistematis untuk identifikasi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.

Konsep LSS dapat meningkatkan customer value yang secara berkelanjutan dengan meningkatkan persentase nilai tambah dibandingkan pemborosan.

Tujuan six sigma yaitu minimasi, variansi dan mencegah adanya produk cacat. Konsep LSS mengacu kepada 6 tahapan yaitu define, measure, analyze, improve, dan control.

Tahapan tersebut dimulai dari pendefinisian masalah pemborosan yang terjadi hingga tahap control yaitu implikasi atau penerapan perbaikan.

Gambar 3. Konsep LSS

Usaha X memproduksi emping jagung dan setelah dilakukan penelitian, diidentifikasi pemborosan antara lain defect, waiting dan, inappropriate processing, excessive power and energy. Pemborosan defect terjadi karena adanya tahapan proses yang kurang sesuai dilakukan dan faktor mesin.

Inappropriate processing terjadi berupa adanya tahapan proses yang tidak perlu dilakukan sehingga memperpanjang waktu produksi. Excessive power and energy disebabkan oleh mesin produksi yang dibiarkan dalam keadaan menyala saat tidak digunakan.

Berdasarkan hasil identifikasi dan perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai sigma Usaha X berada pada rata-rata industri di Indonesia.

Namun, masih diperlukan peningkatan agar nilai sigma juga meningkat sehingga bisa menembus rata-rata industri yang lebih baik lagi.

Hasil pemborosan dan nilai sigma yang diperoleh dapat diperbaiki dengan mengidentifikasi lebih lanjut mengenai causeeffect untuk mengetahui akar penyebab dari permasalahan yang terjadi. Identifikasi tersebut menggunakan diagram fishbone.

Dengan adanya diagram tersebut, dapat diberikan rekomendasi perbaikan agar kualitas produksi usaha X meningkat.

Gambar 4. Contoh Diagram Fishbone

Melalui rekomendasi perbaikan yang dilakukan diperoleh waktu produksi yang relatif lebih singkat untuk memperpendek waktu produksi emping jagung.

Waktu produksi yang relatif lebih singkat diperoleh karena teridentifikasi aktivitas yang tidak bernilai tambah dapat diminimasi maupun dieliminasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, waktu produksi dapat diminimasi dari 4.955,88 menit menjadi 4.885,35 menit.

Penulis: Imelda Paskah Silaban
Mahasiswi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI