Kepercayaan Masyarakat (Public Trust) terhadap Pemerintah Aceh Selama Pandemi Covid-19

Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Foto: id.wikipedia.org

Oleh: Nurhasanatun
Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Unsyiah

1. Latar Belakang

Fenomena pandemi Covid-19 telah merubah segala aspek dalam masyarakat di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia, hal ini dikarenakan ancaman wabah virus tersebut telah menewaskan ratusan ribu jiwa dalam beberapa bulan terakhir. Ancaman wabah tersebut juga berdampak buruk bagi ekonomi, politik maupun sosial hingga mematikan lingkup sektor pemerintahan di seluruh dunia.  Menurut data dari Jhons Hopkins Corona Virus Resource Center total konfirmasi jumlah pasien yang terjangkit hingga hari ini 28 Mei 2020 berjumlah 5.695.290 jiwa skala dunia dan 23,851 jiwa di Indonesia[1]

Bacaan Lainnya

Selain itu adanya wabah virus corona berdampak terhadap sektor ekonomi seperti UMKM dan Para pelaku bisnis lainnya, dari aspek politik Corona virus juga berdampak pada segi keamanan negara. Dengan demikian pemerintah harus bekerja dengan serius dalam mengahdapi pandemi tersebut agar dapat memulihkan segala aspek yang terjadi pada negaranya. Kemudian, Pemerintah Indonesia telah  mengeluarkan beberapa kebijakan  terkait  pandemi corona selain pemberian dana Tunai untuk masyarakat terdampak corona, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Belajar Bekerja Beribadah juga wajib dilakukan dirumah. Dengan demikian kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan nilai yang baik untuk mengurangi mata rantai penyebaran virus tersebut.

Berbicara pada konteks lokal yaitu Aceh,  pada hari ini jumlah kasus Positif  yaitu 19 , sembuh 17 dan meninggal 1 orang[2].  Kemudian dalam penanganan covid 19 di Aceh pemerintah pusat juga memberikan apresiasi penanganan khusus terhadap masalah corona di Aceh yang dilakukan oleh pemerintah Aceh dengan baik, selain itu keberhasilan penanganan tersebut dikarenakan masyarakat Aceh juga di anggap patuh terhadap anjuran pemerintah[3]. Peran pemerintah dan masyarakat saling bekerjasama dalam hal penanganan pemutusan mata rantai pandemi corona, selain itu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga tinggi di Aceh, masyarakat Aceh masih sangat patuh terhadap anjuran dan himbauan dari aparatur pemerintah maupun tokoh Agama. Menurut survey  Litbang Kompas masyarakat juga percaya bahwa pemerintah telah bekerja dengan baik dan melakukan antisipasi  terhadap penyebaran virus corona[4]. Selama masa pandemi pemerintah Aceh banyak mengeluarkan kebijakan salah satunya Pembatasan Jam Malam dan penutupun Waroeng kupi (warkop).  Menurut survey yang dilakukan oleh Nasrijal terkait kepatuhan masyarakat agar bisa kooperatif dalam mematuhi petunjuk yang diberikan oleh pemerintah  dan tingkat kepatuhan terhadap kinerja pemerintah  menunjukan (56,38 % ),  hanya sedikit yang menaruh rasa pesimistisnya (19,69% ) lalu sisanya ragu-ragu atau netral (23,94 %)[5] Dengan demikian tingkat kepercayaan masyarakat merupakan modal penting bagi penanganan pandemi virus corona.

Dari beberapa  fenomena di atas penulis tertarik ingin mengembangkan penulisan artikel tentang “Bagaimana tingkat kepercayaan masyarakat (public trust)   terhadap Pemerintah Aceh  dalam penanganan virus corona”.

2. Landasan Teoritis

Menurut Blind (2006:3) kepercayaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu political trust (kepercayaan politik) dan  social trust ( kepercayaan sosial).  Kepercayaan politik yaitu kepercayaan yang dinilai kedalam bentuk politik kepercayaan itu terjadi ketika masyarakat menilai pemerintahan dan institusinya, pembuatan kebijakan secara umum dan atau para pemimpin politik secara individual berjanji untuk menepati, efisien, adil dan jujur[6].  Sedangkan social trust  adalah kepercayaan yang merujuk pada masyarakat yang saling percaya  antar anggota komunitas sosial satu dengan lainnya. Kepercayaan sosial dapat di deskripsikan seperti ketika warga percaya bahwa tetangga nya adalah orang baik yang akan selalu ikut dalam menjaga harta bendanya.

Ada 3 dimensi kepercayaan  publik yaitu 1). Dimensi kognisi  dimaknai sebagai masyarakat akan senantiasa meletakan kepercayaannya terhadap pemerintah ketika mereka dapat terlibat setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 2). Dimensi Afeksi dimaknai melalui hubungan emosional masyarakat dengan pemerintah dan para penjabatnya. Kondisi ini dapat tercermin ketika masyarakat  dan pemerintah beserta para penjabatnya melakukan kegiatan interaktif dan partisipatif antar keduanya. Semakin intensif hubungan keduanya maka warga akan memiliki emotional attactment dengan pemerintah dan kebijakannya. 3). Dimensi perilaku dimaknai sebagai kepercayaan publik yang merujuk pada penilaian masyarakat tentang  perilaku pemerintah dan para penjabatnya.

3. Pembahasan dan Kesimpulan

Fenomena virus corona yang terjadi belakangan ini merupakan wabah yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat  baik dari segi ekonomi, politik dan sosial.  Seluruh negara di dunia tengah menghadapi ancaman yang sama yang dimana mereka harus memiliki cara dan kebijakan tersendiri dalam menghadapi pandemi virus corona. Berbicara pada konteks lokal yaitu Aceh  merupakan daerah yang dinyatakan mampu menghadapi dan menangani masalah

pandemi tersebut.  Hal ini dikarenakan kesiapan pemerintah serta kerja sama dengan masyarakat disetiap desa. Sepertihalnya  pembuatan kebijakan pembatasan jam malam. Walaupun segelintir orang yang menilai dapat membangkitkan traumatic kepada masyarakat namun  kebijakan tersebut juga banyak didukung oleh hampir semua masyarakat dengan tingkat kepatuhan yang tinggi. Hasilnya bahwa Aceh tidak memiliki rantai penyebaran hingga beberapa minggu terakhir dan jumlah pasien yang dinyatakan meninggal sejauh ini hanya 1 orang saja dan 17 lainnya dinyatakan sembuh.  Hal ini dikarenakan masyarakat Aceh masih sangat patuh terhadap pemerintahan social trust.  Tingkat kepercayaan masyarakat Aceh dikarenakan faktor traumatic history yang pernah dialami oleh  masyarakat sehingga masyarakat menganggap bahwa pemerintah mampu memberikan kebijakan yang terbaik untuk mereka dalam mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan hal ini dapat dilihat pada masa konflik dahulu.

Masyarakat Aceh memiliki kepercayaan penuh kepada pemerintah Aceh dibandingkan pemerintah pusat.  Selain itu dilihat melalui dimensi kognisi letak kepercayaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah  lebih tinggi karena masyarakat dilibatkan langsung, berdasarkan  interview awal yang penulis lakukan dengan geuchik gampong ceurih tempat penulis tinggal  pemerintah provinsi dan diturunkan kepada walikota  memberitahukan bahwa setiap gampong  wajib menjaga keamanan  lingkungannya sendiri terhadap bahaya penanganan covid-19 dengan cara pembatasan tamu yang masuk keluar gampong, diaktifkan tim ronda khusus secara bergiliran dalam penanganan covid-19 dan warga gampong ceurih diharapkan dapat bekerja sama dalam hal pemutusan rantai covid-19 tingkat desa[7]. Kemudian warga gampong ceurih dianggap paling aktif dalam melaporkan setiap gerak-gerik tamu yang masuk kedalam gampong dari luar provinsi maupun dari luar kota sendiri.  

Kemudian, dilihat melalui dimensi Afeksimasyarakat Aceh memiliki kepercayaan besar terhadap pemerintah, Aparatur desa dan Tokoh agama disekitar lingkungan tinggalnya. Seperti halnya yang terjadi di gampong ceurih Geuchik menyerukan antisipasi corona melalui tokoh agama seperti Tengku imum dan Tuha peut.  Berdasarkan observasi yang penulis lakukan disekitar lingkungan  warga gampong ceurih memiliki kepercayaan terhadap tengku imum. Tokoh agama seperti tengku imum menyerukan agar mengikuti arahan pemerintah  merupakan kewajiban dan anjuran dalam agama yaitu percaya kepada ulil amri ( pemerintah)[8]. pernyataan tersebut mampu melekat dan membuat masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah.

Selanjutnya jika dikaitkan dengan dimensi perilaku, maka masyarakat Aceh memiliki tingkat kepercayaan kepada pemerintah karena masyarakat menilai bahwa pemerintah Aceh mampu melakukan yang terbaik untuk mereka seperti halnya masa konflik, dan kewajiban masyarakat alangkah baiknya mengikuti petunjuk dan arahan pemerintah.

Kesimpulan

Berdasarkan fenomena diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat (public trust) kepada pemerintah Aceh dalam penanganan covid-19 dikatakan tinggi hal ini mengacu pada survey tingkat kepatuhan sekitar 56,38 % masyarakat patuh terhadap pemerintah Aceh. Dan faktor dimensi kepatuhan dan kepercayaan tersebut karena dimensi kognisi, Afeksi dan perilaku pemerintah dan masyarakat Aceh yang saling bekerja sama satu sama lain untuk memutuskan mata rantai pandemic covid-19 di Aceh. Selain itu faktor religius masyarakat yang tinggi membuat masyarakat memiliki harapan hidup dalam melawan ancaman covid-19.  

Sumber:

Interview dengan Geuchik Gampong Ceurih (bapak Mustafa), Tengku Imum (Marhaban) dan beberapa warga (buk surti, kak yen, kak intan , kak Cut dll)  sekitar tempat tinggal penulis.


[1] Jhons Hopkins Corona Virus Resource Center diakses pada tanggal 28 Mei 2020 di http://coronavirus.jhu.edu

[2]  “Update  covid-19 di Aceh,  Sumut, Sumbar, Riau Kepri, Jambi  dan Bengkulu “ diakses pada 28 Mei 2020 di http://kompas.com

[3]  Media Center Gugus Tugas BNPB diakses pada tanggal 28 Mei 2020  h ttp://dialeksis.com

[4]  “Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap negara  diakses pada tangggal 28 Mei 2020 pada laman http://kompas.com

[5] Survey Persepsi masyarakat potensi penerapan pembatasan sosial berskala besar di provinsi oleh Nasrijal Aceh diakses pada 28 mei 2020 http://dialeksis.com

[6]  Menurut Dwiyanto dalam bukunya “mengembalikan kepercayaan publik melalui reformasi birokrasi” tahun  2011 hal 355

[7] Interview langsung dengan geuchik Mustafa pada 15 Mei 2020 di rumahnya

[8]  Interview dengan tetangga dan ibuk pengajian “balee beut” 16 mei 2020

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI