Optimalisasi Core Tax Administration System (CTAS) dalam Mengefisiensikan Pajak

Optimalisasi Core Tax Administration System

Pada dasarnya dalam perkembangan pembangunan negara, pajak menjadi hal vital bagi pendapatan negara. Hal ini dibuktikan per Desember 2023 yaitu penerimaan pajak sebesar Rp 1.739,8 T dari seluruh realisasi pendapatan negara sebesar Rp 2.553,2 T, yang artinya pajak sebesar 68% dari seluruh pendapatan, menunjukkan Indonesia sangat bergantung dari pajak.

Hal ini memang lumrah karena berdasarkan tahun – tahun sebelumnya memang sumber utama pendapatan Indonesia berasal dari pajak. Tetapi di Indonesia dalam kesehariannya tidak dapat dipungkiri bahwa stigma pajak di kalangan masyarakat cenderung negatif.

Dimulai dari kasus seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bernama Gayus Tambunan yang telah merugikan negara sebesar 570 juta, pegawai DJP Rafael Alun yang mempunyai aset 150 miliar, serta masyarakat yang sudah membayar pajak namun korupsi pejabat dimana – mana hingga isu terkini kenaikan PPN sebesar 12% di tahun 2025.

Bacaan Lainnya

Selain itu hal ini semakin diperkuat dengan banyaknya keresahan di masyarakat sekitar. Karena sistem perpajakan Indonesia menganut Self-Assessment System artinya masyarakat yang menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Dengan menganut sistem ini membuat masyarakat bingung perhitungan pajaknya, tidak mengerti proses administrasi pajak serta tidak familiarnya dengan kosakata perpajakan.

Baca Juga: Kesadaran Wajib Pajak di Indonesia

Ditambah dengan isu yang berseliweran bahwa jika Wajib Pajak (WP) sudah sampai tahap pemeriksaan pajak, maka akan lama proses penyelesaiannya karena  menghabiskan waktu, uang dan tenaga untuk mengurusnya ke konsultan pajak maupun ke kantor pelayanan pajak sampai waktu pencairan.

Hal ini semua memberikan efek besar kepada publik dibuktikan dari per tahun 2023 mengalami penurunan pelaporan SPT bahkan sampai kurangnya rasa kepercayaan WP untuk membayar pajak, padahal berbanding terbalik bahwa pajak menjadi sumber utama pendapatan Indonesia.

Dalam dunia yang terus bergerak maju, tentu negara harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Abad ke-21 sudah merupakan era teknologi dimana artinya Indonesia mengkombinasikan antara teknologi dengan administrasi pajak.

Dalam rangka mengefisiensikan administrasi WP membayar pajaknya, pada pertengahan tahun 2023 DJP meluncurkan sebuah sistem yang disebut dengan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau Core Tax Administration System biasa disebut dengan CTAS sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.483/KMK.03/2020.

Secara singkatnya CTAS adalah sebuah sistem administrasi perpajakan di Website DJP yang dirancang untuk membantu DJP dalam administrasi, pengumpulan dan penegakan pajak.

Latar belakang dibuatnya hal ini adalah dari SIDJP (Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak) kini sudah berusia 15 tahun, sehingga dibutuhkan adanya platform lebih segar dengan pembaruan terkini untuk menjadi solusi permasalahan perpajakan yang semakin kompleks di Indonesia.

Sistem CTAS memiliki 21 program unggulan, secara singkat akan membantu WP khususnya dalam 3 hal yaitu kepatuhan, edukasi, dan sengketa pajak.

Foto: 21 Fitur Core Tax Administration (news.ddtc.co.id)

Sistem CTAS yang saling terintegrasi dapat mengefisiensikan dalam proses proses administrasi pajak. Tugas administratif umumnya dilakukan secara manual seperti pengumpulan informasi, pemrosesan dan penyampaian data dapat dilakukan lebih cepat.

Baca Juga: Pajak dalam Stabilitas Ekonomi

Hal ini memberi keuntungan bagi pemerintah maupun WP karena dapat mengurangi waktu, tenaga serta uang. Jika proses pembayaran pajak lebih mudah maka membuat masyarakat mematuhi kewajiban pajaknya. Hal inilah yang melatarbelakangi dibuatnya fitur Taxpayer Account Management (TAM) dan Document Management System (DMS).

Dimana keunggulan ini adalah memudahkan kita dalam melaporkan SPT, pengelolaan dokumen pajak secara digital serta keamanan terjamin karena data akan terenkripsi secara aman. Selain itu keunggulan dari fitur ini mencegah adanya KKN antara fiskus dan WP yang terkadang terjadi kong kali kong ketika bertemu secara offline.

Peningkatan fitur edukasi khususnya pada layanan bernama Layanan Edukasi dan Knowledge Management System (KMS) dimana mana keunggulannya yaitu kita bisa mengikuti kelas perpajakan sesuai dengan yang ingin kita hadiri. Kita bisa menghadiri kelas secara online dimana dan kapan saja.

Fitur lainnya seperti layanan pajak dimana kita bisa bertanya atau meminta bantuan terkait perpajakan. Bagian ini merupakan jawaban dari para WP yang kebingungan bagaimana penyelesaian kendala perpajakannya.

Keuntungan lainnya dalam keterlibatan WP di sengketa pajak. Dengan fitur baru yang muncul adalah fitur Keberatan dan Banding, Non-keberatan, Pengawasan. Nantinya Wajib Pajak di akunnya akan terlihat sudah sampai mana tahapan sengketa pajaknya misal dimulai dari pemeriksaan, keberatan atau lainnya.

Selain itu dukungan adanya administrasi sengketa melalui online seperti pengajuan dokumen, jadwal sidang dan komunikasi antara pihak dapat dilakukan secara efisien. Nantinya DJP juga juga semakin mendukung Tax Court by Online melalui fitur ini. Kelebihan ini dapat meningkatkan keadilan, transparansi serta efisiensi dalam sidang sengketa pajak.

Baca Juga: Meretas Ketimpangan Ekonomi: Peran Revolusi Pajak dan Redistribusi Pendapatan

CTAS nantinya akan diakses melalui web DJP, tapi faktanya web tersebut kadang kali mengalami down, tidak hanya berlangsung beberapa menit saja tapi seringkali dari pagi hingga sore hari ketika ingin melaporkan SPT. Selain itu kendala terjadi ketika ingin menelpon kring pajak atau berkomunikasi melalui Live Chat Pajak.

Kring pajak sering tidak mengangkat seolah kesannya tidak acuh pada masalah WP serta penggunaan Live Chat yang dibedakan antara pemilik NPWP dan non-NPWP. Non-NPWP tidak memiliki akses pertanyaan sebanyak NPWP.

Jika kita statusnya non-NPWP kemudian menanyakan teknis perpajakan secara mendalam maka akan diarahkan untuk memiliki NPWP terlebih dahulu kemudian chat langsung diputus otomatis dari situs DJP. Pihak WP pun bingung bagaimana penyelesaian kendala dialaminya sehingga hanya mengandalkan website dan Youtube saja.

Maksudnya adalah struktur yang bagus jika tidak dibarengi dengan fundamental yang kokoh hanya terbuang sia – sia. Sudah sewajarnya DJP memperbaiki dasarnya terlebih dahulu sehingga inovasi selanjutnya akan berjalan dengan baik.

Beberapa fitur disebutkan hanyalah sebagian dari ke-21 fitur yang akan diluncurkan. Munculnya CTAS memberikan manfaat, dilihat dari sisi publik akan memperkuat kepercayaan pada sistem perpajakan. Dan sisi fiskus mempermudah administrasi serta meningkatkan kepatuhan WP dalam membayar pajaknya.

Tentu bagi kita para wajib pajak mengharapkan hadirnya CTAS dapat membawa dampak positif dan menjadi revolusi menuju perpajakan Indonesia Emas 2045.

 

Penulis: Aloysius Reiner Togi Sinaga
Mahasiswa Jurusan Perpajakan, Universitas Brawijaya

Editor: I. Khairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI