UKT Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (Dalam dilema)

UKT Perguruan Tinggi Negeri
Ilustrasi UKT Mahasiswa (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Sebagaimana kita ketahui dalam RPJPN 2025-2045 dalam Agenda Kesatu Mewujudkan  Misi Transformasi Sosial pada Misi 1. Transformasi Sosial bahwa salah satu dari 17 arah pembangunan ke depan yaitu Pendidikan Berkualitas Yang Merata.

Seperti kita sadari bahwa kualitas SDM kita masih jauh dari harapan jika dibandingkan dengan SDM Luar Negeri termasuk dengan SDM di negara-negara di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura dan bahkan India sekalipun.

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dari ekosistem pendidikan meliputi rendahnya minat baca dan literasi SDM, kualitas guru/dosen, serta infrastruktur penunjang keberhasilan pendidikan itu sendiri.

Bacaan Lainnya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekosistem dapat diartikan sebagai tempat komunitas yang terdiri atas suatu organisme hidup dan organisme tidak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Dari pengertian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ekosistem pendidikan merupakan suatu tempat di mana elemen-elemen ekosistem yang terdiri atas manusia, kurikulum, beserta seluruh fasilitas dan lingkungan fisik, saling berinteraksi dan berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Ekosistem pendidikan umumnya berupa sekolah, madrasah, universitas, maupun satuan pendidikan lainnya.

Untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang baik, diperlukan keseimbangan dan keselarasan antara seluruh elemen yang terlibat. Keseimbangan atau keselarasan ini dapat dicapai dengan melakukan pengembangan fasilitas maupun kurikulum, sehingga tercipta pendidikan yang berkualitas. Selain itu, keseimbangan ekosistem pendidikan juga bisa dicapai melalui pelestarian hubungan yang baik antara seluruh elemen pendidikan yang terlibat.

Elemen Ekosistem Pendidikan

Elemen-elemen yang terlibat dalam ekosistem pendidikan terdiri atas:

1. Manusia

Manusia merupakan elemen yang paling penting dalam ekosistem pendidikan. Manusia dalam ekosistem pendidikan terdiri atas peserta didik (siswa atau mahasiswa), tenaga pendidik (guru atau dosen), pemimpin satuan pendidikan (kepala sekolah, kepala madrasah, rektor, dekan, atau kepala jurusan), orang tua (wali murid), serta seluruh staf dan karyawan pada satuan pendidikan tersebut.

2. Fasilitas dan Lingkungan Fisik

Ekosistem pendidikan juga meliputi fasilitas dan lingkungan fisik, yang terdiri atas bangunan sekolah atau gedung fakultas, ruang kelas, ruang guru atau ruang dosen, lapangan, laboratorium, perpustakaan, dan seluruh fasilitas lainnya yang digunakan untuk melangsungkan kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

Fasilitas dan lingkungan fisik sangat penting perannya dalam meningkatkan kualitas ekosistem pendidikan. Lingkungan yang bersih serta fasilitas yang memadai tentunya akan lebih memperlancar kegiatan pembelajaran bagi seluruh individu yang terlibat.

3. Kurikulum

Elemen ekosistem pendidikan selanjutnya yaitu kurikulum. Elemen ini memegang peranan kunci karena dapat menentukan kualitas pembelajaran seperti apa yang akan diberikan kepada seluruh peserta didik. Kurikulum harus dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, supaya bisa memaksimalkan potensi yang mereka miliki.

Tujuan utama dari ekosistem pendidikan adalah untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi seluruh siswa yang terlibat, sehingga mereka dapat mengembangkan kualitas diri.

Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud telah melakukan implementasi teknologi ke dalam kurikulum dengan mewajibkan pendidikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kurikulum nasional terbaru, yaitu Kurikulum Merdeka.

Tidak hanya dalam bentuk mata pelajaran, pada Kurikulum Merdeka, TIK juga bisa diterapkan sebagai sarana ketika siswa mempelajari bidang keilmuan lainnya. Contohnya, seperti penggunaan komputer atau laptop untuk membaca e-book dan browsing materi, serta penggunaan e-learning untuk mengerjakan tugas atau soal latihan dari guru.

PTN BH

Ada 3 kriteria PTN berdasarkan status, yaitu:

1. PTN-BH

PTN-BH merupakan tingkatan tertinggi dalam hal otonomi. Mereka memiliki otonomi penuh dalam hal pengelolaan keuangan dan sumber daya, termasuk dosen dan tenaga pendidik. Mereka memiliki control penuh atas asset dan keuangan mereka sendiri. Untuk penetapan status PTN-BH dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.

2. PTN-BLU

PTN-BLU memiliki tingakatan otonomi lebih rendah daripada PTN-BH. Mereka memiliki otonomi dalam pengelolaan pendapatan non pajak. Penetapan status nya menggunakan Keputusan Menteri Keuangan atas usul Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. (Mendikbudristek). Dasar Hukum PTN-BLU adalah merujuk pada UU Perguruan Tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005.

3. PTN-Satker

PTN-Satker merupakan PTN yang beroperasi sebagai satuan kerja dibawah naungan Kementerian. Seluruh pendapatan, termasuk Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari mahasiswa harus masuk ke rekening negara (Kementerian Keuangan) sebelum digunakan.

Status PTN-Satker adalah hasil dari kebijakan Kementerian dan ditetapkan melalui mekanisme internal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

UKT Mahal

Protes keras dari mahasiswa terkait besaran uang kuliah tunggal atau UKT terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri selama beberapa bulan terakhir. Mengutip Kompas.com, pengamat pendidikan Ubaid Matraji mengatakan, tingginya UKT di sejumlah perguruan tinggi negeri merupakan imbas kebijakan pemerintah terkait Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTNBH.

Ini adalah status badan hukum perguruan tinggi negeri yang memiliki hak otonom untuk mandiri, termasuk di dalamnya, adalah pengelolaan anggaran. Melalui status PTNBH, perguruan tinggi memiliki kewenangan mutlak di bidang akademik dan non akademik, tanpa intervensi.

Menurutnya, status PTNBH ini justru membuat universitas negeri menjadi lahan bisnis, dengan menaikkan uang pangkal maupun UKT. Oleh karena itu, Ubaid mengusulkan agar kebijakan ini dievaluasi.

Pasalnya, ia mengkhawatirkan kebijakan ini akan membuat akses masyarakat ke jenjang pendidikan tinggi semakin menurun. “Tugas pemerintah sesuai amanat UUD 1945, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan justru berbisnis dengan mahasiswa melalui tarif UKT yang sangat mahal,” kata Ubaid.

Status PTNBH juga mendapat sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Anggota Komisi X Ledia Hanifa Amaliah menyayangkan sikap pemerintah yang memutuskan untuk melakukan kapitalisasi perguruan tinggi. Menurutnya, negara seharusnya hadir memberikan kemudahan akses pendidikan, bukan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pasar.

Terkait penentuan tarif layanan dan biaya Pendidikan di PTN-BH ditetapkan oleh PTN Badan Hukum dengan berkonsultasi kepada Menteri. Dengan demikian Menteri dalam memberikan masukan kepada PTN-BH perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat (orang tua calon mahasiswa khususnya) sebelum PTN-BH menetapkan besaran tarif layananan dan biaya termasuk daalam hal ini UKT dan IPI (Iuran Pembangunan Institusi).

Memang menjadi dilema PTN-BH di satu sisi ingin meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air dengan menaikkan UKT dan IPI namun di sisi lain terjadi penolakan dari mahasiswa dan calon mahasiswa baru yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

AUDIT KOMNAS HAM

Beberapa hal yang menjadi pokok perhatian Komnas HAM, antara lain kebijakan yang memberikan akses pendidikan, ketersediaan, dan kualitas pendidikan. Termasuk di dalamnya, terkait dengan komersialisasi pendidikan tinggi.

Ia menjelaskan, lembaga pendidikan, dalam hal ini perguruan tinggi, memang harus memastikan kualitas pendidikan. Namun, untuk pembiayaannya, khususnya terkait dengan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa, seharusnya dilakukan melalui kebijakan partisipatif.

Ini agar pihak kampus dapat mengetahui kemampuan masyarakat mengakses pendidikan tinggi. Jadi, penentuan UKT ini tidak dibuat secara satu pihak,” kata Anis, salah satu komisioner Komnas HAM.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku banyak mendapat celetukan dari orang-orang yang meminta agar pendidikan di Indonesia sampai perguruan tinggi gratis seperti di negara Nordik. Tidak banyak yang tahu bahwa di balik kebijakan itu ada pajak yang diterapkan sangat tinggi.

Sri Mulyani mengatakan pajak yang diterapkan di negara itu bisa sampai 70%. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini karena pasti ada saja yang perlu dibayar lebih mahal.

Menurut Sri Mulyani, kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu risiko terbesar bagi Indonesia. Jika kualitas SDM tidak ditingkatkan, justru akan menjadi beban negara.

“Kalau kita lihat risiko bagi Indonesia yang paling besar tetap pada kualitas SDM-nya. SDM itu potensi karena Indonesia demografinya muda, tapi dia bisa menjadi risiko liability pada saat SDM-nya tidak ditingkatkan.

Namun dibalik semua itu, jika tidak ada kebocoran disana-sini tentunya beban keuangan negara dalam meningkatkan kualitas SDM rasanya tidak akan terlalu berat.

Kebocoran anggaran seharusnya menjadi perhatian paling serius oleh pemerintah dan masyarakat luas agar diselesaikan permasalahannya sehingga anggaran bisa dimaksimalkan dalam meningkatkan kualitas SDM melalui mutu pendidikan dari mulai tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.

 

Penulis: Darmawan Bima PHS
Seksi Verifikasi, Akuntansi dan Kepatuhan Internal, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Sragen

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI