Film “The Greatest Showman”: Inspirasi atau Justru Objektifikasi Inspirasi terhadap Penyandang Disabilitas?

Film
Ilustrasi Film “The Greatest Showman” (Sumber: Ilustrasi dari Penulis)

Pernahkah anda menonton film “The Greatest Showman”? Film yang dirilis pada tahun 2017 ini menceritakan mengenai kehidupan P.T. Barnum (Hugh Jackman) yang merupakan seorang showman ternama yang memiliki ambisi yang besar.

Barnum memulai usahanya dengan membuat suatu museum yang memamerkan berbagai macam patung lilin.

Namun, penjualan tiket dari museum tersebut sangatlah rendah. Saat itulah Barnum bertemu dengan Philip Carlyle (Zac Efron) yang memberikan ide untuk membuat suatu pertunjukkan sirkus yang mempertunjukkan orang-orang yang dianggap “extraordinary”.

Bacaan Lainnya

Walaupun tidak secara spesifik membahas mengenai disabilitas, tetapi pada film ini dapat terlihat berbagai jenis disabilitas, seperti Achondroplasia atau dwarfisme, Hypertrichosis atau pertumbuhan rambut secara berlebihan, Albinisme, dan masih banyak lagi.

Selain disabilitas, film ini juga mengangkat diskriminasi yang terjadi dalam ranah ras, gender, kelas, dan lainnya.

Sepanjang film ini, dapat terlihat bagaimana Barnum berusaha memotivasi mereka yang menerima diskriminasi untuk tidak berhenti bermimpi serta berusaha menggapai apa yang mereka anggap mustahil sebelumnya.

Selain itu, pada film ini disabilitas ataupun perbedaan dibawakan sebagai sesuatu yang positif dan menyenangkan agar pesan yang ingin disampaikan bisa diterima oleh segala kalangan usia terutama anak-anak.

Hal inilah yang kemudian menuai beberapa kontroversi karena film ini tidak sepenuhnya menggambarkan kehidupan P.T. Barnum yang pada kenyataannya menipu dan mengeksploitasi para pekerjanya.

Selain itu, film ini juga terlalu menunjukkan stereotip kepada para penyandang disabilitas. Tidak jarang film ini memperlihatkan para penyandang disabilitas menjadi bahan tertawaan atau dianggap sebagai beban sosial.

Permasalahan inilah pula yang kemudian dikritisi oleh Roy Thaniago sebagai anggapan yang salah karena para penyandang disabilitas dijadikan sebagai objek-objek tertentu.

Tidak hanya yang berkonotasi negatif, terkadang pujian seperti “keren”, “inspiratif”, ataupun tepukan tangan yang ditujukan kepada mereka saja dapat membuat mereka berpikir seolah-olah mereka hanya hidup untuk memenuhi kepuasan batin dari para non disabilitas karena merasa memiliki posisi yang lebih baik.

Hal ini dapat terlihat pada film ini, dimana para penyandang disabilitas ditampilkan sebagai sosok yang inspiratif karena memiliki keberanian untuk mengejar mimpi, meningkatkan kepercayaan diri, dan menerima perbedaan yang dimilikinya.

Namun pada kenyataannya, film ini cenderung malah memperlihatkan bagaimana para penyandang disabilitas yang menjadi objek “pemuas” inspirasi atau rasa bersyukur bagi non disabilitas. Kira-kira mengapa demikian?

Setelah menyaksikan film tersebut, para non disabilitas akan memiliki anggapan untuk menjadi lebih bersyukur karena merasa lebih baik atau tinggi dibandingkan para penyandang disabilitas.

Hal inilah yang sering dikenal dengan istilah Inspiration Porn Model, dimana para penyandang disabilitas dipertontonkan sebagai inspirasi.

Salah satu bentuk nyata dalam film ini adalah para penyandang disabilitas yang dijadikan sebagai objek hiburan oleh P.T. Barnum.

Mereka dijadikan sebagai manusia super atau “extraordinary” guna untuk menarik banyak penonton. Padahal pada kenyataannya mereka sama saja dengan para non disabilitas yang merupakan manusia biasa.

Oleh karena itu, menurut Stella Young hal ini secara tidak langsung merupakan cara untuk tidak memanusiakan atau dehumanisasi para penyandang disabilitas.

Terkadang keadaan yang dialami oleh para penyandang disabilitas tidak seburuk yang para non disabilitas pikirkan. Respon orang-orang disekitar merekalah yang terkadang malah membuat mereka semakin menderita.

Walaupun pada akhirnya tidak dapat dipungkiri bahwa film ini berhasil memotivasi para penyandang disabilitas untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam bermasyarakat.

Dengan demikian, Inspiration Porn Model ini dapat saja menjadi pisau bermata dua.“I’m not your inspiration, thank you very much.”
 -Stella Young

Penulis: Eugenea Gees Arianti Pusponegoro
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Young, S. (2014). I’m not your inspiration, thank you very much. TEDxSydney. April.

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI