Keindahan Sastra Hanya Bisa Dinikmati oleh Penikmat Sastra Sejati

Berbicara tentang teori sastra, banyak manfaat yang bisa kita petik dari berbagai bidang hanya dengan mempelajari sastra. Jika ingin mengetahui segalanya pelajari sastra. Sastra tidak hanya bicara mengenai unsur intrinsik dan ekstrinsik dari suatu karya sastra. Tapi sastra juga mempelajari bidang ekonomi, bidang sosial, budaya, dan juga agama. Itu karena dalam membuat satu karya sastra membutuhkan semua unsur tersebut.

Dalam 1 karya sastra saja kita bisa mempelajari banyak hal mengenai hidup. Misalnya kisah epos asal india. Mahabharata, karya sastra karangan begawan byasa (secara tradisional india) adalah “Makna penting kehidupan”. Banyak makna yang bisa dipetik dalam kisah mahabharata. Seperti kita diajarkan untuk saling menyayangi dengan sesama anggota keluarga. Kemudian kita diajarkan untuk berhati-hati dengan bujuk rayu atau lebih tepatnya hasutan seseorang meskipun orang itu adalah kerabat kita sendiri.

Kita pun diajari agar jangan terlalu ‘memanjakan’ seseorang. Seperti kata pepatah diberi hati, meminta jantung. Sama seperti itulah sangkuni yang sudah diberi kesempatan tinggal dihastinapura malah memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi hingga berujung malapetaka bagi dinasti kuru.

Bacaan Lainnya

Dalam kisah mahabharata kita juga diajarkan untuk lebih mengendalikan ego. Dalam kisah mahabharata menunjukkan bahwa keserakahan dapat berakibat fatal bagi diri seseorang itu sendiri ataupun bagi orang lain. Dan dalam kisah ini digambarkan akibat dari keserakahan setyawati yang menginginkan putranyalah yang harus menjadi raja.

Citraganda mati dalam melawan musuh di medan perang. Sedangkan wicitrawirya mati karena penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Kemudian kelicikan sangkunilah yang semakin memperbesar api permusuhan antara putra destrarastra dan putra pandu.

Dalam kisah mahabharata sarat akan makna makna kehidupan. Makna yang terlihat jelas dalam kisah ini adalah bagaimana akibat dari ketamakan. Ketamakan satyawati mengakibatkan bisma tidak bisa duduk disinggasana hastinapura. Ketamakan sangkuni mengakibatkan tumbuhnya kebencian dihati kurawa untuk pandhawa.
Keegoisan madrim mengakibatkan pandu mendapat kutukan dan akhir meninggal dunia karena kutukan itu. Makna kehidupan yang kedua adalah ketabahan para pandhu dalam menghadapi ketidak adilan yang mereka terima dari paman dan juga para sepupunya.

Masih banyak sekali pelajaran hidup yang bisa kita pelajari dari kisah mahabharata Banyak kisah yang bisa menjadi pelajaran berharga dari kisah mahabharata. Mahabharata dianggap kisah suci bagi umat hindu karena keistimewaan kisahnya. Bukan hanya membahas tentang kepahlawanan atau dalam istilah wiracarita tapi juga kisah cinta beberapa tokoh meskipun ada yang berakhir tragis.

Seperti kisah dewi amba yang ditolak bisma menjadi istrinya, terlahir kembali sebagai srikandi untuk membalas dendam kepada bisma. Kemudian ada kisah cinta arjuna dan drupadi. Meskipun menikah dengan kelima pandhawa, drupadi lebih mencintai arjuna. Namun, arjuna menikah kembali dengan subadra adik krishna.
Sejak kehamilan subadra, arjuna lebih perhatian kepada subadra dan hal itu membuat drupadi cemburu.

Kemudian ada kisah kesombongan dewi madrim, istri kedua pandu sebagai hadiah perang. Madrim menyombongkan diri dan dengan angkuhnya mengatakan kalau kunti tidak layak menjadi permaisuri hastinapura. Karena dirinya merasa lebih cantik dan lebih muda dari kunti. Dengan ribuan kesabarannya, kunti hanya tersenyum.

Kalau boleh disalahkan, ada 2 tokoh yang menjadi ‘tersangka utama’ dalam terjadinya perang baratayudha. Pertama adalah satyawati. Kalau dia tidak egois dan hanya memikirkan masa depannya dan anaknya kelak, sudah pastinya hastinapura akan dipimpin bisma anak raja santanu dengan dewi gangga.

Tersangka yang kedua adalah dewi madrim. Karena dirinyalah pandu mendapat kutukan dari seorang resi yang sedang bersatu dengan istrinya. Dan karena dewi madrim lah pandu tiada. Karena kutukan sang resi yaitu jika pandu melakukan hubungan suami istri dengan istrinya, saat itu juga dia akan tiada. Pandu dan madrim melanggarnya. Pandu tiada karena kutukan dan madrim tiada karena merasa bersalah.

Dan bukan hanya kisah mahabharata saja yang memiliki banyak arti dalam kehidupan dan pelajaran yang bisa kita petik dari kisahnya. Seperti kisah Dewi parwati versi india yang berubah wujud menjadi mahakali karena keangkuhan para lelaki baik dari kaum dewa maupun kaum iblis seperti dewa indra, sumbh dan nisumbh yang meremehkan kekuatan seorang wanita. Keanggunan dewi parwati hilang saat berubah ke wujud Mahakali.

“Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu,karena itu dapat mengubah anak yang pengecut menjadi pemberani” –Umar bin khattab.

Dari pesan khalifah umar bin khattab tersebut tersirat bahwa sastra mampu mengubah pola pikir seseorang. Sastra bagaikan pedang bermata dua. Pedang itu siap membantu kita menghancurkan keputusasaan dalam diri kita atau malah menghancurkan rasa percaya diri kita.

Tinggal individu itu sendiri mau mengarahkan pemahamannya mengenai sastra kearah positif atau negatif.
Banyak orang berpikir sastra itu mudah. Tinggal menentukan tema dan alur lalu jadi lah karya sastra. Anggapan semua orang tentang sastra selama ini salah. Karena, membuat 1 karya sastra saja memakan waktu berhari hari bahkan ada yang bertahun-tahun. Para sastrawan harus menggali lebih dalam kisah yang akan dibuat menjadi karya sastra.

Misalnya, jika kita ingin membuat suatu karya yang bercerita mengenai kehidupan seolang kupu-kupu malam. Kita harus mendapat keterangan yang selengkap mungkin. Bukan berarti kita langsung terjum menjadi kupu-kupu malam, tapi kita mewawancarai salah satu informan terpercaya. Seperti “mantan” kupu-kupu malam yang sudah bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Teori sastra bukan hanya mengajarkan kepada kita tentang apa itu unsur intrinsik, apa itu tema, apa itu amanat. Dan kita tidak hanya diajarkan bagaimana menentukan tema yang benar tapi kita diajarkan untuk meneliti setiap hal dari bagian termudah hingga bagian paling rumit sekalipun.

Sastra juga mengajarkan kepada bagaimana cara menyindir dan protes seara halus. Cara paling halus untuk melancarkan protes adalah dalam bentuk puisi. Banyak puisi sastrawan indonesia yang berisi tentang sindiran untuk pemerintah dan juga protes kepada pemerintah melalui karya karya mereka.

Sastra memberikan kebebasan kepada para sastrawan untuk berimajinasi seliar apapun dan segila apapun. Karena dari sifat sastra sendiri adalah bebas dan tanpa batas. Menurut saya mempelajari sastra sama saja mempelajari bagaimana kita harus memperlakukan setiap orang sesuai dengan yang mereka lakukan kepada kita.

Kalau orang memperlakukan kita dengan baik, maka kita harus membalasnya lebih baik juga. Kalau orang memperlakukan kita seenaknya, kita jangan memperlakukannya dengan perlakuan yang sama. Karena menurutku para sastrawan memiliki cara tersendiri untuk membalas “perlakuan” para manusia tak berhati yang bernama haters.

Mempelajari sastra sungguh memiliki banyak manfaat. Dalam sastra kita tidak hanya belajar seputar rema, alur dan sebagainya, tapi kita juga mempelajari lebih dalam makna dari suatu karya satra tersebut.

Keindahan sastra hanya bisa dinikmati oleh penikmat sastra sejati. Bukan karena ikut trend atau karena tugas dari dosen atau guru saja. Setiap individu pasti memiliki genre atau bidang tersendiri dalam sastra. Kalau saya sendiri lebih menyukai karya sastra yang berbau mitologi terlebih kisah epos mahabharata dan ramayana.

Bukan itu saja. Setelah saya mendapatkan sedikit mengenai teori sastra, saya mulai mempelajari lebih dalam lagi kisah mahabharata dan ramayana. Seperti kata dosen saya, mahabharata dan ramayana adalah kisah yang sangat rumit. Karena kalau kita tidak membaca kisahnya dari awal mula lahirnya bharata bahkan jauh sebelum bharata lahir, kita akan bingung membaca kisah mahabharata.

Kisah mahabharata dimulai dari pertemuan raja duswanta dari chandrawangsa keturunan yayati dan shakuntala dari pertapaan resi kanwa kemudian menurunkan sang bharata. Bharata menurunkan sang Hasti, yang kemudian membuat pusat pemerintahan yang disebut Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Sang kuru yang menguasai dan menyucikan suatu daerah luas yang diberi nama Kurusethra. Sang kuru menurunkan dinasti kuru atau wangsa kaurawa. Dalam wangsa itu lahirlah pratipa yaitu ayah dari santanu, leluhur pandhawa.

Kerabat wangsa kaurawa adalah wangsa yadawa karena mereka berasal dari leluhur yang sama yaitu maharaja yayati, yaitu ksatria dari wangsa chandra atau dinasti soma, keturunan sang pururawa. Kemudian dari wangsa yadawa lahirlah basudewa yang berputrakan kresna dan kresna mendiri suatu kerajaan bernama dwaraka. Kresna bersepupu dengan para pandawa dan kurawa.

Sampai sekarang, para peneliti masih meneliti mengenai kisah mahabharata ini. Banyak bukti yang menunjukan bahwa mahabharata bukanlah kisah mitologi namun, kisah yang nyata terjadi. Misalnya saja baru-baru ini ditemukan seperti suatu benda yang berumur ribuan tahun di daerah kurusethra negara bagian Haryan, India utara. Penemuan itu masih diteliti keasliannya.

Kalau berbicara sastra tidak akan ada habisnya karena sastra memang tidak berujung. Ibaratnya sastra itu berbentuk lingkaran. Setiap kita ingin mengelilinginya, kita akan kembali ketitik yang sama dimana kita mulai. Sama seperti itulah kalau kita mempelajari sastra. Setiap kita menyelesaikan satu misteri dalam sastra akan ada pertanyaan lain yang bermunculan dan saat kita selesai menjawab mosteri itu, akan muncul pertanyaan lainnya lagi.

Itulah keindahan sastra. Apapun hal terlecil, paling rumit pun sastra akan membahasnya. Karena memang sastra itu luas. Seluas apapun pemikiran orang pintar, takkan bisa menandingi kecerdasan sastra.

Namun, sastra memiliki kelemahan. Yaitu, pengaruhnya bisa mengubah pribadi seseorang jika orang itu tidak bisa mengendalikan imajinasinya.

Imajinasi seseorang mampu menciptakan semacam dunianya sendiri dan hanya dirinyalah yang berperan penting didalamnya. Jika seseorang itu tidak mampu menahan perasaannya, dia akan semakin terjebak dalam dunia yang diciptakannya sendiri dan jika dia semakin dalam, dia tidak akan bisa membedakan mana dunia nyata mana dunia mimpi.

Apapun secara berlebihan itu tidak baik. Sastra sering kali digunakan untuk menghujat seseorang melalui karya sastra. Meskipun tindakan itu tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar, karena memang sstra menurut saya itu bersifat bebas, tetap saja menghujat adalah suatu tindakan yang sangat tidak baik.
Banyak orang dihujat dan berakhir di seutas tali. Banyak orang dihujat berakhir dengan menenggak racun. Banyak orang dihujat dan berakhir dipenjara.

Pembahasan semakin bertele-tele. Karena memang itulah sastra. Tidak hanya mencakup karya sastra saja, tapi apa saja yang melatarbelakangi suatu peristiwa hingga tercipta satu karya sastra.

Bag saya, sastra itu indah. Dengan mempelajari sastra kita justru belajar agama sekaligus. Karena sastra diciptakan oleh manusia yang diciptakan oleh tuhan dengan bentuk sedemikian sempurnanya.
Apa sih pentingnya belajar sastra ?!
Apa hebatnya sastra itu ?!

Mending belajar akuntansi, matematika, kimia, fisika, atau biologi agar nanti bisa bekerja di perusahaan atau tempat yang lebih layak.

Rata-rata seperti itulah pemikiran orang tua jaman sekarang. Padahal belajar sastra kita juga bisa belajar mengenai ekonomi. Orang ekonomi tidak akan mengerti apa itu sastra. Tapi orang sastra paham betul seperti apa menjadi orang dengan ekonomi baik.

Dengan sastra kita tidak perlu meluapkan emosi kita kepada orang lain secara langsung. Dengan karya sastra kita bisa menuangkan semua uneg-eneg yang sudah kita pendam selama ini.
Pemikiran kolot orang zaman dulu menjadi batasan untuk kita generasi sekarang memepelajari sastra.
Kenapa sastra ? Apa bagusnya sastra ?
Keestetikaan sastra tiada batas. Kenapa sastra ? Karena memang sastra itu menyenangkan. Mempelajari sastra sama halnya menyelami lautan diseluruh dunia ini.

Kenapa sastra ? Karena sastra tidak membatasi seseorang dalam menuangkan semua imajinasi si pencipta.
Kenapa sastra ? karena sastra bisa mengerti suasana hari seseorang. Bagaimana tidak ? sastra tercipta dari suasana hati dan juga keadaan sekitar.

Terkadang orang yang berkecimpung didunia sastra sering disebut “orang gila” karena kegilaannya dalam bermain kata disetiap karya sastra miliknya. Contoh saja sujiwo tedjo si dalang gila kelahiran jember yang mendapat predikat dalang gila berkat karyanya yang berjudul “Rahvayana : aku lala padamu” yang mengisahkan kisah ramayana tapi rahwana dibuat seolah rama hanya sekadar lelaki brengsek yang dengan seenaknya meninggalkan sita yang sudah menjaga perasaannya selama disekap oleh rahwana. Dengan sesuka hatinya sujiwp tejo merubah alur dan karakter setiap tokoh sehingga terbit buku berjudul “Rahvayana : aku lala padamu”.
Sastra membuktikan bahwa pemikiran seseorang itu tidak hanya seluas mata memandang tapi seluas jagat raya. Begitu lah sastra menunjukkan bagaimana kuasa tuhan menciptakan daya imajinasi manusia yang amat. Seperti kata sujiwo “Tuhan itu Maha Asyik”. Terdengar lucu sih… tapi memang seperti itu adanya.

Yekti Wahyu Widanti
Universitas PGRI Madiun

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI