Maraknya Kasus Fake Order 

Kasus Fake Order 
Ilustrasi Ojek Online (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perkembangan cukup pesat di semua bidang seperti pangan, industri, tambang, teknologi, dan masih banyak lagi.

Diantara banyaknya perkembangan yang terjadi di Indonesia, teknologi merupakan salah satu perkembangan yang paling berdampak pada kehidupan di Indonesia.

Kehidupan masyarakat pada zaman sekarang banyak menggunakan teknologi-teknologi yang tersedia. Salah satu teknologi yang sering digunakan oleh masyarakat adalah aplikasi Ojek Online.

Bacaan Lainnya

Aplikasi Ojek Online pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2009-2010, dimana salah satu aplikasi Ojek Online tersebut bernama Go-Jek yang didirikan oleh Nadiem Makarim. Seperti yang kita ketahui, aplikasi Ojek Online yang paling berkembang pesat di Indonesia adalah Go-Jek.

Selain karena aplikasi Ojek Online pertama di Indonesia, Go-Jek juga banyak memanjakan penggunanya dengan berbagai fitur. Selain Go-Jek, banyak aplikasi Ojek Online yang ada di Indonesia seperti Grab dan Maxim.

Aplikasi Ojek Online memiliki banyak manfaat bagi masyarakat dan para karyawan yang menjadi ojol. Masyarakat dimudahkan dengan kehadiran Ojek Online karena masyarakat dapat meminta atau memesan segala kebutuhan mereka melalui aplikasi Ojek Online ini, baik layanan jasa maupun barang.

Bagi orang yang malas untuk keluar menggunakan kendaraan, mereka dapat memesan ojek melalui aplikasi Ojek Online, selain itu mereka dapat memesan makanan melalui aplikasi Ojek Online. Hal tersebut tentu saja menguntungkan pengguna dan karyawan.

Meskipun banyak menguntungkan berbagai pihak dan sangat memanjakan pengguna, aplikasi Ojek Online juga memiliki sisi negatif, baik bagi pengguna ataupun karyawan. Contoh efek negatif dari aplikasi Ojek Online adalah adanya kasus “fake order”.

Fake order adalah salah satu kejadian dimana para pengguna layanan ojol memesan suatu barang atau jasa kepada ojol namun mereka menggunakan alamat yang palsu sebagai tujuan mereka, sehingga hal tersebut sangat merugikan karyawan ojol.

Selain “fake order”, sisi negatif lainnya yang dialami oleh karyawan ojol adalah ada beberapa pengguna aplikasi Ojek Online enggan atau tidak mau membayar pesanan yang telah dipesan.

Pada kasus “alamat palsu”, para pengguna memesan barang, makanan, atau ojek menggunakan aplikasi Ojek Online. Hal tersebut akan masuk ke daftar pesanan ojol, dan pada pesanan tersebut, penggunaan wajib memasukkan alamat agar memudahkan ojol untuk mengantar atau menjemput pengguna.

Namun pada kejadian ini, ada saja pengguna nakal yang menggunakan alamat palsu atau bukan alamat asli dari pengguna. Mereka sengaja memasukkan alamat palsu untuk mengerjai atau menjaihili para ojol agar para ojol tersesat.

Mereka melakukan hal tersebut tentunya dengan sengaja dan biasanya ada yang menggunakan kejadian tersebut untuk meraih keuntungan pribadi, diantaranya menjadikan hal tersebut sebagai konten.

Sedangkan pada kasus pengguna aplikasi Ojek Online yang tidak mau membayar, pengguna biasanya tidak mau membayar karena tidak ada uang namun tetap nekat menggunakan layanan jasa ojol.

Hal tersebut tentu saja merugikan para ojol karena mereka kehilangan keuntungan dari hasil pekerjaan mereka. Mereka juga kehilangan uang untuk bensin kendaraan karena pengguna yang tidak mau membayar.

Contoh yang terjadi dari kasus di atas adalah yang terbaru ada seorang pemuda yang enggan membayar uang tagihan setelah ia menggunakan jasa ojol.

Pemuda tersebut memesan “ojek mobil” dari salah satu Aplikasi Ojek Online dan ia memesan layanan jasa tersebut untuk mengantarnya dari kota yang cukup jauh, yaitu dari Jakarta menuju Ciawi.

Tentu saja dengan jarak yang jauh tersebut memerlukan biaya yang besar, dan pemuda tersebut memiliki tagihan sebesar Rp 300.000 karena menggunakan layanan jasa ojol tersebut. Namun ternyata pemuda tersebut tidak mau membayar biaya tersebut dengan alasan tidak memiliki uang.

Setelah turun dari mobil, pemuda tersebut bukannya mencari cara untuk membayar tagihan tersebut, namun dia meninggalkan driver dari layanan ojek online tersebut dan berusaha menghindar dari sang driver.

Setelah videonya viral, sang driver dan pemuda tersebut akhirnya melakukan klarifikasi dan meminta maaf atas kejadian tersebut.

Namun yang membuat banyak orang naik darah adalah video klarifikasi yang tersebar menunjukkan sang driver yang meminta maaf, bukan sang pemuda. Dengan kejadian tersebut, pihak kepolisian menyatakan kasus tersebut selesai.

Selain kasus diatas, beberapa karyawan ojol juga ada yang mengalami fake order seperti pengguna layanan aplikasi Ojek Online yang memesan makanan dengan total harga yang cukup besar yaitu sebesar 1 juta.

Sang driver ojol mengaku ia tidak membaca dengan teliti mengenai orderan makanan yang ia terima. Ia mengaku langsung menerima orderan tersebut tanpa pikir panjang karena ia merasa jarak dari pemesan dan tempat pesanan cukup dekat.

Namun setelah sampai di salah satu gerai makanan, driver tesebut terkejut karena ia baru melihat total harga dari pesananan tersebut mencapai 1 juta. Saat melihat total harga tersebut, ia langsung menduga bahwa orderan tersebut adalah fiktif.

Dugaan tersebut diperkuat setelah driver ojol tersebut datang ke alamat tujuan dan yang ia temui adalah rumah bertingkat. Setelah mencoba berkomunikasi dengan pemilik akun tersebut, sang driver tetap saja tidak menemukan alamat yang dituju.

Setelah diselidiki, sang driver ternyata tidak mengalami kerugian karena pihak aplikasi Ojek Online yang menaungi driver tersebut menggunakan teknologi Super Partner.

Dengan demikian, pesanan yang dibuat pelanggan langsung diterima oleh gerai tempat driver tersebut menerima pesanan.

Jadi pada kasus ini tidak ada pihak yang dirugikan, namun pihak yang menaungi driver tersebut menghimbau kepada masyrakat agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Apabila sampai terulang kembali, maka bisa saja kasus tersebut dibawa ke jalur hukum.

Saya sebagai mahasiswa mengajak semua rekan-rekan dan masyarakat agar kiranya kejadian-kejadian diatas tidak terulang kembali.

Kita seorang mahasiswa tentunya paham tentang baik dan buruknya menggunakan sesuatu, terlebih menggunakan aplikasi Ojek Online, karena banyak dari kita yang hidup sebagai anak kos sering membeli makan dari aplikasi Ojek Online.

Kita harus bisa memposisikan diri bagaimana bila kasus tersebut dialami oleh orang terdekat kita atau bahkan kita sendiri yang mengalami. Jadi kita sebagai mahasiswa yang bijak dan anak milenial, kita harus paham dan bijak dalam menggunakan aplikasi, yang kiranya dapat menguntungkan sesama.

Apabila kita mampu menggunakan aplikasi Ojek Online dengan bijak, kita akan merasakan banyak manfaat, seperti senang karena telah menolong orang melalui pekerjaan yang ia jalani.

Bukan hanya kita saja yang senang, driver ojol pun akan merasa senang karena ia menerima rejeki dari pekerjaannya.

Tentu saja hal tersebut menimbulkan simbiosis mutualisme antara kita sebagai pengguna aplikasi Ojek Online dan driver ojol sebagai karyawan. Namun akan menimbulkan sisi buruk apabila kita tidak menggunakan aplikasi Ojek Online dengan baik, kita bisa saja menutup rejeki orang lain.

 

Penulis: Gilbert Giles Wela
Mahasiswa Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Malang

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI