Penanggulangan Pencemaran Tanah oleh Pestisida dengan Menggunakan Teknik Bioremediasi In-Situ

Pencemaran Tanah

Miranda Berliani – 25117018
Jurusan Teknik Lingkungan, Program Studi Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan, Insititut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia
E-mail : miranda.25117018@student.ac.id

ABSTRAK

Penggunaan pestisida untuk memberantas hama merupakan bagian tak terpisahkan dalam usaha tani. Penggunaan pestisida selain dapat meningkatkan produksi dan melindungi produksi dari cacat fisik dapat juga menimbulkan pencemaran pada lahan pertanian. Adanya residu pestisida pada tanah dan produksi pertanian dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi makhluk lainnya bahkan pada kematian. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ada suatu cara untuk mendegradasi senyawa berbahaya di lingkungan yaitu dengan melakukan remediasi. Remediasi yang dilakukan oleh mikroorganisme jamur, bakteri dan alga disebut sebagai bioremediasi. Bioremediasi bertujuan untuk mengubah senyawa berbahaya menjadi senyawa yang tidak berbahaya dengan hasil akhir berupa karbon dioksida, air dan sel biomassa. Cara termudah yang bisa dilakukan oleh petani saat ini adalah dengan memanfaatkan penggunaan pupuk kompos organik. Perlu diketahui bahwa, bioremediasi in-situ menggunakan pupuk kompos organik sangat efektif, karena mikroorganisme dalam kompos mampu mendegradasi residu pestisida dalam tanah.Bioremediasi in-situ adalah   perlakuan yang langsung diterapkan pada bahan-bahan kontaminan di lokasi tercemar. Kelebihannya adalah ramah lingkungan, sangat efisien, biaya yang murah, dapat dilaksanakan langsung di lapangan, dilaboratorium dan digabung dengan metode kimia dan fisika.

Bacaan Lainnya

Kata kunci: In-situ bioremediasi, degradasi tanah, pestisida, mikroorganisme

ABSTACT

The use of pesticides to eradicate pests are an integral part in farming system. Pesticides use to increase production and protect the production of physical defects can also cause pollution on agricultural land. The presence of pesticide residues in soil and agricultural production can cause health problems for human and animals and even death. To overcome this problem there needs a way to degrade hazardous waste in the environment by performing the remediation. Remediation is carried out by microorganisms fungi, bacteria and algae known as bioremediation. Bioremediation aims to transform compounds into harmless compounds with the end result are carbon dioxide, water and biomass cells. The easiest way that farmers can do now is to utilize the use of organic compost. Please note that, in-situ bioremediation using organic compost fertilizer is very effective, because microorganisms in compost are able to degrade pesticide residues in the soil. In-Situ Bioremediation is a treatment that is directly applied to contaminated locations.The advantages of bioremediation are environmentally friendly, highly efficient, low cost, can be implemented directly in the field, laboratory and combined with chemical and physical methods.

Keywords: In-situ bioremediation, soil degradation, pesticides, microorganisms

PENDAHULUAN

Peningkatan pertumbuhan penduduk membutuhkan peningkatan sektor pertanian yang cepat dan berkelanjutan. Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung yaitu alat-alat pertanian, pupuk, bahan-bahan kimia termasuk pestisida. Pestisida merupakan bahan kimia atau campuran dari beberapa bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu tanaman.

Penggunaan pestisida dewasa ini sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian. Pestisida digunakan sebagai upaya preventif untuk pengendalian hama/penyakit. Permintaan pasar yang menginginkan produksi pertanian tanpa cacat menyebabkan penggunaan pestisida menjadi suatu keharusan untuk mencegah kerusakan tanaman akibat hama. Pestisida kimia merupakan input yang dianggap paling efektif dalam pengendalian hama penyakit. Adanya persepsi petani tentang serangan hama penyakit merupakan penyebab utama kegagalan panen sehingga penggunaan pestisida tidak dapat dihindari. Petani menyebut pestisida sebagai obat sehingga terjadi pemakaian pestisida berlebih-lebihan. Manfaat pestisida yang tinggi sehingga petani memiliki ketergantungan yang tinggi pada pestisida, semakin banyak pestisida digunakan semakin baik karena produksi pertanian semakin meningkat.

Sistem pertanian berbasis bahan high input  energi seperti pestisida kimia dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian. Pestisida dapat merupakan agen pencemar yang masuk ke lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap makhluk hidup maupun lingkungan. Dampak berupa ketidak stabilan ekosistem, adanya residu pada hasil panen dan bahan olahannya, pencemaran lingkungan dan keracunan bahkan kematian pada manusia[1]. Gangguan pestisida akibat adanya residu pada tanah yaitu pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida per satuan volume tanah. Sifat pestisida yang persisten sehingga mengalami pengendapan yang lama pada tanah menyebabkan terjadinya degradasi tanah.

Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia terutama pada tanah jika tidak segera ditangani dapat mengancam lingkungan dan ekosistem lainnya. Bahan pencemar dapat larut karena air hujan dan dapat mencemari daerah-daerah resapan air disekitarnya sehingga perlu upaya untuk menurunkan atau menghilangkan residu pestisida di lingkungan. Salah satu upaya adalah dengan melakukan remediasi. Remediasi dapat diartikan sebagai proses pemulihan dari kondisi yang terkontaminasi oleh pencemaran agar bersih kembali yang dapat dilakukan pada media air, udara dan tanah. Penggunaan mikroorganisme dalam proses pemulihan lingkungan tercemar merupakan alternatif pilihan yang ramah lingkungan.

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara penanggulangan pencemaran tanah oleh pestisida dengan menggunakan  teknik bioremediasi in-situ , mencakup pengertian bioremediasi, degradasi tanah karena penggunaan pestisida, mikroorganisme dalam proses bioremediasi, kelebihan dan kekurangan bioremediasi sehingga dapat memberi masukan untuk pertimbangan dalam memulihkan kondisi lingkungan yang tercemar dengan bahan yang ramah lingkungan.

METODOLOGI

Metode Penelitian dalam artikel ini menggunakan metode deskriptif, dimana artikel ini di buat untuk mengumpulkan, merumuskan, serta menjelaskan secara terperinci dan sistematik fenomena permasalahan tanah yang tercemar pestisida. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil studi literatur, jurnal, hasil penelitianterdahulu, internet, dan media lainnya yang relevan dengan judul artikel ini.

HASIL DAN PEMBAHASA

Pengertian Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik/anorganik polutan dari sampah organik dengan menggunakan organisme (bakteri, fungi, tanaman atau enzimnya) dalam mengendalikan pencemaran pada kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang dengan tujuan mengontrol atau mereduksi bahan pencemar dari  lingkungan[2]. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel[3]. Bioremediasi pada akhirnya menghasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti CO2.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses bioremediasi adalah mikroba, nutrisi dan lingkungan. Mikroba memiliki kemampuan untuk mendegradasi, mentransformasi dan menyerap senyawa pencemar. Mikroba yang digunakan dapat berasal dari golongan fungi, bakteri, ataupun mikroalga. Jenis nutrisi yang dibutuhkan bagi mikroba, diantaranya unsur karbon (C), Nitrogen (N), Posfor (P) dan lain lain. Sedangkan lingkungan yang berpengaruhi mikroba  antara lain oksigen, suhu, DO, dan pH.

Kecepatan biodegradasi di tanah tergantung pada empat variabel yaitu:

  • Ketersediaan pestisida atau metabolit terhadap mikroorganisme.
  • Status physiologis dari mikroorganisme
  • Perkembangbiakan mikroorganisme pendegradasi pestisida pada lokasi terkontaminasi
  • Keberlanjutan populasi mikroorganisme[4].

Empat teknik yang dapat digunakan dalam bioremediasi adalah

  • Melakukan stimulasi aktivitas mikroorganisme asli pada lokasi tercemar dengan penambahan nutrient, pengaturan kondis redoks, optimalisasi pH.
  • Inokulasi mikroorganisme di lokasi tercemar
  • Penerapan immobilized enzyme
  • Penggunaan tanaman (phytoremedisi).

Degradasi Tanah Karena Penggunaan Pestisida

Tanah sangat penting artinya utamanya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada keadaan tanah. Penggunaan tanah untuk usaha-usaha pertanian tanpa diimbangi dengan upaya perbaikan akan menyebabkan degradasi atau kerusakan tanah. Degradasi atau kerusakan tanah adalah hilang atau menurunnya fungsi tanah sehingga tanah mengalami penurunan kemampuan untuk

berproduktif seperti semula[5]. Beberapa faktor penyebab tanah terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain : deforestasi, mekanisme dalam usaha tani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara monokultur[6].

Pestisida merupakan bahan kimia pertanian yang digunakan untuk membasmi Organisme pengganggu tanaman. Setelah aplikasi, residu pestisida akan terdapat pada tanaman, tanah, dan organisme tanah. Hal ini disebabkan lapisan atas tanah memiliki kandungan organik paling banyak sehingga pestisida mudah terabsorpsi, terikat kuat sehingga akan menghambat terjadinya penguapan pestisida[7]. Pestisida yang masuk ke lokasi pertanian juga akan memasuki perairan melalui irigasi, dan dapat berpindah ke tanah di lokasi lain karena aliran air permukaan (runoff). Pestisida akan mengalami proses alam di dalam tanah. Reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh jenis tanah, kelembaban tanah, pH tanah, temperatur tanah, volatilitas pestisida, mikroorganisme, dan substansi kimia yang terkandung di dalam tanah. Oleh karenanya, laju degradasi satu jenis pestisida tertentu bergantung pada karakteristik fisik tanah, mikroorganisme tanah, dan karakteristik dari pestisida tersebut.

Mikroorganisme Pendegradasi Pestisida

Adanya residu pestisida pada permukaan tanah menyebabkan masalah pada lingkungan. Detoksifikasi lingkungan yang telah mengalami pencemaran dapat dilakukan dengan bioremediasi. Pestisida didegradasi oleh mikroorgisme yang menggunakan sebagai sumber karbon, mineral atau penerima electron dalam rantai respirasi.

Beberapa jamur seperti yang telah dimanfaatkan yakni Trametes hirsutus, Phanerochaete chrysosporium, Phanerochaete sordia dan Cyathusbulleri untuk mendegradasi lindan dan pestisida yang lain Beberapa isolat bakteri murni telah digunakan pestisida spesifik sebagai sumber karbon, nitrogen atau fosfor telah diisolasi[8]. Penurunan konsentrasi klorpirifos pada tanah terjadi akibat adanya adsorpsi dan degradasi oleh bakteri[9]. Beberapa bakteri aerob genus Bacillus dapat melakukan bioremediasi terhadap tanah yang tercemar klorpirifos, dengan mengurai dan memanfaatkan sebagai sumber energi/nutrien bagi pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Beberapa bakteri seperti Flavobacterium sp., Pseudomonas sp, , Agrobacterium sp, dan Arthrobacter sp, dapat menggunakan  dasinon yang berbahan aktif organofosfat sebagai sumber karbon[10].

Bakteri dari genus Pseudomonas, diketahui sangat aktif dalam melakukan metabolisme pestisida, banyak organokimia yang mengkontaminasi tanah diketahui telah didegradasi dan digunakan sebagai sumber karbon, termasuk dasinon dan organofosfat lain seperti chlorpyrifos, parathion, mengisolasi Enterobacter B-14, yang dapat mendegradasi Chlorpyrifos. Mengisolasi Stenotrophomonas species and Sphingomonas species berturut-turut yang dapat menggunakan klorpirifos sebagai sumber karbon, fosfor. Mengisolasi bakteri Pseudomonas aeruginosa, Serretia marcescens and Klebsiella oxytoca dapat digunakan sebagai bioremediasi klorpirifos di tanah yang terkontaminasi[11]. Mengisolasi bakteri Cupriavidus campinensis dapat mendegradasi herbisida asam 2,4-diklorophenoxyacetik.

Penanggulangan pencemaran tanah oleh pestisida dengan menggunakan teknik  bioremediasi secara in situ :

Upaya untuk mengurangi kontaminasi pestisida di lahan pertanian yang tercemar sangat diperlukan. Mengingat bahaya pestisida yang dapat berpindah dari tanah ke tanaman pangan dan terakumulasi, sehingga dapat membahayakan manusia jika termakan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan bioremediasi.Bioremediasi merupakan upaya memperbaiki tanah tercemar polutan terutama pestisida melalui aktivitas mikroba tanah maupun enzim yang dihasilkan. Penanganan pencemaran melalui aktivitas mikroba akan terjadi tranformasi bahan-bahan yang dianggap berbahaya menjadi bahan-bahan yang kurang maupun yang tidak berbahaya. Cara termudah yang bisa dilakukan oleh petani saat ini adalah dengan memanfaatkan penggunaan pupuk kompos organik. Perlu diketahui bahwa, bioremediasi in-situ menggunakan pupuk kompos organik sangat efektif, karena mikroorganisme dalam kompos mampu mendegradasi residu pestisida dalam tanah. Bioremediasi secara in-situ dapat dilakukan dengan cara yaitu :

Penyemprotan pestisida pada tanaman hortikultura sawi, wortel, tomat, stroberi dan cabai pada lahan tidak dipupuk kompos menunjukkan bahwa residu lebih lambat teremediasi dibandingkan dengan residu pestisida pada lahan yang dipupuk dengan kompos. Peluang  residu pestisida untuk lahan pertanian tidak dipupuk kompos memerluka sekitar 45 hari sedangkan lahan yang dipupuk dengan kompos peluangnya hanya 7 hari. Berikut ini gambar 1.

Gambar 1. Akumulasi residu pestisida

Nutrien pada proses bioremediasi pada lahan yang dipupuk kompos tersedia dalam bentuk bahan organik, residu tanaman dan residu pestisida. Namun nutrien pada lahan tidak dipupuk kompos hanya tersedia dalam bentuk residu tanaman, sehingga proses bioremediasi di lahan yang dipupuk kompos lebih cepat dibandingkan lahan yang tidak dipupuk kompos. Nutrien berupa pestisida di lahan oleh mikroba diurai untuk dijadikan bahan penyusun sel[12]. Sedangkan residu pestisida di lahan juga dapat  diremediasi secara aerobik ataupun anaerobik[13].

Dinamika populasi mikroba berhubungan erat dengan perubahan C/N bahan organik, dinamika C/N dan populasi mikroba dapat dilihat pada Gambar 2. Kenaikan populasi mikroba di awal proses bioremediasi residu pestisida diikuti dengan penurunan C/N tanah, hal ini disebabkan nutrien C, H, O, N yang ada pada residu pestisida dan tanah diurai oleh mikroba untuk dimanfaatkan sebagai bahan penyusun selnya. Sedangkan, puncak populasi mikroba terjadi bersamaan dengan titik minimum C/N tanah. Pada proses selanjutnya sebagian mikroba mati terurai menjadi unsur hara, unsur hara C dan N organik sebagian menaikan C/N dan sebagian lagi diserap perakaran tanaman.

a. Lahan tanpa dipupuk kompos                    b. Lahan dipupuk kompos kotoransapi dan disemprot pestisida                                                              kotoran sapi dan disemprot dosis tinggi        pestisida dosis tinggi

Gambar 2. Populasi mikroba dan residu pestisida lahan pada waktu bioremediasi yang berbeda.

Fase menurunnya populasi mikroba dan menurunnya C/N secara bersamaan disebabkan oleh suplai unsur hara untuk tanaman hortikultura dari mikroba yang  mati belum cukup, sehingga tanaman mengambil unsur hara dari tanah. Hal inilah yang menyebabkan C/N tanah mengalami penurunan[14].

Hubungan antara populasi mikroba dengan pH tanah diilustrasikan seperti Gambar 3. Kenaikan pH di minggu pertama sampai minggu ke tiga, karena ada demineralisasi bahan organik terutama unsur mikro Mg2+, K+, Ca2+ dari kompos dan residu pestisida. Kation-kation ini akan berikatan dengan asam-asam yang terbentuk selama proses dekomposisi menyebabkan pH naik. Pada pH di atas 7 sifat massa yang didekomposisi cenderung basa, sehingga kelebihan ion OH- akan mengakibatkan kehilang ammonium dalam bentuk NH3 dan hidrosilasi beberapa unsur biologis seperti Cu dan Mn membentuk campuran karbonat yang sulit terurai[15]. Pada pH di bawah 7, sifat massa yang didekomposisi cenderung asam, sehingga kelebihan ion H+ dapat menyebabkan penguraian dan pelepasan ion Ca2+ dan Mg2+ dari mikroorganisme, ion-ion metal dari mineral dan bahan organik[16].

Gambar 3. Hubungan waktu bioremediasi, PH dan populasi mikroba pada proses bioremediasi in-situ

Proses bioremediasi in-situ lahan tercemar pestisida Dithane M-45 yang disemprot dengan dosis rendah, menunjukan bahwa reaksi bioremediasi berlangsung pada pH mendekati netral. Dari identifikasi tidak ada bau terdeteksi dari indera penciuman, sehingga pelepasan gas NH3 penyebab bau tidak terjadi. Reaksi bioremediasi yang berlangsung pada pH sedikit asam adalah perlakuan kontrol, disebabkan karena pelepasan unsur-unsur seperti Mg2+, K+, Ca2+ dari kompos tidak ada. Pada perlakuan pemupukan dengan kompos campuran, perubahan pH hanya 0.22 dan pH medium pada keadaan netral, sehingga mikroba akan lebih efektif meremidiasi residu pestisida. Perlakuan ini adalah perlakuan terbaik. Hubungan residu pestisida dengan waktu bioremediasi untuk kedalaman tanah 0–5 cm dapat dilihat pada  Gambar 4. Perlakuan kontrol untuk dosis penyemprotan dosis rendah, residu pestisida hampir habis di minggu ke 6, sedangkan untuk dosis sedang dan dosis tinggi masih menyisakan residu di lahan sampai hari ke 60. Pada penyemprotan dosis sedang dan dosis tinggi, jumlah residu pestisida yang masuk ke zona perakaran lebih banyak sehingga proses bioremediasi memerlukan waktu lebih panjang. Hubungan antara konsentrasi residu pestisida pada kedalaman 0–5 cm, dan 5–10 cm pada dosis penyemprotan sedang dan dosis tinggi dengan populasi mikroba digambarkan pada Gambar 4. Residu pestisida dari perlakuan pemberian pada lahan dengan dosis 12 ton per ha pada minggu ke 5 tersisa antara 0.25–1.7% atau dibawah 0.003 ppm. Perlakuan terbaik adalah perlakuan pemberian kompos campuran, perlakuan ini pada minggu ke 5 dari dosis penyemprotan tinggi menyisakan residu 0.25 % atau 0.0015 ppm. Populasi mikroba di awal

bioremediasi, jumlah nutrien pada kompos, porositas kompos, kelengasan tanah, suhu dan pH tanah mendukung proses bioremediasi residu pestisida secara optimal.

a. Penyemprotan dosis tinggi                    b. Penyemprotan dosis tinggi

Gambar 4. Jumlah residu pestisida yang teremediasi

Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi In-Situ

Kesuksesan metode bioremediasi ditentukan oleh penggunaan mikroba yang tepat, di tempat yang tepat dengan faktor-faktor lingkungan yang tepat untuk terjadinya degradasi. Bioremediasi In Situ adalah proses pembersihan bahan pencemar tanpa melalui pemindahan bahan ke lokasi lain. Tahapan in-situ terdiri atas pembersihan lokasi, penambahan mikrobia pendegradasi melalui proses injeksi (penyuntikan), serta proses bioremediasi oleh mikrobia. Dalam hal ini, mikrobia akan mengeluarkan sekret yang kemudian berikatan dengan senyawa racun tersebut[17].

Bioremediasi in-situ memiliki keuntungan lebih mudah dan murah, terutama bagi daerah-daerahyang tidak terjangkau oleh alat-alat berat untuk menggali lokasi yang tercemar. Akan tetapi, terdapat pula kelemahan teknologi ini. Proses remediasi sangat tergantung pada kemampuan hidup mikroorganisme. Dengan demikian, degradasi dan pembersihan bahan pencemar dapat berlangsung lebih lama. Dalam bioremediasi in-situ, penambahan nutrisi dan oksigen harus terus dilakukan agar mikroorganisme tetap dapat hidup.

KESIMPULAN

Bioremediasi dapat digunakan untuk menghilangkan polutan pestisida secara permanen di tanah menggunakan mikroorganisme. Bioremediasi In-situ dilakukan dengan perawatan yang langsung diterapkan pada bahan kontaminasi di lokasi yang terkontaminasi. Mikroorganisme yang digunakan dapat dari golongan jamur ataupun bakteri. Faktor yang perlu diperhatikan ketika melakukan bioremediasi adalah jenis mikroorganisme yang akan digunakan, lokasi dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioderadasi. Hasil akhir dari proses remediasi adalah CO2, air, dan sel biomassa.

DAFTAR PUSTAKA

Indratin, Sri Wahyuni, Prihasto Setyanto. (2016). Bioremediasi untuk menurunkan kadar insektisidasi kloran di lahan sawah. Jurnal Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 2528-5742), Vol 13 (1) 2016 : 704-710.

Egina Safitri A. (2016). Pencemaran Tanah Akibat Pestisida [Skripsi]. Padang : Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas.

Marta G. Catur Yuantari, Budi Widianarko, Henna Rya Sunoko. (2016). Analisis Risiko Pajanan Pestisida terhadap Kesehatan Petani. Jurnal Kesehatan Masyarakat, KEMAS 10 (2) (2016) 239-245.

Rahman Sutanto. (2016). Pencemaran tanah dan air tanah oleh pestisida dan cara menanggulanginya. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesi, Volume. 7, Nomor. 1, 2016 : 9-15.

Setiyo, Y, Madew.S.Utama, Wayan TEkja dan I.B.P. Gunadya. (2011). Optimalisasi Proses Bioremediasi Secara In Situ psda Lahan Tercemar Pestisida Kelompok Mankozae, J. Teknik Industri. 12(1).

Sodiq, M. (2000) Pengaruh Pestisida Terhadap Kehidupan Organisme Tanah, J.Mapeta, vol. 2 No. 5, http://core.km.open.ac.uk/download/df /12217742.pdf, (diakses tanggal 08 Mei 2020 pukul 11.05 WIB).

Munarso, S., J Miskiyah, dan Broto, W., (2009). Studi Kandungan Residu Pestisida Pada Kubis, Tomat, Dan Wortel Di Malang Dan Cianjur. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian: Vol. 5. http://pascapanen. litbang.deptan.go. id/assets/media/ publikasi/bulletin/2009_4.pdf, (diakses 15 Mei 2020 pukul 13.00 WIB)


[1] Djojosumarto, P.  Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya. (Jakarta : Agromedia Pustaka, 2008).

[2] Munir.E. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi :Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. (Medan : USU, 2008).

[3]Angga. Konversi Tanah dan Remediasi dalam2011, diakes dari http://angga.stafff.ipb.ac.id/files/2011/04/10-Konservasi -Tanah-Remediasi.pdf, pada tanggal 08 Mei 2020 pukul 13.00 WIB.

[4] Singh, B.K, Walker, A. Mircrobial degeradation of organopshosphorus compounds. (FEMS Microbiol. Rev. 30:428-471, 2006).

[5] Arsyad, S., Konversi Tanah dan Air. (Bogor : IPB Press, 2000).

[6] Lal, Soil Management in the developing countris. (Soil Science. 165 (1) : 57-72, 2000).

[7] Tarumikeng, R.C., Insektisida : Sifat, Mekanisme kerja dan dampak penggunaannya. (Jakarta : Universitas Kristen Krida Wacana, 1992).

[8] Singh Bk dan Kuhad Rc. Degeration of the pesticidelindane by white-rot fungi Cyathus bulleri and Phanerochaete sordida. (Pest manag Sci. 56:142-146, 2000).

[9] Rosliana, N. Bioremediasi Tanah Akibat Paparan Pestisida klorpirifos [Tesis]. (Bandung : magister Jurusan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi Bandung, 2001).

[10] Ohshiro, K., dkk. Biodegradation of organophosphors insecticides by bacteria isolated from turt qreen soil. (J. Ferment bioeng 82 : 299-305, 1996).

[11] Ifediegwu, M.C., dkk. Isolation, Growth and Identification of Chlorpyrifos Degrading Bacteria from Agricultural Soil in Anambra State, (Nigeria : Universal Journal of Microbiology Research 3 (4), 2015).

[12] Cookson, J.T. Bioremediasi Enginering, (design and Aplication. Mc. Graw Hill. Inc. Toronto, 2006).

[13] Vidali, M. Bioremediation, (Pure Appl. Cem. 73:1163-1172, 2001).

[14] Indriyana, N. Bioremediasi lahan tercemar profenofos secara ex-situ dengan cara pengomposan [Thesis]. (Bogor : Sekolah Pasca sarjana, Institut Pertanian Bogor, 2006).

[15] Ton, S.W., Enviromental Considerations with Use of Pesticides in agriculture. (Paper pada Lustrum Regulations : University of minnesota, 1991).

[16] Sudyastuti,T dan Setyawan, N. Sifat thermal tanah pasiran pantai dengan pemberian bahan pengkondisi tanah dan bimikro pada budidaya tanaman cabai. (Prosiding seminar nasional teknik pertanian-Yogyakarta, 2007).

[17] Rani, K.G. Dhania. Bioremediasi and Biodegradation of pesticide from contaminated  soil and water (A Noval Approach, int J. Curr. Microbiol. App. Sci. 3 (10) :23-33, 2014)

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI