Pembangunan yang berkelanjutan telah menjadi tema sentral dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia. Dalam konteks ini, kearifan lokal dari masyarakat-masyarakat lokal di Indonesia telah menunjukkan pentingnya pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan sebagai implementasi pembangunan yang berkelanjutan.
Tulisan ini membahas bagaimana kebudayaan Indonesia yang cenderung ekosentris dan biosentris dapat dikatakan sebagai deep ecology, serta bagaimana nilai-nilai kebudayaan mengatur pengelolaan sumber daya alam dengan arif.
Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami perubahan, dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang menekankan pada pendapatan per-kapita sebuah negara. Namun, prinsip tersebut tidak berjalan dengan baik dan telah menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Oleh karena itu, muncul paradigma atau strategi pembangunan people centered development yang menempatkan masyarakat lokal sebagai subjek dari pembangunan.
Pengembangan masyarakat atau pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pemberdayaan sendiri diadaptasikan dari istilah empowerment yang berkembang di Eropa mulai abad pertengahan. Definisi pemberdayaan dapat diartikan sebagai segala bentuk aksi untuk memberikan perubahan kepada masyarakat dari tidak mampu menjadi mampu, sehingga mereka dapat menjadi mandiri.
Baca juga: Tatap Muka Pancasila: Fondasi Pembangunan Pendidikan yang Berkelanjutan
Dalam konteks pemberdayaan, kegiatan pengembangan masyarakat dengan model pemberdayaan dapat dikatakan sebagai sebuah konsep yang dapat memandirikan masyarakat. Model ini memberikan ruang bagi masyarakat agar turut berpartisipasi secara aktif, sehingga timbul rasa kepemilikan, percaya diri, dan daya/kuasa pada masyarakat.
Akan tetapi, model pemberdayaan tersebut harus memperhatikan keberlanjutan alamnya, karena jika pengelolaan sumber daya alam tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan, dapat diasumsikan kemandirian masyarakat tersebut tidak akan berlangsung lama.
Dalam penelitian ini, dimensi kearifan lokal menurut Ife (2002) terbagi ke dalam tiga dimensi: pengetahuan lokal, keterampilan lokal, dan sumber daya lokal. Dimensi pengetahuan lokal menunjukkan bahwa pengetahuan lokal dapat membedakan sumber daya alam yang dapat dikonsumsi atau dikembangbiakkan, dan sumber daya yang tidak dapat dikonsumsi atau berfungsi sebagai hiasan.
Dimensi keterampilan lokal digunakan sebagai kemampuan bertahan hidup, dan dimensi sumber daya lokal pada kepercayaan melalui adat berperan untuk menjaga keberlangsungan alam dan lingkungannya dengan mengaturnya.
Dalam sintesis, pengembangan masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia harus memperhatikan kearifan lokal dan nilai-nilai kebudayaan yang mengatur pengelolaan sumber daya alam dengan arif. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi subjek dari pembangunan yang berkelanjutan dan tidak hanya objek dari pembangunan.
Penulis: M. Ripa’i Apriansyah
Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News