Tangisan Tersembunyi: Kenapa Film Mampu Memilukan Hati Kita?

Tangisan Tersembunyi Menonton Film
Ilustrasi Menonton Film (Sumber: Penulis)

Pernahkah kalian menangis saat menonton film?

Menangis saat menonton film sedih merupakan pengalaman emosional yang biasa terjadi pada banyak orang. Film-film sedih seringkali berhasil membangkitkan emosi penonton dan membuat mereka terbawa dalam alur cerita hingga menitikkan air mata.

Kisah cinta yang mengharukan, kehilangan yang menyentuh, atau penderitaan tokoh utama adalah beberapa contoh tema yang dapat memicu tangisan saat menonton film.

Bacaan Lainnya

Beberapa film yang sering disebut sebagai pemicu air mata antara lain “Hachiko,” “Life Is Beautiful,” “Miracle in Cell No. 7,” dan “The Green Mile”. Film yang menghasilkan emosi sedih mempunyai kemampuan untuk membuat penonton merasa terhubung dengan cerita yang disampaikan dan mengalami empati yang mendalam.

Kenapa kita bisa menangis saat menonton film? Menangis merupakan respon ilmiah yang dialami oleh setiap manusia untuk meluapkan emosi yang dialaminya.

Menurut Tip Hero, ketika kita melihat adegan yang sedih, otak kita akan melepaskan suatu hormon, hormon inilah yang mempengaruhi perasaan atau emosi seseorang serta memicu respon tubuh yang tidak bisa dihindari. Sebagai hasilnya, secara tidak sadar, air mata kita akan jatuh dengan sendirinya.

Sebagai medium seni, film memiliki kekuatan untuk menciptakan ikatan emosional antara penonton dengan cerita yang dipresentasikan, meskipun kita menyadari bahwa apa yang kita saksikan adalah fiksi, tetapi alur yang disajikan dengan realistis dapat mengecoh otak kita dan memicu respon emosional, seolah-olah itu adalah kenyataan yang kita alami secara langsung.

Bahkan ada juga film yang diadaptasi dari kisah nyata, yang membuat kita merasakan dampak emosional yang lebih kuat.

Saat melihat suatu film yang mengandung adegan sedih, otak kita akan merespon dengan mengeluarkan berbagai emosi, terutama emosi sedih. Hormon yang ikut berperan saat kita melihat adegan sedih adalah hormon oksitosin, hormon ini berperan dalam mengatur perasaan cinta dan empati.

Hormon oksitosin ini sering dijuluki sebagai hormon “cinta” yang dikenal karena berkaitan dengan perasaan cinta, kasih sayang, emosi yang baik, dan keterikatan antarmanusia. Hormon ini diproduksi oleh otak, terutama pada saat-saat yang melibatkan interaksi sosial.

Selain itu, oksitosin juga dapat mengatur perilaku sosial karena dapat meningkatkan kepercayaan diri, mengatur perilaku moral, serta mengurangi tingkat stres dan agresi seseorang.

Oleh karena itu, kadar hormon oksitosin yang rendah dapat memengaruhi respons kita dan tingkat empati terhadap situasi emosional, termasuk saat menonton adegan sedih dalam film.

Oksitosin ini merupakan hormon yang diproduksi oleh bagian hipotalamus di otak, yang mengatur berbagai fungsi tubuh termasuk nafsu makan, kehausan, tidur, suasana hati, dan libido. Oksitosin dilepaskan dan disimpan di kelenjar hipofisis, kelenjar inilah yang mengatur metabolisme, pertumbuhan tubuh, kematangan seksual, hingga reproduksi.

Sebagai makhluk sosial, keberlanjutan hidup kita sangat bergantung pada kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial yang kuat.

Dalam konteks ini, oksitosin yang sering dijuluki sebagai “hormon cinta” memainkan peran yang sangat penting. Hormon ini bukan hanya sekadar penyebab perasaan cinta dan kasih sayang, tetapi juga merupakan kunci dalam membangun dan memperkuat koneksi sosial.

Oksitosin membantu kita mengenali individu dalam lingkungan sosial kita, terutama mereka yang memiliki peran sebagai pengasuh dan anggota kelompok sosial yang melindungi kita.

Peningkatan kadar oksitosin dapat terjadi dalam momen-momen penting, seperti perawatan orang tua terhadap anak atau saat kita berinteraksi dengan keluarga dan teman. Ini menciptakan dasar emosional yang kuat untuk ikatan dan keterikatan sosial.

Dalam hubungan orang tua dan anak, oksitosin membantu memperkuat ikatan antara bayi dan pengasuhnya, menciptakan fondasi yang stabil untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Selain itu, oksitosin juga terlibat dalam membentuk dan mempertahankan hubungan sosial di antara anggota kelompok, yang esensial untuk melindungi dan mendukung keberlanjutan hidup kita sebagai makhluk sosial.

Menurut peneliti saraf, Robert Froemke, studi terbaru menunjukkan bahwa oksitosin memiliki efek yang lebih luas dan bertindak sebagai “pengatur volume”, yang memperkuat aktivitas otak yang terkait dengan pengalaman yang sedang dialami seseorang.

Meskipun oksitosin secara biologis ditargetkan untuk memastikan hubungan sosial yang kuat, oksitosin juga berperan dalam meningkatkan respons emosional seseorang terhadap situasi yang sedang dialami.

Menangis saat menonton film film dapat dianggap sebagai bukti konkret bahwa oksitosin atau “hormon cinta” dan keterikatan sosial telah aktif melalui pengalaman sosial yang terbentuk melalui kisah yang disajikan dalam film.

Ketika kita terlibat sepenuh hati dengan cerita film, oksitosin dipicu oleh hubungan emosional yang kita rasakan, menciptakan ikatan virtual dengan karakter dan situasi yang dipresentasikan.

Dengan demikian, respons emosional kita menjadi semakin terhubung dengan peran oksitosin dalam menguatkan keterikatan sosial dan meningkatkan pengalaman emosional kita saat menonton.

Peningkatan kadar oksitosin ini tidak hanya terkait dengan pengalaman emosional secara umum, tetapi juga berhubungan dengan peningkatan perasaan empati dan kasih sayang.

Hal ini membuat kita menjadi lebih peka terhadap isyarat sosial yang terpancar dari karakter dalam film. Kepekaan ini mendorong kita untuk meresapi dan merasakan emosi karakter, sehingga menciptakan pengalaman menonton yang mendalam.

Dengan keterlibatan oksitosin, perasaan keterhubungan sosial semakin diperkuat, memberikan kita pengalaman menyatu dengan cerita dan karakter.

Ledakan emosi yang tiba-tiba saat menangis dalam film dapat dijelaskan sebagai respons alami terhadap ikatan emosional yang tercipta melalui medium sinematik. Dengan kata lain, menangis saat menonton film adalah cermin dari kekuatan oksitosin dalam membentuk dan memperdalam koneksi sosial melalui pengalaman film.

Menurut Lena Aburdene Derhala, MS, MA, seorang psikoterapis dengan sertifikat Imago, film memiliki keajaiban dalam menyentuh perasaan yang seringkali tersembunyi dan sulit diakses dalam diri manusia.

Dalam pandangannya, pengalaman menonton film bukan hanya menghadirkan cerita dan gambar bergerak, tetapi juga membuka pintu menuju ranah emosional yang dalam.

Air mata yang jatuh saat menonton film bukanlah sesuatu yang perlu diherankan. Derhala menjelaskan bahwa film, melalui naratifnya yang penuh emosi, dapat mengaktifkan dan merangsang perasaan yang mungkin terpendam atau terlupakan.

Oleh karena itu, tangisan yang spontan ketika menonton film sebenarnya merupakan respons yang wajar dan alami.

Penulis: Aurelya Febrina Wahyudi
Mahasiswa Psikologi, Universitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI