Bicara Tentang Cinta dan Nafsu

cinta atau nafsu

Bicara soal cinta dan nafsu, apa sih yang terbayang di fikiran kalian? Pernah gak sih, kalian bertemu dengan lawan jenis kemudian tumbuh rasa cinta di hati kalian? Ataukah, saat kalian bertemu dengan lawan jenis, hati kalian berdegup sangat kencang? Mungkinkah itu benar-benar cinta? Ataukah itu hanya sekedar nafsu yang membara di dalam dada?

Membahas soal cinta pasti tak akan pernah ada habisnya. Cinta dapat membawa kita kepada kebaikan, tapi juga dapat membawa kita kepada kesengsaraan. Cinta yang seperti apa yang kita ekspresikan?

Jika cinta hanya berdasar pada nafsu, pasti tidak ada yang namanya perjuangan dalam sebuah hubungan. Ketika seseorang jatuh cinta, itu adalah hal yang wajar dialami oleh setiap manusia, menormalisasikan hubungan yang katanya cinta padahal itu hanyalah sebuah fatamorgana. Ada, tapi pada faktanya tak nyata.

Bacaan Lainnya

Melihat kondisi saat ini dengan adanya teknologi yang semakin molek dan canggih, sudahkah kita betul-betul mencintai Allah dan Rasul-Nya? Ataukah kita hanya sekedar berbicara, namun tidak pernah melaksanakan apa yang Allah dan Rasul perintahkan? Bukankah besarnya murka Allah kepada orang yang berbicara tapi dia tidak melakukan apa yang dia katakan?

Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman. Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Itu sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff: 2-3)

Pasalnya, banyak yang mengaku cinta kepada Allah, tapi tetap saja masih bermaksiat kepada Allah. Banyak yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad, tapi malah pacaran sehingga cinta makhluk yang didapatkannya. Padahal, cinta kepada makhluk hanya akan membawa kepada kesengsaraan. Karena manusia akan lenyap dan tidak akan pernah abadi.

Allah berfirman: “Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka memiliki mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah, mereka seperti hewan ternak bahkan lebih sesat lagi, Mereka itulah orang-orang lengah.” (QS. Al-A’raf: 179)

Berbicara tentang nafsu. Pernahkah di antara kita dihadapkan dengan situasi yang memaksa kita untuk mengambil sebuah keputusan? Biasanya keputusan seperti apa yang diambil? Pernahkah kita mendapat saran dari sahabat atau temannya “Sudahlah ikuti kata hatimu saja”. Kalau sudah begitu, apakah kita akan tetap mengikuti saran dari sahabat kita? Tapi, bagaimana kalau keputusan ini adalah ajakan untuk beribadah? Apakah akan tetap ngikuti kata hati? 

Saran ikuti kata hati adalah pendapat yang salah. Sebab, itu adalah pemikiran yang membebaskan manusia untuk melakukan apa saja, tanpa melihat apakah itu bersebarangan dengan agama atau tidak, apakah itu sesuai syariat islam atau tidak.

Rasulullah SAW pernah bersabda dalam haditsnya: “Ada tiga hal yang dapat membinasakan kehidupan manusia yaitu kebakhilan yang dipatuhi, ketakjuban orang terhadap dirinya sendiri, dan hawa nafsu yang diikuti.” (HR. At-Thabrani)

Lalu, manakah yang paling benar, cinta atau nafsu? Dua-duanya salah. Karena di zaman sekarang, manusia lebih memilih cinta kepada makhluknya, ditimbang cinta kepada Allah. Tak sedikit manusia yang mengingkari Al-Qur’an karena mereka lebih cinta kepada gadget. Bahkan, tak sedikit dari manusia yang lebih mengedepankan hawa nafsunya daripada menggunakan akalnya untuk memutuskan suatu perkara.

Cinta dalam islam, harus distandarkan kepada Allah. Perasaan hati harus difikir oleh pemikiran yang benar, tentang status hukum dari suatu perbuatan. Pemikiran disini maksudnya adalah pemikiran tentang islam, pemikiran tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim.

Allah menciptakan kepada kita akal untuk bisa menimbang-nimbang, mana yang baik dan mana yang buruk. Begitupun dalam mengambil keputusan. Bukan hawa nafsu yang menjadi landasan untuk mengambil keputusan. Melainkan akal yang harus menjadi tolak ukur dalam memutuskan sesuai berdasarkan hukum syara’.

Sebab setiap keputusan, kelak akan dihisab dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Pastikan pilihan mengikuti apa yang benar menurut syariah islam, dan bukan ikuti kata hati atau nafsu. Cinta yang layak bukan ditujukan kepada manusia, melainkan cinta kepada Allah dan Rasul yang seharusnya kita kejar untuk dapat membeli surga-Nya Allah.

Tim Penulis:

1. Nurafni
Mahasiswa Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI