Buka Cabang Kampus Asing di Negeri Sendiri

Menyikapi problematika pendidikan Indonesia yang akhir-akhir ini masih hangat diperbincangkan, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) menyatakan bahwa akan membuka peluang operasional perguruan tinggi asing di Indonesia dengan beberapa syarat.

Sebagaimana dilansir dari tirto.id, Mohamad Nasir dalam Konferensi Pers di Jakarta tanggal 29 Januari 2018 mengatakan bahwa ada sekitar 5 sampai 10 perguruan tinggi asing bisa beroperasional di Indonesia tahun ini. Ada beberapa perguruan tinggi asing tertarik untuk beroperasi di Indonesia seperti Universitas Cambridge, Universitas Melbourne, dan Universitas Queensland.

Ada beberapa syarat yang diajukan oleh Menristek Dikti, salah satunya PTA yang beroperasi di Indonesia harus bekerjasama dengan kampus swasta, bukan kampus negeri. Selain itu juga disyaratkan mengenai program studi yang diprioritaskan, yaitu sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis, dan manjemen.

Bacaan Lainnya

Wacana tersebut juga telah disinggung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada tanggak 16 November 2017. Bersumber dari mepnews.id, Joko Widodo mengatakan bahwa Undang-Undang Pendidikan menurut saya perlu direvisi agar universitas atau akademi politeknik asing mendirikan perguruan tinggi di Indonesia. Beliau memandang, tahun 2030 Indonesia perlu 58 juta tenaga terampil. Saat ini Indonesia sedang dalam tahap membangun infrastruktur. Untuk tahap kedua akan dilanjutkan pembangunan sumber daya manusia.

Wacana dari Presiden dan Menteri ini ditanggapi oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Budi Djatmiko yang dilansir dari mepnews.id mengatakan bahwa pihaknya menolak dengan adanya pembukaan cabang kampus asing di Indonesia. Kalau hanya untuk meningkatkan mutu pendidikan perguruan tinggi di tanah air tidak perlu mendatangkan PT asing. Haidrnya PTA di Indonesia ini akan merebut mahasiswa di perguruan tinggi swasta.

Berbicara mengenai dibolehkannya kampus asing membuka franchise (buka cabang usaha) di Indonesia, Edi Subkhan yang merupakan Dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang terkenal sebagai pemikir pedagogi kritis juga menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kritis, Kritik atas Praksis Neo-Liberalisasi dan Standarisasi Pendidikan” bahwa bukanya franchise asing di Indonesia merupakan praktik neo-liberalisme. Hal yang dikhawatirkan akan terjadi ketika kampus asing hadir beroperasi di negeri ini sama halnya dengan ketika hadirnya KFC, McD, Seven Eleven, dan sejenisnya di Indonesia yang hanya mencari profit. Dalam hal ini tidak mungkin kampus asing membuka cabang di negera lain kecuali didorong dengan keinginan logika kapitalisme dan neo-liberalisme.

Berdasarkan tanggapan-tanggapan para ahli pendidikan, pembolehan PTA membuka franchise di Indonesia akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Namun, jika dianalisis dari berbagai tanggapan para ahli tersebut, beroperasinya PTA di Indonesia lebih berpotensi menimbulkan dampak negatif.

Positifnya, akan mempermudah pelajar Indonesia yang ingin menimba ilmu di luar negeri. Mereka tidak lagi kesulitan dan jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk belajar di universitas ternama. Dan bisa dijadikan sebagai sparring partner bagi PT dalam pengembangan mutu dan layanan berstandar internasional.

Sedangkan negatifnya, pembukaan cabang kampus asing di Indonesia dapat menjadikan terjajahnya Indonesia oleh budaya asing. Saat ini saja Indonesia sudah mulai terjajah dengan kebudayaan asing, mulai dari gaya bicara, fashion, makanan, make-up, lagu-lagu, dan sebagainya. Hal semacam itu justru berbahaya jika dibiarkan begitu saja, lama kelamaan rasa nasionalisme anak bangsa akan menghilang atau tergerus dengan kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia tanpa proses filtrasi.

Dengan diperbolehkan pembukaan cabang kampus asing di Indonesia, maka sama halnya membuka pintu lebar bagi orang asing berekspansi di Indonesia. Selain itu, PTA yang membuka franchise di Indonesia tidak akan melepaskan tata nilai, budaya, dan kekhasan dari negara mereka. Apalagi yang dibawa adalah simbol, brand image, serta budaya yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tertentu sesuai dengan negara mereka.

Pasalnya, kedatangan kampus asing ini juga untuk menarik mahasiswa, secara tidak langsung ada PTS menengah ke atas akan kekurangan mahasiswa, sehingga menyasar pada mahasiswa yang harusnya untuk PT menengah, kemudian menjadikan matinya PT bawah. Seharusnya pemerintah mengkaji ulang dan menganalisi tujuan memasukkan PTA di Indonesia. Jika untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia memang tidak perlu mendatangkan PT asing karena

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI