Burung Madu Pemakan Madu Bunga di Jawa

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Lastiantoro dalam bukunya yang berjudul Percikan Pemikiran Agroforestri di Lereng Gunung Muria (2017) menyatakan bahwa agroforestri adalah salah satu pola usaha tani yang dikembangkan bersama-sama dalam bidang kehutanan dan pertanian tanaman pangan.

Kawasan agroforestri kian berkembang di daerah-daerah pedesaan. Kehidupan masyarakat lokal di pedesaan yang menggantungkan kehidupannya dari pola agroforestri tiada menyadari bahwa ada peranan penting di balik semua itu, yaitu satwa penyerbuk.

Peranan satwa penyerbuk seperti burung adalah sebagai polinator yang menyerbuki berbagai jenis tanaman berbunga dan di antaranya tanaman tanaman buah. Hal ini disebabkan proses penyerbukan tumbuhan oleh polinator seperti burung madu menjadikan tanaman dapat berbuah.

Bacaan Lainnya

Di antaranya adalah tanaman kopi, cokelat, dan beragam anggrek. Tanpa hadirnya satwa burung madu sebagai penyerbuk secara natural (alami), kita tidak dapat menikmati kopi, cokelat, dan produk-produk tanaman agroforestri di suatu perkebunan.

Spesifikasi Burung Madu

Jenis burung yang dapat dikelompokkan sebagai satwa penyerbuk (polinator) yang membantu penyerbukan bunga atau buah suatu tanaman adalah kelompok “burung-madu”.

Di antaranya adalah 9 spesies yang tersebar di berbagai wilayah Pulau Jawa, yaitu Anthreptes malacensis (Br._madu kelapa); Anthreptes singalensis (Br._madu belukar); Nectarinia sperata (Br._madu pengantin); Nectarinia calcostetha (Br._madu bakau); Nectarinia jugularis (Br._madu sriganti); Aethopyga eximia (Br._madu gunung); Aethopyga siparaja (Br._madu sepah-raja); Aethopyga mystacalis (Br._madu Jawa); dan Aethopyga temminckii (Br._madu ekor-merah).

Burung Madu yang dikategorikan penyerbuk (polinator) adalah memiliki ciri-ciri spesifik, yaitu bentuk paruh dengan ujung melengkung, ukuran paruh agak panjang dan lidah yang bentuknya pipih. Lidah dapat dijulurkan untuk mengabsorpsi nektar atau polen (benang sari) bunga tanaman.

Umumnya, warna bulu burung-burung madu rata-rata mengkilap cerah, seperti biru berlin, hitam metalik, merah, kuning, hijau, ungu dengan warna kombinasi hitam, hijau zaitun sedikit kekuning-kuningan.

Burung Madu pakan utamanya di alam adalah nektar atau madu bunga. Sehingga, burung madu sangat tergantung pada berbagai jenis tanaman atau tumbuhan yang khas ada bunganya.

Bunga-bunga yang dibantu penyerbukannya oleh burung madu pun spesifik, yakni: ukuran bunga besar, bunga berwarna cerah, bunga tidak berbau khas, bunga menghasilkan kelenjar madu (nektar) dalam jumlah banyak, mahkota bunganya berbentuk terompet, contohnya bunga vanili.

Ukuran bunga yang besar ini berguna untuk menahan berat dari burung. Bunga yang dipolinasi oleh burung madu biasanya berbentuk khusus seperti bunga dadap (Erythrina variegata), yang mengandung kelenjar madu/ nektar dan air.

Selain itu, bunga juga mengandung unsur warna merah, karena burung madu sensitif terhadap warna bunga merah tersebut.

Proses Penyerbukan

Prosesnya adalah ketika polen-polen yang ikut menempel di paruh burung madu dan burung terbang, polen akan terbawa pada suatu bunga dan terjatuh pada kepala putik bunga lain.

Sehingga, terjadilah proses penyerbukan secara ornitogami. Itu semua sulit dibayangkan untuk dapat dilakukan oleh manusia atau para petani secara manual.

Distribusi Burung Madu

Berdasarkan studi literatur tercatat ada beberapa tipe habitat burung madu di Jawa, yaitu: (a). Hutan dataran rendah bagi burung madu Cynniris jugularis penyerbuk spesifik bunga tanaman hias dan jahe-jahean;

(b). Hutan mangrove dengan jenis burung Nectarinia/Leptocoma calcostetha spesifik sebagai penyerbuk bunga Pidada dan Rhizophora; (c). Hutan perkebunan karet atau kopra dengan penyerbuk spesifik Leptocoma sperata,

(d). Hutan pantai dengan jenis Anthreptes malacensis dan Anthreptes singalensis sebagai penyerbuk tanaman kelapa (kopra), (e). Hutan pegunungan dengan jenis Aethopyga eximia dan Aethopyga mystacalis. Jadi, burung madu bunga di Jawa dapat menempati habitat dari hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan.

Faktor Ancaman dan Perlindungan

Begitu tak terpikirkan peranan burung-burung madu di Indonesia, tercatat sebagai pemeran penyerbuk bunga-bunga tanaman produksi, baik pertanian maupun perkebunan atau agroforestri. Namun, ada suatu ancaman bagi burung madu yang mencari pakan atau berlindung di habitat agroforestri tersebut.

Hal ini disebabkan sistem pengelolaan lahan pertanian atau perkebunan dengan pembakaran, juga dalam perawatan menggunakan bahan kimia/ pestisida, herbisidasi gulma, dan perubahan iklim secara global saat ini.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah pun melalui undang-undang terbarunya telah membebaskan burung-burung madu, khususnya di Jawa yang sebelumnya seluruh anggota spesiesnya telah “di-protected”. Dengan begitu, kemungkinan besar ada peluang untuk memanfaatkan kelompok burung madu di Jawa  yang tidak dilindungi lagi untuk berbagai kepentingan.

Maka, sebuah tantangan bagi para peneliti di Indonesia yang berkompeten di bidang “konservasi burung” untuk menghadapi, mengantisipasi dan mengatasi adanya ancaman-ancaman dari perubahan-perubahan yang terjadi, baik alami maupun ulah manusia.

Dari 9 jenis burung madu di Jawa ternyata tinggal Aethopyga mystacalis (Br. Madu endemik Jawa) dan Aethopyga siparaja (Br. Madu sepah-raja) yang dilindungi Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. Sebelumnya, kesembilan spesies burung madu tersebut termasuk burung-burung lindungan.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan barangkali adalah salah satu langkah bijak yang seharusnya dilakukan berbagai pihak, baik pemerintah, para pemangku kebijakan, maupun masyarakat yang berkepentingan di dalam pemanfaatan lahan agroforestri.

Menurut Napitupulu dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (2013) bahwa kegiatan pembangunan dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan.

Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien.

Secara ekologi mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati.

Secara sosial mengandung arti bahwa memasyarakatkan suatu kegiatan pembangunan hendaknya menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.

Secara operasional, lebih lanjut dinyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan sinergi dengan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan.

Pengertian pengelolaan lingkungan mempunyai cakupan yang luas karena tidak saja meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan, melainkan juga mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan. Program keikutsertaan dan pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar kawasan agroforestri adalah kuncinya.

Penulis: W. Widodo, E. Sulistyadi, S. Pakpahan
Manajemen Lingkungan S2 UNPAK dan Staf Pusat Riset Zooter BRIN

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI