Calo Konser yang Memancing Sikap Konsumerisme di Masyarakat

konser
Foto konser.

Konser atau pertunjukan musik merupakan fenomena yang marak diikuti oleh anak muda. Yang baru-baru ini sedang trending merupakan konser yang diselenggarakan oleh artis papan atas dari luar negeri, seperti Coldplay, Blackpink, Niki, dan lain-lain. Bahkan banyak artis yang sudah merencanakan konsernya di Indonesia walaupun belum benar dikonfirmasi.

Selain itu, peminat garis keras konser terutama dengan artis favoritnya biasanya akan mengejar idolanya hingga ke negeri Paman Sam sekalipun. Itulah yang terjadi dengan salah satu konser Coldplay yang dihadirkan tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Singapura, Thailand, Malaysia, dan lain-lain.

Hal itulah yang membuat bahkan orang Indonesia sekalipun rela membeli tiket pesawat lebih untuk terbang ke negeri di mana idolanya tampil.

Bacaan Lainnya

Konser musik yang dinilai hype dan sedang dalam fase trending,  banyak menarik anak muda dan para penggemar artis musik yang tampil. Tidak hanya penggemarnya saja, “mereka” yang tidak  tahu-menahu mengenai konser musik dan hanya sekadar ikut-ikutan teman dalam konser yang hype juga terbuai dengan keinginan mengikuti acara konser musik yang ada.

Hal ini disebabkan oleh faktor bahwa orang-orang masih berpikir bahwa artis luar negeri yang populer masih jarang masuk ke Indonesia untuk tampil walau sebenarnya sudah cukup sering.

Dengan banyaknya penggemar dan peminat konser musik, tidak dapat dipungkiri bahwa calo-calo pun hadir meramaikan war ticket yang diperjuangkan oleh penggemar-penggemar artis tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), calo merupakan perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah.

‘Masalahnya’ calo-calo yang hadir di Indonesia dapat dikatakan cukup memiliki tindakan agresif. Walaupun begitu, masih banyak orang awam yang ternyata memang rela memberikan atau membayarkan uangnya untuk jasa para calo yang ada.

Perspektif di zaman sekarang lebih memilih untuk menggunakan jasa para calo untuk mendapatkan tiket yang diinginkan karena dinilai lebih mudah dan menghemat waktu walaupun harga yang ditawarkan lebih mahal.

Sistematika calo yang dinilai praktis membuat para penggemar konser tertarik untuk menggunakan jasanya. Calo juga menjual jasanya dengan mempromosikan konser yang ada sebagai hal yang langka supaya konsumen semakin tertarik untuk membelinya.

Apalagi mereka yang FOMO (Fear Of Missing Out)  tentunya akan rela membayar lebih kepada calo demi mendapatkan hasil yang lebih terjamin. Semua ini tentu menunjukkan sifat industri musik yang bersifat konsumerisme.

Secara sederhana, konsumerisme merupakan gaya hidup di mana manusia menjadi pecandu dari suatu produk. Menurut Sosiolog Jean Baudrillard, konsumerisme adalah budaya konsumsi modern yang menciptakan hasrat untuk mengkonsumsi sesuatu secara terus-menerus. Inilah mengapa, konsumerisme kerap dikaitkan dengan istilah boros, hedon, serta glamour.

Calo bisa dikatakan bersifat konsumerisme, karena calo biasanya digunakan terus-menerus oleh para penggemar musik ketika ada suatu konser.

Secara tidak langsung para penggemar ini menghabiskan banyak uang alias boros karena mereka rela membayar lebih mahal untuk sebuah tiket sehingga mereka bisa mendapatkan tiket konser dengan mudah dan dengan waktu singkat.

Oleh karena calo ini, banyak penggemar musik ataupun mereka yang FOMO menjadi candu untuk menggunakan calo setiap ada konser yang diadakan.

Konsumerisme bisa terlihat melalui fenomena penggunaan calo yang mengambil slot para penonton. Dilihat dari sisi manapun, sudah menjadi hakikat calo bahwa mereka melakukan hal tersebut hanya untuk mendapatkan profit melalui tiket yang dijual dengan harga lebih mahal.

Tidak jarang dari mereka yang mengaku sebagai penggemar akan berlomba-lomba mencari slot untuk menggunakan jasa calo yang sudah terpercaya. Pada nyatanya, banyak pula yang menggunakan cara ini sebagai jalan pintas untuk mereka memenuhi keinginan, gengsi, dan update selalu dengan tren konser terbaru.

Dari sisi yang menyenangkannya, calo memang memudahkan para peminat konser untuk mendapatkan tiket. Apabila sang peminat konser tidak berkesempatan untuk mengikuti “war” tiket, di situlah peran calo dibutuhkan.

Di Indonesia sendiri tidak ada pernyataan tertulis bahwa tiket konser melalui calo merupakan hal yang ilegal selama barang yang diperantarai tidak melanggar UUD. Hal ini tentunya membebaskan masyarakat yang hobi menggunakan jasa calo untuk lebih menggunakan jasanya.

Namun, penggunaan jasa calo juga memiliki beberapa dampak yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain, contohnya pengorbanan moral. Memang tidak ada sanksi tegas bagi pembeli tiket dari calo, namun sebenarnya mereka telah mengorbankan nilai-nilai moral sendiri karena hal itu bertentangan dengan hati nurani.

Penggunaan calo ini bisa merugikan dan mengambil hak orang lain yang telah mengantri untuk slot tiket. Oleh karena peraturan Indonesia yang lebih bebas, masih banyak calo nakal yang membeli tiket dalam jumlah yang besar dan mengurangi ketersediaan tiket untuk masyarakat umum.

Sehingga, strategi mereka yang memaksa masyarakat umum untuk membeli tiket dengan harga yang dua atau tiga kali lipat lebih mahal dari para calo tersebut berhasil.

Beberapa calo tiket juga tidak terpercaya karena sering melakukan penipuan terhadap pengguna calo. Ini menjadi hal yang “riskan” untuk para peminat konser. Masih banyak calo tiket yang terlibat dalam praktik penipuan dengan menjual tiket palsu kepada konsumen. Hal tersebut merugikan konsumen dan dapat merusak reputasi penyelenggara acara.

Para peminat konser pun jangan mau kalah dengan calo nakal. Sebagai solusi untuk mengatasi tindakan calo agresif di acara konser dapat dilakukan dengan tidak menggunakan jasa mereka. Tentunya, dengan tiket yang mereka beli dengan jumlah banyak dapat membuat para calo mengalami kerugian apabila tiket yang mereka jual tidak laku.

Dan mendekati hari konser, apabila harga yang mereka jual tidak diturunkan dan tiket yang mereka beli tidak laku, biasanya akan mereka jual cepat dengan harga yang lebih murah.

Dari pihak penyelenggara konser juga bisa menerapkan kebijakan yang patut diikuti semua peserta war ticket yang ada. Misalnya dengan membatasi jumlah pembelian tiket atau memblokir aktivitas yang sekiranya mencurigakan seperti akun yang tidak terverifikasi atau penggunaan bot untuk pembelian tiket konser.

Tidak hanya dari sisi peminat konser dan penyelenggara konser, seharusnya dari pihak yang memiliki kuasa pun bisa menetapkan kebijakan pembatasan penjualan tiket calo dan memberikan penalti kepada para penyedia jasa calo yang tidak bertanggung jawab. Tentunya pembatasan penjualan tiket calo melingkupi jumlah pembelian tiket dan harga yang ditawarkan dari para calo.

Pada akhirnya, penggunaan jasa calo memang tidak menyakiti pihak manapun. Jika menggunakan jasa calo yang terpercaya, selama anda memiliki “duit”nya, dan merasa worth it dengan hasilnya tidak akan merugikan pihak manapun. Dan semua keputusan untuk menggunakan jasa para calo adalah hak setiap individunya.

Tapi, janganlah kita menumbuhkan mental yang boros untuk generasi muda dengan memanjakan diri melalui jasa para calo. Selain itu, janganlah kita memanjakan pula para calo dengan  menuruti setiap strategi yang mereka buat dengan tindakan tidak bertanggung jawab yang mereka lakukan.

Penulis:
1. Albert Givanno Cahyo Utomo
2. Alexander Dhimas Yudistira
3. Gabriella Gratia Andhesca

Siswa Jurusan IPS SMA Kolese Gonzaga

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI