Dampak Perang Israel dan Palestina terhadap Perekonomian Indonesia dan Dunia

Sumber: Pixabay

Konflik antara Israel dan Palestina yang berlangsung selama puluhan tahun dari abad ke-19 hingga pada abad ke-21 semakin memanas. Penyebab utama dari konflik tersebut adalah sengketa wilayah. Permasalahan sejarah, agama dan politik telah menimbulkan ketegangan yang tidak mudah diselesaikan.

Konflik yang berkelanjutan tersebut bukan hanya masalah regional, tetapi juga menimbulkan dampak bagi perekonomian dunia. Konflik ini mempengaruhi beberapa sektor ekonomi dan memiliki konsekuensi yang meresahkan bagi stabilitas ekonomi global.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga mengingatkan bahwa dampak yang berisiko yang ditimbulkan dari perang Israel dan Palestina terdapat pada pertumbuhan ekonomi global, jika konflik tersebut meluas ke negara sekitarnya di kawasan Timur Tengah.

Bacaan Lainnya

Karena wilayah Timur Tengah merupakan sumber energi dunia yang berasal dari gas alam dan juga minyak, yang tentunya masih banyak digunakan oleh seluruh dunia.

Jika perang Israel dan Palestina terus berlangsung  dan meluas ke negara Timur Tengah maka jelas akan menimbulkan ketidakstabilan serta pasokan energi dan pangan akan terganggu yang nantinya harga minyak dan komoditi bisa berujung naik.

Seperti yang kita tahu, sektor energi dan pangan adalah faktor yang menjadi penyebab inflasi secara global. Padahal sebelum ada perang antara Israel dan Palestina, pressure dari inflasi global sudah mulai menurun, namun ternyata dunia digemparkan dengan adanya perang antara Israel dan Palestina. Melihat hal tersebut berarti dengan adanya perang akan sangat terlihat dampaknya terhadap pertumbuhan dan perdagangan global.

Kenaikan inflasi tersebut dapat membawa pengaruh kepada Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga guna mengendalikan inflasi. Hal ini merupakan berita buruk bagi pertumbuhan ekonomi global. Suku bunga yang lebih tinggi dapat mengurangi belanja konsumen dan investasi perusahaan, yang akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi.

Bank Sentral Amerika Serikat (AS) telah memberi indikasi bahwa kenaikan suku bunga akan terjadi lagi dan suku bunga yang lebih tinggi dapat menjadi kenyataan. Meski begitu, di tingkat nasional kita optimis bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh di angka 5%.

Apalagi tahun politik akan mendorong belanja masyarakat. Yang perlu dilakukan yaitu pemerintah bisa meningkatkan sektor komoditas dan industri manufaktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Perlu diketahui juga, 50% dari pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga, investasi, kemudian ekspor dan impor. Untuk itu, kita harus menjaga daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas harga komoditas.

Di sisi lain, konflik antara Israel dan Palestina telah menciptakan volatilitas di pasar keuangan global. Salah satunya adalah para investor cenderung mencari perlindungan dalam aset safe haven seperti meningkatkan pembelian aset-aset seperti emas dan dolar Amerika Serikat (AS).

Hal ini telah menciptakan tekanan tambahan pada pasar saham global, dengan investor yang cenderung berhati-hati dan menghindari risiko. Selain itu, investor institusi asing (FII) juga terus melakukan penjualan, terutama karena imbas hasil obligasi yang lebih tinggi dan harga minyak yang semakin melonjak. Ini telah menciptakan fluktuasi lebih lanjut di pasar global.

Dampak bagi perekonomian Indonesia yang signifikan salah satunya adalah kenaikan utang luar negeri Indonesia. Ini berkaitan dengan ketidakstabilan ekonomi dan politik global yang semakin memburuk akibat adanya konflik tersebut.

Inflasi diperkirakan akan mengalami kenaikan, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan nilai tukar dolar AS. Dalam konteks ini, utang Indonesia yang sebelumnya dinyatakan dalam dolar AS dengan nilai yang lebih rendah akan meningkat secara signifikan karena inflasi tersebut.

Konflik antara Israel dan Palestina telah menciptakan ketidakstabilan politik dan sosial yang berdampak luas, termasuk sejumlah perusahaan Internasional yang terlibat di wilayah tersebut.

Ditambah lagi, sekarang dengan adanya konflik tersebut telah menimbulkan polarisasi warganet Indonesia, sebagian dari mereka menyerukan gerakan boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang dianggap mendukung Israel.

Salah satu perusahaan yang terkena dampaknya adalah Unilever, sebuah perusahaan global yang bergerak di beberapa sektor termasuk makanan, perawatan pribadi dan produk rumah tangga. Setelah beberapa minggu aksi boikot dikampanyekan, dampak yang signifikan membawa pengaruh pada perusahaan Unilever yaitu terjadi kenaikan dan penurunan saham.

Pada 27 Oktober 2023 saham Unilever turun menjadi $46,26, kemudian naik tajam hingga akhirnya ditutup pada $47,67 pada penutupan perdagangan Kamis 2 November 2023. Namun dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, saham Unilever cenderung terus menurun sejak pertengahan tahun.

Selain harga saham, konflik ini juga dapat mempengaruhi kinerja keuangan Unilever secara keseluruhan. Ketidakpastian politik dapat mengganggu strategi bisnis perusahaan, melemahkan hasil keuangan dan menciptakan tantangan dalam operasional sehari-hari.

Konflik Palestina-Israel memberikan dampak yang kompleks pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kehidupan bisnis.

Sebagai perusahaan multinasional yang beroperasi di kawasan, Unilever menghadapi tantangan terkait ketidakpastian politik dan keamanan yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan dan reputasi perusahaan. Dengan menerapkan strategi manajemen risiko yang tepat, Unilever dan perusahaan serupa dapat mencoba memitigasi dampak dari adanya konflik tersebut.

 

Penulis: Lisa Aminatun
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Tidar

Editor: I. Chairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI