Dana Desa: Solusi Pembangunan Desa atau Wahana Korupsi Kepala Desa?

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa memiliki kekuatan hukum dalam menjalankan pemerintahannya di bawah kepala desa serta perangkat desa lainnya yang juga diawasi oleh BPD atau Badan Permusyawaratan Desa.

Pemberian kewenangan ini harus diikuti dengan penyerahan sumber daya kepada desa agar kewenangan yang dimiliki dapat dilaksanakan dengan baik.

Bacaan Lainnya

Atas dasar inilah desa memiliki sumber-sumber pendapatan desa sebagai hak desa yang selanjutnya harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk melaksanakan kewajiban desa yang tercermin dari isi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam ketentuan pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa sumber pendapatan desa berasal dari pendapatan asli desa yang terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa, Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan lain-lain pendapatan desa yang sah.

Adapun komponen-komponen belanja desa terbagi atas 70% untuk pemberdayaan masyarakat dan 30% untuk operasional desa.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permenkeu) Nomor 93/PMK.07/2015 tentang tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi dana desa.

Peraturan Menteri ini hadir setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai penganti PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Negara ini sekaligus menjadi pedoman bagi kabupaten dan desa dalam menyalurkan, menggunakan, memantau serta mengevaluasi dana desa.

Selain Permenkeu ini, ada tiga peraturan Menteri yang menjadi pedoman pengelolaan dana desa dan keuangan desa yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) Nomor 5 Tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa. Artinya pengelolaan dana desa berhubungan langsung dengan tiga Kementerian sekaligus yaitu dari pusat ke desa.

Pengelolaan dana desa yang dilaksanakan oleh tiga Kementerian ini sangat rawan terjadi konflik kepentingan. Sehingga dalam pembagian kewenangan tersebut dapat terjadi tumpang tindih kewenangan yang akan terlihat saat dana desa telah ditransfer dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Desa (RKUD).

Alokasi ke desa berdasarkan Perda yang merupakan kebijakan kabupaten. Di sinilah kekhawatiran permainan politik itu akan terjadi karena seharusnya diadakan perampingan organ di dalam tubuh pemerintahan.

Alokasi dana desa berdasarkan data kemiskinan, luas geografis, dan indeks geografis suatu desa. Data-data ini sangat rawan untuk dimanipulasi oleh mereka yang memiliki kepentingan sehingga sebagai atasan dalam jabatan struktural dapat dengan mudah mengendalikan kepala desa.

Uang di sini tidak lagi sekadar fiskal, tetapi sebagai alat politik, di situlah kepentingan partai ikut bermain.

Permasalahan yang sangat serius juga terjadi di desa sehingga dana desa yang disalurkan belum dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat desa

Hal ini dapat dilihat dari masyarakat desa dan perangkat desanya yang masih kurang, ongkos politik yang dinilai masih mahal sangat riskan untuk terjadi praktik politik balas budi, dan politik saling sandra serta realitas masyarakat desa yang belum dapat mengawasi dana desa. Sehingga sangat mungkin dana desa dapat dijadikan sebagai ajang korupsi.

Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak Tahun 2015 hingga semester 1 2018, kasus korupsi dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat sedikitnya sudah ada 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka kasus korupsi dan nilai kerugian Negara sebesar Rp 40,6 miliar.

Padahal salah satu politik hukum yang hendak dicapai dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan untuk menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.

Dengan demikian perlu adanya penataan desa sehingga dana desa tersebut tepat sasaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, pemantauan dan pengawasan. Sehingga tetap perlu adanya perampingan urusan dalam pengelolaan desa agar dana desa lebih dikelola secara lebih efektif dengan menggunakan regulasi tunggal yang menjangkau seluruhnya.

Perangkat desa selain diadakan bimbingan teknis juga dirasa penting untuk diberikan pemahaman mengenai konsep dan cara-cara pengelolaan dana desa agar terjadi produktivitas anggaran.

Partisipasi dan perhatian dari seluruh elemen masyarakat juga teramat penting untuk bersama-sama mengawal penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.

Adapun civitas akademika yang paham akan regulasi hukum punya tanggung jawab yang sangat besar dalam memberikan jasa konsultasi dan/atau pendampingan hukum dengan menjadikan masyarakat desa sebagai mitra dalam mengawasi dana desa.

Aswan
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Baca juga:
Forum Dosen Akuntansi Publik Berkomitmen Membangun Desa Melalui BUMDes
Wisata Sekitar Semarang yang Lagi Hits! Wajib Dikunjungi di Tahun 2019
Sambangi 3 Kampung Tematik, Penggagas KBP: Sambang Kampung Nyambung Paseduluran

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI