Debat Kandidat untuk Rakyat

Terus terang, saya salah seorang yang sampai detik ini belum memiliki kemantapan hati untuk mengunggulkan dan menentukan pilihan kepada salah satu dari kedua pasangan calon Pilpres yang sedang berkontestasi di panggung politik tahun ini. Kebimbangan saya ini dampak dari opini klaim saling mengaku baik atau klaim saling menuduh buruk yang terus berkembang gencar diramaikan di berbagai media oleh kedua kubu: kubu nol satu dan kubu nol dua selepas debat pertama Pilpres 2019.

Tadinya saya berharap akan tercerahkan saat menyaksikan debat pertama pada 17 Januari kemarin. Tetapi nyatanya, perdebatan itu justru semakin menyisihkan tanya, siapa sebenarnya yang terbaik dari kedua Paslon yang katanya sama-sama baik ini. Iya, saya belum bisa meyakinkan diri siapa yang lebih baik dari putra-putra terbaik bangsa ini.

Sebagai generasi milenial, saya sedikit kecewa ketika menyaksikan kedua Capres yang ternyata masih berfokus untuk melakukan serangan secara personal dalam panggung debat yang disaksikan rakyat se-Indonesia kemarin itu. Misalnya ketika Capres nol dua diberikan waktu untuk bertanya kemudian mengatakan begini, “Kami ingin bertanya bahwa bapak kan sudah memerintah selama empat tahun lebih. Yang kita ketemukan ada perasaan di masyarakat bahwa kadang-kadang aparat itu berat sebelah. Sebagai contoh kalau ada kepala daerah; gubernur-gubernur yang mendukung paslon nomor satu, itu menyatakan dukungan tidak apa-apa, tapi ada kepala desa di Jawa Timur menyatakan dukungan kepada kami, sekarang ditahan, Pak, ditangkap. Jadi saya kira ini suatu perlakuan tidak adil. Ya juga menurut saya pelanggaran HAM, karena menyatakan pedapat itu dijamin oleh undang-undang dasar, Pak. Jadi sebetulnya sipapun boleh menyatakan pendapat, (kepada) dukungan siapapun. Saya kira ini yang kami mohon Bapak perhitungkan. Mungkin juga ada anak buah Bapak yang mungkin berlebihan” begitu pertanyaan dari Capres nol dua.

Bacaan Lainnya

Kemudian, ketika dipersilakan menjawab, Capres nol satu membalasnya dengan perkataan begini, “Ya jangan menuduh seperti itu, Pak Prabowo, karena kita ini adalah negara hukum, ada mekanisme hukum, ada prosedur hukum, ada mekanisme hukum yang bisa kita lakukan. Kalau ada bukti, sampaikan saja ke aparat hukum. Jangan kita ini, kita ini sering grasa grusu menyampaikan sesuatu. Misalnya apa, Jurkam-nya pak prabowo, misalnya ini. Katanya dianiaya, mukanya babak belur, kemudian konferensi pers bersama-sama. Akhirnya apa yang terjadi, ternyata operasi plastik. Kalo ada, loh ini negara hukum, kalo ada bukti-bukti silahkan lewat mekanisme hukum. Laporkan dengan bukti-bukti yang ada. Gampang sekali kok. Gampang sekali. Negara hukum ini. Kenapa harus menuduh-nuduh seperti itu” tegasnya sontak disambut ramai oleh para pendudukungnya.

Sikap saling serang-menyerang secara personal di atas panggung demokrasi yang disaksikan seluruh rakyat Indonesia seperti itu adalah sikap yang sangat tidak pernah terduga dalam benak saya sebagai masyarakat awam akan dipertontonkan oleh figur-figur Negara. Justru gagasan-gagasan konkrit yang sangat dinanti-nanti rakyat untuk memecahkan sejumlah persoalan bangsa sesuai tema yang diangkat dalam debat itu tidak begitu terurai jelas dan bahkan kehilangan fokus.

Maka dalam empat pelaksanaan debat yang tersisa, sangat besar harapan kepada Komisi Pemilihan Umu (KPU) sebagai penyelenggara dari serangkaian proses Pemilu ini untuk menghadirkan sistem debat yang betul-betul mampu membeberkan keahlian dan kepiawaian dari setiap calon pemimpin negara di masa yang akan datang ini. Entah itu kapasitasnya sebagai calon presiden atau sebagai calon wakil presiden. Semua harus terlihat terang kepada rakyat. Tidak abu-abu. Karakter sesungguhnya, kepribadiannya, prinsipnya, penguasaannya terhadap visi-misi dan materi debat, analisanya terhadap persoalan bangsa serta cara yang ditawarkan untuk menuntaskan, semua harus gamblang dan masuk akal. Supaya rakyat puas dengan desain debat yang diselenggarakan oleh KPU sehingga KPU sebagai lembaga yang terhormat tidak lagi di-bully, dan netralitasnya dipercaya oleh rakyat.

Debat Kandidat ini tidak mesti melulu dikemas dengan desain seperti itu-itu saja; memaparkan di podium atas arahan dari dua pembawa acara debat. Tidak. Sekali-kali Debat Kandidat bolehlah dikemas dalam diskusi lepas di bawah panduan seorang moderator dengan lebih banyak memberikan waktu kepada para kandidat. Seperti acara Dua Sisi di TV One.

Tentu mereka para kandidat tahu lah bagaimana seorang pemimpin negara harus bersikap dalam diskusi lepas seperti itu. Dan biarkan saja diskusi mereka mengalir dengan pembawaannya masing-masing. Karena itu sebenarnya yang perlu rakyat ketahui. Jadi, KPU harus tahu apa yang dibutuhkan rakyat, bukan apa yang diinginkan kandidat.

Nurul Hidayat
Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam di Institut Agama Islam Al-Khairat Pamekasan

Baca juga:
Debat Perdana Pilpres: Antara Optimisme dan Pesimisme Penyelenggaraan Pemilu 2019
Ulasan Debat Perdana Pilpres: Prabowo Terlihat Lebih Tenang Dibandingkan Jokowi
Menyongsong Pemilu 2019

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI