Fenomena “Jenuh” dalam Membaca Al-Qur’an

Membaca Al Quran

Benarkah kita layak disebut sebagai seorang muslim? Jika iya, lantas apakah tingkah laku dalam hidup kita sudah mencerminkan sebagi pribadi muslim? Realita pada zaman sekarang, dimana banyak orang yang mengaku Islam namun jauh dari sumber petunjuk utama mereka menuju kebenaran yakni Al-Qur’an.

Banyak dari kita yang sering lalai tak menyempatkan waktu untuk menyentuh, membaca Al-Qur’an apalagi memahami maknanya. Berbeda ketika kita disuguhkan bacaan koran, novel, cerita, komik, game, dan sosmed, dimana kita sampai rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk urusan duniawi semacam itu.

Bahkan tak sedikit dari kita sampai lupa bahwa mereka juga memiliki urusan dengan Tuhannya. Jangankan membaca Al-Quran yang hukumnya sunnah, terkadang mereka lalai akan kewajibannya yaitu shalat.

Bacaan Lainnya

Fenomena lain yang juga menarik untuk dikaji adalah masih banyaknya orang-orang yang ingat dan mau membaca Al-Qur’an namun sayang, dalam prakteknya seringkali mengalami kejenuhan. Ketika membaca Al-Qur’an yang hanya dalam hitungan menit sudah dilanda kebosanan dan berakhir menutup mushaf.

Banyak orang yang tidak menjadikan kegiatan membaca Al-Qur’an sebagai sebuah rutinitas yang penting. Mereka hanya membaca ketika muncul keinginan saja atau bahkan membaca hanya saat dalam keadaan butuh. Sebuah ironi tapi sudah menjadi wajar di kebanyakan masyarakat.           

Terbesit pertanyaan yang menggelitik. Mengapa banyak orang yang rela bangun tengah malam hanya untuk menonton bola dan serial televisi kesukaan dibanding membuka mushaf Al-Qur’an dan perlahan-lahan membacanya?

Mereka melakukan banyak persiapan demi pertandingan bola tim kebanggaan, namun tidak untuk membaca Al-Qur’an?

Mengapa mereka bisa sangat begitu bangga dengan sebuah tim sepakbola tapi tidak bisa bangga terhadap Al-Quran?

Hal tersebut merupakan suatu permasalahan bagi umat Islam yang harus dicari sumber masalah serta solusi yang pas. Untuk mengubah paradigma sebagian masyarakat terutama yang beragama islam tentang sebuah kebiasaan dan mindset pentingnya membaca Al-Quran memang bukanlah hal yang mudah. Apalagi mengubah hati mereka untuk tiba-tiba cinta terhadap Al-Quran, seperti hal mustahil jika dilakukan secara tiba-tiba. Namun, tidak ada yang tidak ada yang tidak mungkin jika dalam kebaikan.

Dengan munculnya rasa jenuh dalam membaca Al-Quran ini bukan bukan berarti kita bisa beranggapan bahwa sumber masalah ada pada Al-Qur’an itu sendiri. Al-Qur’an memiliki salat satu sifat yaitu al-Mahfudz yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an terjaga kesucian dan kebenarannya.

Merujuk pada pengertian Al-Quran sendiri sebagai firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang tidak ada tandingannya, diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. melalui perantara malaikat Jibril alaihissalam. Kemudian ditulis kepada umatnya dengan jalan mutawattir, dimana membaca dan mempelajarinya bernilai ibadah.

Allah Subhanahu wa ta’ala sendiri yang telah berjanji akan memelihara kitab suci terakhir-Nya dengan pemeliharaan yang khusus. Jadi dengan segala keistimewaan yang ada pada Al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa sumber dari kejenuhan membaca Al-Qur’an bukan terletak pada Al-Qur’an melainkan pada manusia itu sendiri.

Coba kita analogikan saja seperti layaknya kita memakan makanan terenak di dunia. Bagi orang yang dalam keadaan lidahnya sehat maka, makanan itu sungguh menakjubkan rasanya tiada banding. Namun bagi orang yang lidahnya masih sakit atau mungkin mati rasa, makanan itu rasanya biasa saja malah cenderung hambar.

Jadi, yang salah bukanlah pada makanannya namun seberapa sehat lidah kita dalam merasakannya. Begitu pula dalam membaca Al-Qur’an, dimana hati menjadi penentu cinta dan tidaknya kita pada Al-Qur’an.

Dapat disimpulkan, langkah pertama untuk menyembuhkan rasa jenuh tersebut adalah dengan memperbaiki diri kita terlebih dahulu. Mulai dari membersihkan hati dari segala penyakit sebagai akar masalah kejenuhan dan langkah awal pengobatan paling dasar hingga mindset dan kebiasaan.

Masalah ini terlihat ringan namun sangat sulit diatasi. Karena itu tergantung dari kebiasaan seseorang. Sekarang, bagaimana bisa seserorang memiliki kebiasaan membaca Al-Quran jika tidak diri sendiri yang memaksakannya?

Sebagai pihak luar, seperti keluarga, teman, bahkan lebih jauh lagi sekolah atau institute harus selalu mengingatkan dan memberikan edukasi terus menerus tanpa bosan dan lelah. Jangan sampai paradigma “malas atau bosan” dalam membaca Al-Qur’an dibiarkan berlarut-larut, karena efeknya yang begitu besar bagi umat Islam sendiri.

Ulinuha Neviyana

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI