Ihtikar Minyak Sawit

minyak sawit
Ilustrasi penimbunan minyak goreng (Foto: setkab.go.id)

Pandemi Covid-19 yang belum tuntas memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap segala aspek kehidupan. Di tahun 2022 kemiskinan Di Indonesia mengalami kenaikan 10.81% atau sebesar 29 juta penduduk.

Keadaan pandemi seperti semakin membuat problematika di Indonesia tak kunjung selesai. Terbaru, yaitu kasus kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng. Sebagai negara pengasil CPO terbesar di dunia, seharusnya permasalahan seperti ini harus segera diatasi demi kestabilan kondisi perekomonomian dalam negeri.

Baca juga: Kerjasama Pengendalian Harga dalam Jual Beli Kelapa Sawit

Bacaan Lainnya

Kenaikan harga minyak (CPO) sudah muncul sejak mei 2020 yang diawali dengan sulitnya logistik karena pembatasan dan turunnya produksi minyak nabati di Malaysia, sehingga mengakibatkan negara lain beralih ke minyak sawit yang didapatkan dari Indonesia.

Rata-rata perusahaan sawit di Indonesia dimiliki oleh perusahaan swasta, sehingga mereka menjual minyak sawit kepada konsumen yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibanding dijual pasar dalam negeri.

Puncaknya pada Maret 2022 terjadi fenomena kelangkaan minyak goreng di seluruh daerah Indonesia. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan adanya penyetaraan harga dan pembatasan pembelian.

Baca juga: VCO (Virgin Coconut Oil) Untuk Kesembuhan Pasien COVID-19

Di beberapa daerah, harga eceran tertinggi sebesar Rp14.000 yang dimana harga tersebut disubsidi oleh pemerintah. Namun, dengan adanya subsidi tersebut sering kali dimanfaatkan oleh pihak pihak yang memiliki niat buruk untuk menimbun dan memainkan harga kembali.

Dalam pandangan Islam, menimbun barang dengan harapan dapat menjual dengan harga yang lebih mahal disebut Ihtikar. Perbuatan itu merupakan praktek dagang yang haram walau sekalipun barang yang dijual halal.

Penimbunan minyak goreng ini sudah sering terungkap di beberapa daerah di Indonesia. Contohnya di daerah Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ditemukan 31.000 liter lebih minyak yang ditimbun dari berbagai merek.

Adanya oknum oknum nakal yang menimbun minyak goreng tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat Indonesia, ditengah kondisi keterbatasan, dimana yang seharusnya bahan pokok mudah dan murah untuk dikonsumsi tetapi dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.

Menurut Ulama’ Maliki, Ihtikar hukumnya haram secara mutlak (tidak dikhususkan bahan makanan saja), hal ini didasari oleh sabda Nabi SAW:

مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ

Artinya: “Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa.” (HR. Muslim).

Menimbun yang diharamkan menurut para ulama figh bila memenuhi

  1. Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh. seseorang boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
  2. Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga mahal.
  3. Yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetapi tidak termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat maka itu tidak termasuk menimbun.

Sistem kepemilikan dalam Islam dibedakan menjadi 3, yaitu kepemilikan individu Umum dan negara. Terkait kasus minyak sawit, maka khilafah (sistem pemerintahan Islam) akan mengatur terkait pengelolanya dari hulu sampai hilir.

Kepemilikan lahan untuk perkebunan sawit ini, yang jelas tidak akan diserahkan ke swasta. Karena, kemaslahatan rakyat adalah yang utama. Maka, setinggi berapa pun harga minyak di luar, pemerintah akan memenuhi keperluan dalam negeri terlebih dahulu.

Kasus langka dan tingginya harga minyak melahirkan harga baru yang ditetapkan pemerintah setelah subsidi dicabut, yaitu sebesar RP24.000 per liter, dan kembali lagi rakyat menjadi korban kenaikan harga yang tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan.

Perlunya pengetatan sistem hukum terhadap penimbun barang seharusnya lebih dimaksimalkan agar kasus serupa tidak terulang kembali.

Emir Rifky Firdausi
Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam Universitas Wahid Hasyim Semarang

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI