Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan melalui Nilai-Nilai Pancasila dalam Menangani Kasus BulIying di Lingkup Pendidikan

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Dilansir dari cnnindonesia.com (23/ 03/ 2023) terjadi kembali berita terkait kasus bullying seorang siswa SD Banyuwangi, Jawa Timur ditemukan tewas dengan cara gantung diri di rumahnya karena mengalami depresi yang diduga sering diolok sebab anak yatim.

Tentu saja dari peristiwa tersebut sangat disayangkan yang seharusnya masa Sekolah Dasar (SD) adalah masa-masa menyenangkan bagi mereka untuk belajar dan bermain bersama temannya karena di usia mereka masih sangat dibutuhkan untuk perkembangan mereka, lalu apa penyebab meradangnya kasus bullying di lingkup pendidikan dan bagaimana cara meminimalisirnya?

Di era perkembangan zaman saat ini banyak terjadi perubahan pada semua bidang aspek kehidupan seperti halnya karakter dari setiap peserta didik yang mana ikut mengalami perubahan bahkan hingga menyebabkan penyimpangan.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Membentuk Moral Generasi Z sebagai Penguasa Masa Depan Bangsa

Salah satu bentuk penyimpangan yang masih terjadi terutama dalam lingkup pendidikan ialah perilaku agresif hingga menyebabkan kebiasaan untuk mem-bully temannya.

Kata bullying sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu kata bull, menurut terminologi Ken Rigby (Zakiyah, Humaedi, & Santoso, 2017), bullying merupakan suatu keinginan untuk menyakiti yang ditunjukkan ke dalam tindakan sehingga membuat orang lain menderita.

Perdebatan pun terus muncul dari berbagi kalangan masyarakat mengenai kekhawatiran terhadap kasus bullying yang terjadi pada lingkungan sekolah di mana berdampak bagi kesehatan mental korbannya.

Menurut Komisi Perlindungan Anak (dalam Amanda et al, 2020), negara Indonesia sendiri termasuk ke dalam negara yang memiliki pelaporan masyarakat mengenai kasus bullying terbanyak di mana KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatat dalam kurun waktu 9 tahun dari 2011 sampai 2019 terdapat 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak.

Untuk kasus bullying terjadi baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat (Tim KPAI, 2020).

Penyebab bullying dapat berasal dari pelaku dan korban. Dari pelaku ini dapat disebabkan oleh pelaku yang tumbuh dalam keluarga yang memiliki masalah, stres, trauma yang pernah dialaminya, serta lingkungan sekitar yang membentuk kepribadian mudah emosi dan sulit untuk mengendalikannya.

Sedangkan dari korban dapat disebabkan karena penampilan fisik dianggap berbeda dengan anak yang lain pada umumnya, selain itu dianggap lebih lemah atau tidak suka melawan sehingga terjadi ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban sehingga memungkinkan dapat dijadikan bahan untuk mengintimidasi anak tersebut.

Sedangkan secara umum faktor penyebab terjadinya perilaku bullying disebabkan oleh pelaku bullying yang menganggap bahwa perilaku bullying ialah hal yang biasa atau hanya sekadar untuk bercanda dan bukan termasuk perilaku bullying.

Dampak dari bullying sendiri bagi korban dalam jangka waktu pendek mengalami syok bahkan cedera fisik semata sementara dalam jangka waktu panjang mengalami perubahan konsep diri menjadi negatif yang menyebabkan pikirannya menjadi terganggu atau tidak fokus terhadap kehidupan selanjutnya, juga mengalami penurunan kepercayaan diri hingga muncul perasaan takut dan cemas dengan kondisi lingkungan sekitar, dampak yang sangat berbahaya yaitu dapat menjadikan korbannya menjadi depresi berkepanjangan dan membuat korban ingin melakukan tindakan anarkis seperti menyakiti dirinya sendiri atau mengakhiri hidupnya.

Baca Juga: Dampak Pandemik terhadap Sistem Pendidikan Saat Ini

Sementara untuk perilaku bullying yang masih sering terjadi pada lingkungan pendidikan ialah bullying verbal seperti mengejek, menghina, atau memanggil dengan sebutan nama orangtuanya sama seperti kasus yang terjadi pada seorang siswa SD di Banyuwangi.

Dalam kasus bullying pendidikan kewarganegaraan dapat menjadi solusi karena menurut Dasim Budimansyah (dalam Akbal, 2016) menjelaskan jika Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi secara sosio politik ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuh kembangkan kecerdasan kewarganegaraan (Civic Intelligence) karena menjadi syarat dalam pembangunan demokrasi.

Sedangkan misinya yaitu untuk meningkatkan sebuah potensi yang dimiliki anak agar anak siap untuk hidup di tengah masyarakat serta membentuk budaya kewarganegaraan juga sebagai penentu kehidupan bersifat demokrasi sehingga dalam mengatasinya, perilaku bullying dapat diimplementasikan melalui nilai-nilai Pancasila.

Pancasila merupakan sebuah ideologi dasar bagi bangsa Indonesia yang memiliki fungsi pokok sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia, sebagai akar dari segala sumber, sebagai sebuah perjanjian luhur, dan sebagai falsafah hidup negara Indonesia (Gesmi & Hendri, 2018).

Oleh karena itu dalam mencegah dan meminimalisir perilaku bullying pada lingkungan pendidikan dapat dilakukan dengan mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti sila pertama memiliki makna bahwa Indonesia berlandaskan agama dapat menjelaskan serta mengajarkan kepada siswa peran kita sebagai ciptaan Tuhan harus saling menghargai, tidak boleh berlaku kasar kepada sesama makhluk hidup agar tidak ada yang tersakiti.

Sila kedua mengandung nilai untuk menjunjung tinggi keadilan serta martabat manusia yang merupakan ciptaan Tuhan sehingga dapat mengajarkan kepada siswa jika kita sebagai manusia harus berlaku adil dan tidak boleh memperlakukan orang lain dengan berbeda.

Selanjutnya sila ketiga mengandung makna Indonesia memiliki keberagaman budaya diharapkan mampu menjalin keharmonisan perilaku tersebut merujuk pada sebuah persahabatan ketika sebuah persahabatan terbentuk antara siswa maka akan mengurangi serta mencegah terjadinya perilaku bullying.

Sila keempat mengandung makna bahwa Indonesia ialah negara demokratis, siswa dapat diajarkan serta diharapkan paham makna dan dapat bersikap demokratis sehingga perilaku bullying terhadap perbedaan pendapat tidak terjadi di antara mereka.

Baca Juga: Tujuan, Manfaat, Fungsi dan Pengertian Pendidikan Karakter

Terakhir sila kelima mengandung masyarakat Indonesia diperlakukan sama tanpa melihat perbedaan di mana siswa diajarkan untuk bersikap adil kepada semua orang yang mana tidak membeda bedakan sehingga dapat berteman dengan siapa pun dan tidak berlaku berbeda kepada setiap temannya.

Dari Implementasi di atas, nilai Pancasila dianggap mempunyai peran penting dan berpengaruh dalam membentuk karakter positif terhadap generasi muda karena sudah tertuang di dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang mana nilai-nilai yang terkandung pada setiap Pancasila ialah wujud atau cerminan dari karakter warga negara Indonesia yang baik (Good Citizen).

Oleh sebab itu sebagai bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila mampu menanamkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam membentuk karakter penerus bangsa yang mengetahui aturan serta memiliki akhlak yang baik sehingga perilaku bullying dapat teratasi dengan baik.

Penulis: 

Fitri Annisa Fajarudin
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI