Indonesia Darurat Hoax

Pada era modern saat ini dimana masyarakat sudah ‘melek’ teknologi, berita dapat menyebar dengan sangat cepat secepat kilat. Penggunaan teknologi ini pun sangat memudahkan masyarakat. Namun, edukasi tentang penggunaan teknologi – khususnya media sosial dan pesan singkat – yang baik belum berjalan mulus di negeri ini sehingga penyerapan informasi yang kurang tepat dan tidak valid dapat tersebar dengan cepat dan meracuni pemikiran banyak orang.

Ditambah lagi rendahnya budaya baca di Indonesia mengakibatkan banyak orang menelan informasi secara instan. Terbukti, hoax memiliki peran yang sangat destruktif. Hal tersebut dapat menimbulkan keresahan bahkan sampai dapat mempengaruhi stabilitas negara.

Contohnya, saat pemilihan presiden 2019 lalu, hoax dipakai sebagai strategi antar Partai Politik untuk saling menjatuhkan. Mulai dari berita bohong tentang surat suara yang sudah tercoblos, hasil quick count hingga berita yang memfitnah kandidat-kandidat oposisi. Seluruh lapisan masyarakat seperti terbagi menjadi dua kubu.

Bacaan Lainnya

Masyarakat menjadi sangat agresif, jika bertemu dengan seseorang yang merupakan pendukung lawan, mereka tidak segan untuk saling menyerang baik fisik maupun verbal. Negara ini hampir dibuat kacau dengan perpecahan yang terjadi. Belum lagi dengan diunggahnya video-video lama yang dapat memancing amarah namun dikatakan video itu adalah terbaru.

Bahkan data Kemenkominfo menyebutkan bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Selain itu, pada awal tahun 2019, Kominfo juga mengidentifikasi 486 hoax, 209 di antaranya masuk pada kategori politik.

Adapun hoax yang ada dalam kategori politik menurun seiring berlalunya pemilihan umum, hoax yang berkaitan dengan kesehatan cenderung marak sekarang ini. Sangat disayangkan hoax di negeri ini bagaikan peribahasa “Mati satu, tumbuh seribu.”

Karena hoax berarti berita bohong, semua yang bersifat informasi dapat dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, apalagi topik yang sedang hangat dibahas. Untuk itu, perlu kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk memilah berita yang masuk akal.

Salah satu caranya yaitu dengan mencari tahu kredibilitas sang penulis atau penerbit bahkan jika itu adalah teman Anda sendiri. Hanya karena sebuah situs populer di antara teman-teman Anda, tidak berarti isinya akurat. Selain itu hal yang dapat dilakukan adalah memastikan tanggal publikasi tersebut lalu pastikan bahwa berita tersebut tidak keluar dari konteks dan mengandung unsur provokasi.

Selain mengedukasi masyarakat tentang literasi digital, pemerintah saat ini juga telah memperkuat Undang-Undang dengan menghadirkan UU ITE agar sang penyebar dapat dijerat hukum. Bagi penyebar hoax dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.”

Perlu diingat bahwa penanganan kasus hoax tidak cukup hanya ditangani oleh pemerintah saja, namun juga dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan maupun organisasi-organisasi sendiri. Lembaga pendidikan dapat berperan dalam memberikan edukasi mengenai ciri-ciri berita hoax dan bagaimana cara menyikapi hal tersebut. Hal selanjutnya yang dapat dilakukan untuk menekan angka terjadinya hoax adalahsosialisasi dari berbagai organisasi atau lapisan masyarakat harus terus digencarkan dan disuarakan.

Sayangnya, di Indonesia orang-orang yang menjadi target hoax juga sangat jarang memberikan klarifikasi dengan segera. Mereka memberikan jeda waktu yang cukup panjang sehingga masyarakat mempunyai pendapat dan pemikiran sendiri sampai timbullah hoax tersebut. Rendahnya klarifikasi ini perlu menjadi perhatian untuk semua pihak. Jika klarifikasi dilakukan sesegera mungkin, maka kita dapat memotong rantai hoax ini.

Karena negara kita ini adalah negara yang besar, alangkah baiknya kita juga mengingat kembali budaya yang telah ditanamkan sejak dahulu kala. Indonesia mempunyai akar budaya yang sangat kuat. Hal ini seharusnya menjadi pegangan bagi masyarakat dalam bertutur kata dan berperilaku.

Di dalam Islam, ada yang namanya tabayun yaitu jika ada permasalahan sebaiknya kita mengedepankan prasangka baik dan diteliti kebenaran beritanya. Konteks pemahaman islam ini sejatinya beriringan dengan budaya kita. Selain itu kita juga diajarkan sopan santun dan malu, bahkan seperti di lingkungan suku Dayak selalu terpatri salam khas mereka yakni: Adil Ka’Talino (adil terhadap sesama manusia), Bacuramin Ka’Suraga (berpandangan hidup kepada surga), dan Basengat Ka’Jubata (selalu mengingat Tuhan sebagai pemberi hidup). Budaya-budaya seperti inilah yang wajib kita ingat dan tanamkan dalam diri untuk mengatasi fitnah dan kegaduhan yang diproduksi oleh informasi hoax.

Bangsa yang besar tidak boleh berdiri di atas kepalsuan dan kebohongan. Ketika orang-orang berteriak ingin membuat Indonesia maju, maka seharusnya diri kita juga dapat mencerminkan bahwa kita maju. Orang yang maju adalah orang yang cerdas, dan orang yang cerdas adalah orang yang tidak semata-mata menelan informasi secara instan.

Suresity May
Mahasiswa Sampoerna University

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI