Jihad Menuntut Ilmu

Menuntut Ilmu.
Jihad Menuntut Ilmu.

Dalam kajian teologis Islam, kajian jihad sudah tidak asing didengar. Namun di kalangan masyarakat umum, pengertian jihad mengalami pergeseran pemahaman dan banyak anggapan bahwa jihad identik dengan kekerasan.

Sejatinya jihad dalam Islam mempunyai makna yang fleksibel dan universal, seperti yang diungkapkan Ibnu Taimiyah bahwa jihad itu hakikatnya ialah berusaha bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridai Allah daripada keimanan, amal saleh, dan menolak sesuatu yang dimurkai Allah dari kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan.

Selain Ibnu Taimiyah, Munawwar Khalil menulis bahwa jihad adalah bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatan untuk membinasakan orang-orang kafir, termasuk juga berjihad melawan hawa nafsu dan terhadap setan dan pendurhaka.

Bacaan Lainnya

Dari beberapa pengertian di atas cukup kiranya menggambarkan bahwa jihad juga berlaku pada setiap muslim yang berjuang melawan nafsunya. Fleksibilitas ini tentu sangat memungkinkan setiap muslim memilih jalan jihadnya masing-masing. Dalam hadis juga disebutkan sebagai berikut:

 

حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا مِسْعَرٌ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Artinya: ”Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Mis’ar dari Habib bin Abi Tsabit dari Abul Abbas dari Abdullah bin Amr dia berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ meminta izin untuk turut ikut dalam jihad, maka beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup.” Maka laki-laki itu pun menjawab, “Ia.” Beliau bersabda, “Maka bersungguh-sungguhlah berbakti kepada keduanya”. (HR. Ahmad).

Pada hadis di atas bahwa hukum jihad tidaklah selamanya wajib menggunakan senjata. Dalam hadis lain disebutkan juga bahwa:

 

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ صَخْرٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَال

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ جَاءَ مَسْجِدِي هَذَا لَمْ يَأْتِهِ إِلَّا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِه

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma’il dari Humaid bin Shakhr dari Al Maqburi dari Abu Hurairah ia berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa mendatangi masjidku ini, ia tidak datang kecuali karena sesuatu yang ia pelajari atau ia ajarkan, maka ia seperti seorang mujahid fi sabillilah. Dan barang siapa mendatanginya untuk selain itu, maka ia seperti seseorang yang melihat barang milik orang lain.” (HR. Ibnu Majah).

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pernah ditanya mengenai menuntut ilmu dan jihad, yang kemudian beliau menjawab, “Jika ada perintah untuk berjihad di jalan Allah dan jihad tersebut merupakan semulia-mulianya amalan, namun tetap menuntut ilmu harus ada. Bahkan menuntut ilmu lebih didahulukan daripada jihad.”

Dilihat dari aspek hukum, memang jihad dan menuntut ilmu sama-sama mempunyai hukum wajib, namun keduanya memiliki perbedaan yaitu jihad mempunyai hukum wajib kifayah artinya jika sudah ada yang berjihad (berperang) maka hilanglah hukum wajib tersebut pada muslim lainnya, sedangkan menuntut ilmu mempunyai hukum fardu (wajib) ‘ain yang mana hukum wajib tersebut tetap menempel pada setiap kaum muslimin meskipun muslim lainnya sudah menuntut ilmu.

Menuntut ilmu memiliki arti ikhtiar atau sebuah usaha dalam mempelajari sebuah ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat dengan tujuan agar ilmu tersebut dapat bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Hal ini relevan jika kita berpikir secara rasional, karena pada dasarnya setiap apa yang ada di bumi ini terdapat ilmunya masing-masing.

Bahkan dalam berperang pun kita harus menguasai berbagai ilmu, seperti taktik dalam berperang, cara menggunakan senjata dan lain-lain.

Pada surat Al-‘Alaq ayat pertama yang merupakan wahyu pertama Nabi Muhammad di dalamnya nabi diperintah untuk membaca yang mana seperti yang kita ketahui bahwa membaca adalah kunci pertama kita untuk memperoleh suatu ilmu.

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu, banyak sekali ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa orang yang tinggi akan ilmu memiliki posisi yang tinggi serta mulia. Lebih dari 780 kali, kata ‘ilm disebutkan di dalam Al-Qur’an, hal ini bermakna sesungguhnya agama Islam sangat menaruh perhatian yang besar dengan segala sesuatu yang berkorelasi dengan ‘ilm, sampai-sampai ilmu menjadi ciri substansial dari agama Islam.

Mahadi Ghulsyani berpendapat, penekanan terhadap masalah ilmu (sains) menjadi hal yang membuat Islam berbeda dari agama lainnya. Islam memposisikan anak Adam yang berilmu pada derajat yang tinggi.

Penulis: Muhammad Da’i Muhtar
Mahasiswa Ilmu Hadis UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI