Ketidaksesuaian Cyber Bullying dengan Pancasila

Kita saat ini hidup di zaman dimana teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Banyak aktivitas manusia yang dimudahkan berkat kemajuan teknologi ini. Salah satunya adalah kemudahan dalam berkomunikasi.

Zaman dahulu  manusia hanya bisa berkomunikasi secara langsung. Namun, saat ini manusia tidak harus berkomunikasi secara face to face. Selain telepon, saat ini telah ada media untuk berkomunikasi yang disebut dengan media sosial. Media sosial adalah sebuah media yang digunakan untuk bersosialisasi secara online.

Terdapat banyak sekali media sosial yang berkembang saat ini, misalnya: Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan lain-lain. Masyarakat dapat memilih untuk menggunakan media sosial yang mereka mau.

Bacaan Lainnya

Penggunaan media sosial tidak hanya oleh orang dewasa saja, melainkan saat ini media sosial digunakan oleh segala usia. Mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek mempunyai media sosial tempat mereka berbagi cerita, memperoleh informasi, berkomunikasi dan melakukan hal-hal lainnya.

Sayangnya, tidak semua pengguna media sosial mengerti etika dan adab dalam bermedia sosial. Banyak sekali pengguna media sosial yang melakukan bullying atau perundungan di media sosial. Bullying tersebut ditujukan kepada orang lain yang entah orang lain itu adalah selebriti, pejabat ataupun orang biasa.

Hal ini terdengar semakin miris ketika pelaku pem-bully-an menggunakan akun palsu untuk melakukan bully tersebut. Bullying di media sosial (online) disebut cyber-bullying.

Seringkali para pem-bully melontarkan kata-kata yang berupa penghinaan, ancaman ataupun penindasan. Terlepas dari sengaja atau tidak, bully tetap tidak dibenarkan. Kata-kata yang mereka unggah ke media sosial dapat melukai atau menyakiti pihak lain.

Pem-bully tidak terlalu peduli dan memikirkan dampak dari apa yang mereka tulis atau katakan di media sosial. Korban bully dapat mengalami malu, depresi, dan merasa sakit hati atas apa yang pem-bully katakan.

Hal ini tentu tidak baik untuk kesehatan psikologis korban bully. Bahkan ada beberapa orang yang sampai ingin bunuh diri ketika mendapatkan bully yang bertubi-tubi dari warga net. Korban bully biasanya merupakan orang yang cukup terkenal di media sosial.

Mereka yang terkenal di media sosial tentu memiliki banyak orang yang tidak suka kepadanya (haters) sehingga mereka biasanya memperoleh bully lebih banyak.

Belum lama ini terdapat kasus yang menghebohkan seluruh Indonesia. Menurut berita di detik.com, “Dugaan kekerasan yang dialami A bermula dari cekcok akibat saling ejek antara A dengan siswi SMA di medsos. Salah satu pelajar berinisial Ec alias NNA (17) mengakui perkelahian dimulai dari dirinya dengan A karena kekesalannya terhadap korban yang sering mem-bully dirinya di medsos.”

Dari kasus ini dapat terlihat betapa bahayanya kasus cyber-bullying. Kasus bully di media sosial dapat berlanjut di kehidupan nyata. Oleh karena itu, kita harus menggunakan media sosial secara bijak dan cerdas.

Kita harus memikirkan apa yang kita tuliskan atau katakan di media sosial. Mulutumu harimaumu. Peribahasa tersebut sangat benar adanya.

Saat ini pelaku pembullyan atau penghinaan di media sosial dapat dijerat hukuman karena telah ada peraturan yang mengatur tentang hal tersebut.

Peraturan tersebut adalah  UU ITE. Pasal 29 UU ITE telah memuat ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi “ancaman” atau upaya menakut-nakuti”.  Yakni setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu adalah hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3).

Cyber-bullying ini tidak sesuai dengan sila ke 2 pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Pembullyan merupakan tingkah laku yang tidak beradab karena memberi kata-kata yang tidak baik kepada orang lain menunjukkan bahwa kita tidak punya adab dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.

Orang yang beradab tentu akan memikirkan segala kata-kata yang ia ucapkan, apakah akan menyakiti orang lain atau tidak.

Pembullyan merupakan sikap yang tidak memanusiakan manusia. Sebagai sesama manusia seharusnya kita saling menghormati dan menghargai bukan malah saling menjelek-jelekkan satu sama lain.

Inilah pentingnya menerapkan pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur yang dapat menjadi filter terhadap arus negatif kemajuan teknologi saat ini. Jika kita menerapkan pancasila sebagai pandangan hidup, niscaya akan tercipta kehidupan yang baik dan membawa kita untuk mencapai tujuan bangsa.

Aviani Ramadhanti P.
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Baca juga:
Hoax dan Media Sosial
Tawarkan Banyak Kemudahan, Gadget dan Media Sosial Juga Bisa Jadi Racun Bagi Generasi Muda
Audrey dan Alarm Darurat Bullying di Kalangan Remaja

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI