Korelasi Antara Pelecehan Seksual dan Stereotip pada Masyarakat: Benarkah Hal ini Berpengaruh?

Korelasi Antara Pelecehan Seksual Dan Stereotip Pada Masyarakat
Sumber: Penulis

Ditengah banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi, Sadarkah kalian bahwa masyarakat di Indonesia masih sering kali memberikan pemakluman atau mewajarkan aksi pelecehan seksual?

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana tanggapan masyarakat pada kasus pemerkosaan dan pelecehan yang sering terjadi baik yang terekspos di masyarakat dan yang tidak.

Jika kalian memperhatikan lebih lanjut, kalian akan menemukan banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang ada di masyarakat tentang respon terhadap kasus pelecehan seksual, mulai dari pembenaran terhadap kasus pelecehan secara verbal maupun non verbal, atau bahkan komentar jahat yang tidak berperasaan terhadap korban kasus pelecehan seksual yang terekspos.

Bacaan Lainnya

Nah, jika kalian menyadari, hal-hal seperti ini memang masih banyak dialami oleh para korban pelecehan seksual. Dimana para pelaku dilindungi oleh kalimat seperti “bercanda doang”, “serius amat”, “namanya juga laki-laki”, “biasa itu mah”, dan lain sebagainya, tanpa menyadari hal ini sudah secara langsung memberikan dukungan terhadap pelaku pelecehan seksual untuk bertindak lebih lanjut dengan adanya pemakluman dari masyarakat.

Sementara, korban akan disudutkan dengan kalimat seperti “Makanya pakai baju yang tertutup!”, “Salah siapa keluar malem”, “Gitu aja baper”Sengaja itu mah, orangnya juga suka” dan masih banyak kalimat lain yang sering diterima oleh para korban pelecehan seksual. Hal ini sangat tidak berperasaan bukan?

Hal seperti ini sebenarnya dipengaruhi oleh banyak aspek seperti kekentalan patriarki, masih di wajarkannya tindakan misogini, dan diskriminasi terhadap perempuan. Tetapi selain itu ada satu aspek lain yang sebenarnya sangat berpengaruh pada tindakan kasus pelecehan seksual tapi belum disadari yaitu stereotip pada masyarakat.

Untuk melihat kasus ini, mari berkaca pada masyarakat di sekeliling kita. Apakah kalian masih sering mendengar gosip tentang seorang perempuan yang di cap buruk karena pulang larut malam? Atau karena memiliki cara berpakaian yang dianggap terbuka? Bagi saya pribadi, hal tersebut masih sering saya dengar.

Hal ini adalah stereotip yang melekat kepada para perempuan sebagai hadiah yang diberikan oleh masyarakat jika si perempuan tidak berhasil memenuhi semua kriteria yang ditetapkan masyarakat.

Secara tidak langsung, mungkin kita tidak menyadari konsekuensi dari hal ini, tapi tanpa disangka ini adalah akar dari banyaknya kasus pemerkosaan di indonesia, jadi mari melihat bagaimana stereotip ini dapat menghancurkan hidup seseorang.

Perlu diketahui bahwa penilaian-penilaian yang diberikan masyarakat terkait dengan perempuan adalah stereotip, hal itu menentukan pandangan dari lingkungan sosial si perempuan. Bagaimana dia akan diperlakukan oleh masyarakat dan bagaimana dia bersosialisasi pada masyarakat ditentukan oleh pandangan ini.

Stereotip buruk yang melekat tentu saja akan merugikan korbannya. Mulai dari hal kecil seperti obrolan di belakang korban dan berkembangnya berita hoax tentang si korban, itu saja sudah merugikan korban secara tidak langsung tapi belum cukup sampai disitu, stereotip ini bisa berlanjut ke dalam tahap yang lebih serius seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan.

Bagaimana itu bisa terjadi?
Seperti ini, Saya akan jabarkan dengan studi kasus yang sering terjadi pada masyarakat.

Jika ada seorang perempuan yang dicap buruk oleh masyarakat, hal tersebut mempengaruhi pandangan orang lain terhadap dia, mulai dari bagaimana dia akan berinteraksi dengan orang lain dan bagaimana dia akan diperlakukan. Stereotip buruk seolah memberikan pembenaran bagi pelaku kejahatan seksual untuk melancarkan aksinya.

Dengan berbekal pikiran berupa “Dia perempuan nakal jadi wajar dong kalau di apa-apain, paling juga suka.” hal tersebut memberikan pemakluman untuk berlaku kurang ajar terhadap korban dan seakan menjadi alasan untuk berlaku seperti itu, hal ini tentu saja salah tetapi masyarakat bisa saja berpikir hal ini memang benar.

(Sumber: Penulis)

Komentar diatas adalah salah satu contohnya, dimana pelaku tetap diberikan pembelaan dengan berbagai dalih bercanda, kemudian hal ini juga seolah menjadi pembenaran bagi perbuatan korban.

Masyarakat di indonesia harus berhenti memaklumi tingkah buruk seorang laki-laki hanya karena dia laki-laki yang dianggap jauh lebih superior ketimbang perempuan.

Sadarilah, bahwa mengedukasi satu perempuan akan melindungi dirinya sendiri akan tetapi mengedukasi satu laki-laki akan melindungi banyak perempuan diluar sana dan memberikan pembelaan jika seorang laki-laki melakukan pelecehan seksual hanya membukakan pintu lain untuk dia berlaku seperti itu dikemudian hari.

Hal ini yang membuat kita jauh lebih sulit atau bahkan mundur satu langkah dalam mencapai kesetaraan gender, hal ini tentu saja miris! Berapa banyak perempuan diluar sana yang menjadi korban hal ini?

Menjadi korban stereotip masyarakat yang menghancurkan hidupnya, bahkan sampai akhir pun tidak jarang bahwa korban akan dipaksa menikah dengan pelaku karena stereotip bahwa perempuan yang sudah kotor tidak lagi pantas untuk siapapun dan hanya pelaku yang dapat bertanggung jawab.

Hal ini tentu saja dilakukan dengan semena-mena tanpa memikirkan perasaan korban dan secara langsung menghancurkan kehidupannya. Terkadang sanksi yang didapatkan pelaku tidak sepadan dengan apa yang sudah dialami oleh korban, satu lagi fakta miris yang merugikan perempuan.

Setelah menyadari bahwa tindakan pemakluman masyarakat dapat menghancurkan hidup seseorang, apakah kita masih mau melakukan hal itu? apakah tidak ada keinginan untuk merubah hal ini sebelum lebih banyak korban? Kesadaran satu orang akan sangat membantu kelangsungan hidup orang lain, dalam hal ini diharapkan kita menjadi salah satunya yang berpartisipasi atas hal itu.

 

Penulis: Amelia Santika
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya

Editor: I. Chairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI