Meningkatkan Kelas UMKM dengan Penerapan Manajemen Risiko sebagai Upaya Pemulihan Perekonomian Indonesia

UMKM
Sumber: pixabay.com

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu pihak yang memberikan banyak kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Menurut data dari Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM), jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 65,5 juta atau sebesar 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia.

UMKM berkontribusi sekitar 61,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau senilai Rp 9.580 triliun. Selain itu, UMKM juga memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari total keseluruhan tenaga kerja di Indonesia.

Itu artinya, UMKM juga memiliki peranan penting dalam membantu Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran.

Bacaan Lainnya

Dari banyaknya UMKM di Indonesia, sayangnya hanya sedikit UMKM yang bisa naik kelas. UMKM dapat dikatakan naik kelas apabila pelaku usaha berhasil menumbuhkembangkan aspek-aspek kegiatan seperti produksi, pemasaran, pembiayaan dan SDM dalam usaha yang dijalankannya.

Sedikitnya angka UMKM yang bisa naik kelas, disebabkan karena tidak adanya keinginan dari pelaku UMKM untuk naik kelas dan merasa cukup dengan apa yang sudah dicapai.

Padahal, pengembangan UMKM merupakan hal yang sangat penting untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah mengambil kebijakan untuk terus mendorong para UMKM agar dapat mengembangkan usahanya dan bisa naik kelas dari kecil, menengah, hingga menjadi besar.

Agar dapat mengembangkan usahanya, UMKM harus memiliki tujuan yang perlu dicapai. Namun, pasti selalu ada kendala yang dapat menghambat untuk mencapai tujuan tersebut. Kendala yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang dapat disebut sebagai risiko.

Menurut Seomarno, risiko adalah suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi. Dalam dunia usaha, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang mungkin terjadi dan mengancam pencapaian tujuan dari sebuah usaha.

Risiko yang timbul jika tidak dicegah dan ditangani dengan tepat maka akan berdampak fatal pada pencapaian tujuan dan keberlangsungan usaha. Oleh karena itu, diperlukan penerapan manajemen risiko bagi setiap bentuk usaha termasuk UMKM.

Menurut Herman Darmawi, manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Manajemen risiko sangat penting untuk diterapkan karena dapat meminimalisir dampak negatif yang timbul akibat risiko dan memaksimalkan peluang yang ada.

Dengan menerapkan manajemen risiko pada UMKM, maka pelaku UMKM bisa menjalankan usahanya dengan lebih efektif dan efisien sehingga bisa berfokus pada pengembangan usahanya.

Langkah-langkah umum yang biasanya dilakukan dalam proses manajemen risiko yaitu berupa identifikasi risiko, analisis risiko, penilaian risiko, penanganan risiko dan pemantauan risiko.

Sebelum menerapkan manajemen risiko, pelaku UMKM harus mengetahui apa dan bagaimana proses penerapan manajemen risiko yang baik. Tujuannya agar penerapan manajemen risiko yang dilakukan dapat berjalan maksimal.

Dalam prakteknya, proses penerapan manajemen risiko pada suatu usaha bisa saja sama atau berbeda dengan usaha yang lain. Perbedaan yang terlihat jelas dalam penerapan manajemen risiko UMKM dan perusahaan besar terletak pada risiko yang dihadapinya.

Risiko yang dihadapi UMKM mungkin lebih sederhana dibandingkan dengan risiko yang dihadapi oleh perusahaan besar.

Namun tetap saja apapun itu bentuk risiko harus dicegah dan ditangani dengan baik agar tidak merugikan dan mengganggu keberlangsungan usaha. Pelaksanaan manajemen risiko pada UMKM bisa diawali dengan tahap identifikasi risiko.

Identifikasi risiko adalah suatu langkah awal pada manajemen risiko yang kegiatannya menemukan atau mengetahui risiko yang mungkin terjadi pada usaha yang dijalankan.

Pelaku UMKM seharusnya mengetahui apa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana risiko dapat terjadi sejak awal membuka usaha. Jenis risiko yang dihadapi oleh masing-masing pelaku UMKM tentunya berbeda, tergantung dengan jenis usaha yang dijalankan.

Misalnya risiko yang akan dihadapi oleh usaha makanan tentu saja berbeda dengan risiko yang akan dihadapi oleh usaha kerajinan. Oleh karenanya pelaku usaha harus bisa mengidentifikasi risiko dengan tepat menggunakan teknik identifikasi yang tepat pula. Tahap kedua dalam manajemen risiko adalah menyusun daftar risiko dan melakukan analisis risiko.

Analisis risiko adalah kegiatan penilaian terhadap risiko yang telah diidentifikasi dengan melakukan estimasi kemungkinan munculnya dan besarnya dampak yang ditimbulkan dari masing-masing risiko untuk mengetahui level atau status risikonya.

Level atau status risiko didapatkan dari tingkat kemungkinan terjadi dan tingkat keparahan dari risiko tersebut. Tingkat kemungkinan terjadi biasanya dikategorikan menjadi 5 tingkatan yaitu sangat jarang, jarang, moderat, sering dan sangat sering.

Sedangkan tingkat keparahan juga dikategorikan menjadi 5 tingkatan yaitu sangat kecil, kecil, menengah, besar dan sangat besar.

Setelah mengetahui tingkat kemungkinan terjadi dan tingkat keparahan dari masing-masing risiko, baru bisa diketahui level risiko apakah termasuk ke level tinggi, sedang atau rendah.

Tahap ketiga setelah melakukan pengukuran risiko adalah melakukan penanganan risiko. Penanganan risiko adalah kegiatan berupa perencanaan atas mitigasi risiko berdasarkan skala prioritas.

Skala prioritas penanganan risiko dapat diketahui dari level masing-masing risiko yang sebelumnya sudah diukur. Perencanaan mitigasi risiko ini bertujuan agar penanganan risiko dapat diterapkan secara efektif dan efisien.

Beberapa opsi penanganan risiko yang dapat diambil adalah menghindari risiko, mengurangi dampak atau kemungkinan terjadinya risiko, mentransfer risiko dan menerima risiko.

Opsi penanganan risiko dapat disesuaikan pada masing-masing risiko, karena di setiap risiko tentunya membutuhkan penanganan yang berbeda-beda.

Tahap terakhir dalam proses manajemen risiko yaitu komunikasi dan monitoring. Komunikasi disini maksudnya adalah menyampaikan seluruh rangkaian manajemen risiko pada setiap jajaran yang ada, agar bisa dipahami dan diimplementasikan.

Meskipun sumber daya manusia yang ada di UMKM biasanya tidak terlalu banyak, tetapi tetap harus dipastikan bahwa semua pihak memahami terkait penerapan manajemen risiko. Kemudian monitoring juga penting dilakukan oleh pelaku UMKM untuk memastikan baUpayahwa manajemen risiko sudah diimplementasikan sesuai dengan yang direncanakan.

Monitoring juga bermanfaat untuk proses evaluasi. Dari kegiatan monitoring yang dijalankan, bisa diketahui apa yang perlu diperbaiki dari proses manajemen risiko yang telah dijalankan. Beberapa tahapan manajemen risiko yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan yang menyebabkan UMKM sulit untuk naik kelas.

Beberapa kendala yang dihadapi oleh UMKM sehingga sulit untuk naik kelas adalah belum banyak memanfaatkan teknologi digital terutama dalam kegiatan pemasaran, akses pembiayaan modal usaha, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Tiga permasalahan tersebut merupakan sebuah risiko pada UMKM yang harus dihadapi dan ditangani dengan baik. Oleh karena itu pelaku UMKM membutuhkan manajemen risiko agar dapat mengetahui langkah apa yang harus diambil dalam penanganan risiko, sehingga UMKM tersebut bisa berkembang dan naik kelas.

 

Penulis: Nike Kurniawati
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Semarang

 

Editor: I. Chairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI