“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada . Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S An-Nur: 22)
Dalam Islam, mendidik dan mencerahkan diri termasuk persoalan yang utama. Manusia pertama kali harus menyelesaikan persoalan dalam dirinya, sebelum memandang dan menyelesaikan persoalan di luar dirinya. Jika salah dalam mengelola dan mendidik diri kita, maka dalam memandang dan menyelesaikan di luar diri kita juga akan salah. Mengelola batin agar bersih, lurus, dan selalu tercerah menjadi kewajiban kita.
Segala emosi dan perasaan yang kotor atau tidak baik harus dibersihkan dari dalam diri kita. Batin kita pun terus dibersihkan. Segala prasangka yang tidak baik ataupun emosi negatif terhadap diri kita dan orang lain harus benar-benar bersih dari diri kita. Kita Sering kali melihat hal-hal tidak sebagaimana adanya, namun kita melihat hal tersebut sebagaimana keadaan kita. Jika kita melihat dalam diri kita secara positif, maka hasilnya pun menjadi positif begitu pun sebaliknya. Oleh sebab itu keadaan dalam diri haruslah diperbaiki.
Baca Juga: Meningkatkan Eksistensi dan Toleransi Budaya Melalui Media Sosial
Emosi yang negatif akan menghinggapi dan terus masuk dalam diri kita, jika kita terus membiarkannya. Akhirnya, kita sulit untuk memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh diri sendiri maupun orang lain. Kita selalu menilai salah dan sulit dimaafkan, demikian pula terhadap orang lain yang berbuat salah dan sulit dimaafkan. Kita selalu menilai bahwa diri kita tersakiti, tertekan bahkan tersiksa, sehingga tidak mendapatkan rasa bahagia disebabkan oleh faktor yang terletak pada keadaan atau sesuatu tersebut. Padahal yang terjadi tidaklah demikian. Ada yang salah ketika kita menilai keadaan atau sesuatu tersebut. Jika kita menilainya dari sisi positif maka kita akan terbebaskan dari sakit hati serta tekanan jiwa.
Oleh sebab itu, ketika kita melakukan kesalahan dan kehidupan kita menjadi tertekan serta selalu merasa bersalah karna kesalahan tersebut, maka memaafkan kesalahan tersebut menjadi sebuah kebutuhan. Memaafkan di sini adalah mengganti penilaian yang negatif menjadi positif dan mengganti sikap kebencian menjadi sikap kasih sayang. Dengan begitu. Kita akan melupakan dan melepaskan kesalahan tersebut. Jiwa kita pun akan terbebas dari tekanan batin. Akhirnya, kebahagiaan pun dapat kita nikmati.
Baca Juga: Al-Quran sebagai Sumber Obat (Syifa) bagi Makhluk Ciptaan-Nya
Demikian pula jika orang lain melakukan kesalahan, maka memaafkan menjadi kebutuhan kita, karena rasa benci, sakit hati, amarah, bahkan dendam menjadi perasaan yang selalu menghantui dan akan berakibat pada diri kita sendiri. Rasa bahagia yang seharusnya kita rengkuh menjadi tersingkir. Energi yang seharusnya kita fokuskan untuk hal baik menjadi tersita karena perasaan sakit hati.
Pada masa sekarang memaafkan menjadi sebuah kebutuhan juga keharusan. Dengan memaafkan, maka kita telah membebaskan diri kita dari hal-hal negatif. Rasa bahagia yang sebelumnya menjauh, pastilah akan menghampiri dan menjadi bagian dari diri kita. Bebas dari sakit hati dan emosi negatif akan menumpahkan energi yang luar biasa bagi kita untuk fokus melakukan hal terbaik dalam kehidupan ini serta dalam kerangka beribadah kepada Allah SWT.
Inilah kekuatan memaafkan yang membebaskan. Kekuatan ini hanya dimiliki oleh pribadi yang kuat bukan pribadi yang lemah. Sebab itu, sikap memaafkan akan menjadi spirit bagi hidup kita. Sifat ini menunjukkan kualitas seorang yang beriman, seorang muslim yang menghayati nilai-nilai agamanya. Inilah yang kemudian diharapkan dari setiap aktivitas dalam hidup ini agar dapat dibawa ke ranah yang jauh lebih baik yaitu ranah beribadah kepada Allah. Dan sikap inilah yang akan mewarnai kehidupan kita. Kualitas ini juga yang akan mengantarkan kita kepada harapan, yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bukankah hal itu yang kita harapkan?
Baca Juga: Menghilangkan Rasa Malas Pada Diri Kita
Berbagai manfaat mengagumkan dibalik sikap pemaaf pun akan kita dapatkan, di antaranya:
- Memaafkan sebagai sarana untuk mendapat ampunan dan surga Allah;
- Mengantarkan seseorang menuju kemuliaan;
- Sebagai spirit, kesuksesan, dan kebahagiaan hidup;
- Memaafkan untuk kesehatan (Forgiveness Therapy);
- Dan sebagai kunci seorang yang bijaksana.
Sumber : Indahnya memaafkan, Ihab bin Fathi ‘Asyur
Khoyri Auliya Nur Hidayat
Mahasiswa STEI SEBI
Editor: Diana Pratiwi