Mempererat Persaudaraan di Tanah Rantau

Sebagai Mahasiswa yang kini sedang melanjutkan pendidikan di tanah rantau, persaudaraan harus tetap dijaga. Ada banyak hal yang dapat kita petik dari sana, salah satunya, menjadi mahasiswa yang tetap berdiri dan berpegang pada nilai-nilai yang kita bawa. Nilai-nilai tersebut merupakan representasi dari latar belakang yang ada di tanah rantau. Di sana kita dibentuk pada nilai-nilai tersebut. Tentu sebagai mahasiswa yang sedang meniti pendidikan di tanah rantau (Malang), kita harus mampu beradaptasi pada lingkungan yang ditempati. Pola penyesuaian dengan lingkungan dimana kita berada, merupakan suatu cara dan sikap yang baik demi menunjang keperibadian kita di tanah rantau. Ini merupakan cara awal bagi setiap orang (mahasiswa) untuk mengenal lingkungan yang sekarang ditempati.

Tanpa melalui pola semacam itu, mahasiswa tidak akan mampu menemukan nilai-nilai baru. Karena keperibadian setiap orang, akan dibentuk melalui pola penyesuaian dengan lingkungan masyarakat yang ada. Di situlah, nilai-nilai yang kita bawa dari sana (kampung), harus bisa kita sesuaikan dengan nilai-nilai dimana kita menempatkan diri. Bukan berarti, penyesuaian pada nilai-nilai yang kita temui di tanah rantau, harus kita serap seutuhnya. Bukan pula, nilai-nilai yang kita bawa, malah kita lupakan dan tidak kita kembangkan. Itulah mengapa saya katakan di awal tadi, pola penyesuaian diri merupakan bentuk dari cara kita mengenal nilai yang satu dengan nilai yang lainnya. Kita harus menjadi mahasiswa yang mampu bergelut dalam pola penyesuaian semacam itu. Karena hanya melalui itu, kita mampu mengenal siapa kita dan bagaimana lingkungan membentuk diri kita.

Ketika baru pertama kali kita berada di tanah rantau, ada semacam alienasi diri dengan lingkungan dimana kita berada. Kita barangkali membangun persepsi, bahwa nilai yang kita temui, berseberang dengan pola hidup masyarakat kita di sana. Dan kita menjadi asing dengan lingkungan tersebut, karena ada semacam pola hidup yang berbeda. Di sana kita sebagai mahasiswa dituntut dan harus melakukan cara pendekatan yang mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Pendekatan tersebut harus dimulai dari kesadaran kita untuk selalu terbuka pada hal-hal baru. Membuka diri dalam arti, kita mampu menerima setiap hal baru yang kita temui sebagai pelajaran yang dapat membentuk keperibadian kita. Dengan begitu, pola penyesuaian di tengah lingkungan yang berbeda akan membuat kita memahami nilai-nilai yanga ada ditempat itu. Sekaligus mampu menerima dengan tidak menghilangkan nilai-nilai asli yang kita miliki.

Bacaan Lainnya

Tanggungjawab Kita

Jika diawal kita disuguhkan dengan bahasan tentang pola penyesuaian diri dengan lingkungan, di bahasan ini kita mesti menyadari tanggungjawab kita sebagai mahasiswa di tanah perantauan. Untuk memahami tanggungjawab tersebut, pertanyaan mendasar yang mesti kita jawab, ialah, apakah kita mampu menyelesaikan tanggungjawab yang sudah dititipkan kepada kita. Inilah pertanyaan mendasar yang harus kita refleksikan bersama. Pertanyaan ini sekaligus menyadarkan pemahaman kita pada tanggungjawab tersebut. Di situlah poin utama yang mesti kita sadar dan paham, bahwa sebelum kita beranjak lebih jauh untuk melaksanakan tanggungjawab, kita mesti menyadari dan membuka diri seluas-luasnya pada pemahaman kita akan tanggungjawab yang melekat pada diri kita sebagai mahasiswa. Sehingga tidak hanya bagaimana kita melaksanakan tanggungjawab, tetapi bagaimana dan sejauh mana kita memahami tanggungjawab.

Untuk itu, sebagai mahasiswa, kita semestinya sadar akan tanggungjawab besar yang sedang kita jalankan saat ini. Mengupayakan sebuah tanggungjawab melalui pergumulan kita dengan berbagai situasi dan kondisi di tanah perantauan, merupakan upaya yang harus kita selesaikan. Tugas tersebut harus menjadi dasar sekaligus titik pijak dalam menyelesaikan semua yang dibebankan kepada kita. Di titik inilah, kita harus sadar sekaligus mampu memahami apa tugas sekaligus tanggungjawab itu. Bukan berarti tanggungjawab yang sedang kita jalankan, kita lepaskan begitu saja. Barangkali sikap demikian merupakan sikap yang tidak boleh kita lakukan, karena akan berdampak buruk dikemudian hari. Menyelesaikan tanggungjawab berarti kita harus melakukan segala daya upaya, mendobrak dengan semangat untuk menyelesaikan titik akhir.

Di tanah perantauan seperti ini, kita dituntut untuk menyelesaikan beban perkulihaan. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan, butuh usaha untuk kita capai. Tanpa usaha dan tanpa diperbentur dengan berbagai macam proses, kita sulit untuk mencapai titik akhir. Kita akan kehilangan setiap kesempatan, manakala tidak kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu, rasa persaudaraan kita di tanah rantau, harus tetap kita kembangkan. Kita telah bersama-sama membentuk wadah yang dapat membangun persaudaraan tersebut. Dalam bingkai kekeluargaan semestinya kita berpijak, menanamkan nilai-nilai kebaikan, meneruskan virus kebaikan merupakan bagian terkecil dari kita dalam mengembangkan semangat kekeluargaan di tanah perantauan. Hingga di akhir nantinya, kita dapat meraih suatu kebangaan yang sedang kita harapkan. Lalu pulang membawa sumbu yang menerangi mereka yang berada disana. Itulah hal besar dan harapan besar mereka. Semoga.

Patrisius Eduardus Kurniawan Jenila
Mahasiswa Universitas Merdeka Malang

Bca juga:
Perjalanan Menggapai Bintang
Dilema Bagi Pendidikan Kita
Merawat Demokrasi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI