Menyikapi Peningkatan Utang Luar Negeri Indonesia dan Faktor-Faktor di Baliknya

utang luar negeri

Di Indonesia, beberapa faktor berkontribusi terhadap peningkatan utang luar negeri negara yang berkelanjutan, antara lain strategi defisit anggaran, kurangnya analisis mendalam tentang total anggaran yang harus dikeluarkan di masa mendatang, serta hambatan tak terduga dalam proses pembayaran, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menerima pinjaman dari luar negeri.

Indonesia tidak pernah lepas dari utang luar negeri. Bahkan pada tahun 1949, ketika Belanda baru saja mengakui kedaulatan Indonesia, Indonesia berutang kepada Belanda sebesar lebih dari 1 miliar dollar Amerika Serikat.

Sepanjang sejarah Indonesia, jumlah utang dan presentasenya terhadap produk domestik bruto bervariasi, kemudian memuncak pada masa krisis moneter Orde Baru dan mulai mengalami penurunan saat perekonomian Indonesia memasuki Era Reformasi.

Bacaan Lainnya

Saat ini, utang pemerintah telah mencapai 6.418 triliun rupiah pada Desember 2021, dengan rasio 40,49 persen terhadap PDB, dan kemungkinan akan terus meningkat pada 2022.

Perbedaan pandangan dan pendapat dapat ditemukan dalam penjelasan pengertian utang luar negeri dan hubungannya dengan Indonesia.

Menurut pihak pro-pemerintah, fenomena meningkatnya utang luar negeri Indonesia tidak perlu dikhawatirkan. Alasan mendasar tersebut berasal dari mengapa suatu negara tidak dapat menghindarkan diri dari utang.

Utang sudah menjadi salah satu syarat sebuah negara untuk “ada” dan terhubung dalam dunia internasional yang semakin kehilangan batas-batas globalnya. Bahkan ketika kita melihat negara-negara besar yang mendominasi ekonomi global, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, kita dapat mengetahui bahwa mereka juga memiliki tingkat utang tertinggi di dunia.

Jadi, bagaimana mereka mempertahankan dominasi mereka di dunia internasional? Jawabannya sederhana: Mereka memiliki kemampuan mengelola utang yang mereka miliki, bersama dengan aset yang mereka miliki, yang memungkinkan mereka untuk “bertahan” dan bahkan mendominasi ekonomi global. Indonesia kini menjadi negara dengan perekonomian terbesar dunia, bahkan masuk ke dalam 20 negara dengan tingkat perekonomian terbesar, sehingga tidak mengejutkan apabila Indonesia memiliki utang luar negeri yang tinggi.

Selain itu, Indonesia, seperti negara-negara lain, sering berhutang dalam menyusun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) untuk menutupi defisit dan mendukung pengeluaran nasional. Menurut Kementerian Keuangan, utang saat ini merupakan hasil pengeluaran pemerintah yang melebihi penerimaan negara.

Namun, utang tersebut tidak menjadi suatu kekhawatiran karena pengeluaran pemerintah bersifat produktif dan konstruktif, seperti pembangunan infrastruktur, yang hasilnya akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan nilai utang yang digunakan untuk membangun infrastruktur, meski harus dilunasi dalam jangka waktu yang relatif lama.

Kementerian Keuangan juga menyatakan bahwa Indonesia tidak akan pernah bebas dari utang, dan hal tersebut tidak menjadi masalah karena utang dapat digunakan untuk mencegah hilangnya potensi ekonomi dengan melakukan mekanisme kompensasi atau pemenuhan terhadap kekurangan dana dalam belanja negara yang tidak dapat ditunda, seperti pembangunan fasilitas kesehatan selama masa pandemi COVID-19.

Selanjutnya, utang digunakan untuk menawarkan warisan aset, yang menyiratkan bahwa ketika utang terutama digunakan untuk mendukung pengeluaran negara yang produktif, utang juga dapat dilihat sebagai investasi yang akan menguntungkan generasi mendatang.

Utang juga digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yang berimplikasi bahwa utang yang digunakan untuk membiayai infrastruktur seperti jalan tol dan jembatan yang menjadi prioritas pemerintah akan menggerakkan perekonomian setelah infrastruktur selesai dibangun. Yang paling penting, utang dapat digunakan untuk membangun pasar keuangan, yang berarti bahwa instrumen utang pemerintah yang dijual di pasar keuangan dapat digunakan untuk mengembangkan sektor keuangan.

Fenomena penumpukan utang luar negeri Indonesia mendapat respon yang positif bagi mereka yang percaya utang luar negeri akan membantu menutupi defisit anggaran negara. Utang dapat dimanfaatkan untuk membantu perekonomian Indonesia. Namun, terdapat tanggapan kritis yang mempertanyakan kemampuan pemerintah menangani utang, yang dinilai dapat menimbulkan inflasi, membebani anggaran negara, dan membuat negara rentan terhadap intervensi asing.

Pertanyaan terpenting adalah bagaimana kita bisa memecahkan permasalahan saat ini dan mengurangi risiko baru yang muncul di masa depan sambil memaksimalkan kekuatan kita dan memperbaiki kekurangan saat ini.

Sebagian dari kelompok oposisi mengakui bahwa pemerintah mungkin telah membuat beberapa rencana darurat untuk melunasi utang luar negeri. Sehingga, sekalipun pemerintah pada akhirnya mampu membayar utang luar negerinya, masyarakat akan menghadapi beban yang cukup besar.

Kompensasi yang perlu dibayar oleh masyarakat dapat berupa tidak menaikkan atau bahkan memotong anggaran upah pegawai negeri, membatasi dukungan keuangan pemerintah pusat ke daerah, atau mengorbankan anggaran negara dalam bidang sosial.

Tentu, hal tersebut sangat merugikan masyarakat. Para kritikus juga mengklaim bahwa korupsi dan struktur birokrasi yang terlalu rumit merupakan elemen yang berkontribusi pada kegagalan strategi pengelolaan utang nasional.

Menanggapi kekhawatiran kelompok oposisi tentang kegagalan pelaksanaan infrastruktur, pemerintah Indonesia saat ini perlu melakukan reformasi kebijakan yang mencakup proses perencanaan dan peninjauan yang lengkap, cermat, dan tidak tergesa-gesa.

Ketika pemerintah berinvestasi di bidang infrastruktur, beberapa faktor harus dipertimbangkan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan terpenuhi, termasuk membangun proyek infrastruktur dengan manfaat yang nyata dan dapat dikalkulasikan, memprioritaskan kerja sama dan efek jaringan dari infrastruktur yang dibangun, melibatkan partisipasi masyarakat untuk mencapai manfaat sosial, dan menyediakan opsi pembiayaan infrastruktur jangka panjang.

Pemerintah juga dapat memperkuat kebijakan utang luar negeri dengan membatasi pinjaman baru, meningkatkan penerimaan pajak, meningkatkan sinergi BUMN, dan mengelola utang seefektif mungkin, yang meliputi debt swap, diplomasi ekonomi, dan optimalisasi pengelolaan utang.

Namun, satu langkah sederhana namun penting yang harus diambil Indonesia untuk mengatasi tantangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan utang luar negeri adalah mereformasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, yang meliputi pembuat undang-undang, otoritas, dan masyarakat umum, karena akan lebih mudah menghadapi kecanggihan budaya dan mentalitas masyarakat dan penguasa Indonesia ketika budaya dan pola pikir negara mengalami kemajuan.

Dengan sumber daya manusia yang optimal, Indonesia dapat menghasilkan inovasi untuk memenuhi kebutuhan negara tanpa menimbulkan utang besar kepada dunia internasional. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, beberapa poin penting harus dibenahi, antara lain pembenahan sistem pendidikan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan, serta pendidikan anti korupsi dan penekanan pada berbagai budaya positif yang telah menjadi identitas bangsa, seperti tepa salira dan gotong royong.

Diharapkan di masa mendatang, Indonesia memiliki masyarakat dan pemerintahan yang maju, berjiwa patriotik, bangga dengan jati diri bangsanya, serta mampu berpikir kreatif, inovatif, dan luas agar mampu bersaing dengan masyarakat global lainnya di era globalisasi ini.

Penulis: Fadilah Dinda Lismayana
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI