Pendalaman Ulum Hadist

pendalaman hadis

Hadis adalah sumber hukum ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber ajaran Islam, satu sama lain tentu tidak bisa dipisahkan.

Al-Qur’an memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global, yang perlu dijelaskan dan diperinci lebih lanjut. Dalam hal ini haditslah yang berfungsi sebagai penjelas dari Al-Qur’an.

Dilihat dari sudut periwayatannya jelas antara Al-Qur’an dan Hadis terdapat perbedaan. Al-Qur’an periwayatannya langsung secara mutawattir sedangkan hadis Sebagian ada yang secara mutawatir juga ada yang secara ahad.

Bacaan Lainnya

Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil menurut tradisi mereka untuk berdusta. Dapat dikatakan dengan hadis mutawatir juga harus memnuhgi kriteria sebagai berikut, Diriwayatkan sejumlah orang banyak, adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad, mustahil untuk bersepakat bohong.

Baca juga: Mengenal Lebih dalam Kutubut Tis’ah Menurut Prespektif Ilmu Hadist

Ulumul Hadis adalah satu ilmu yang penting di dalam islam. Ulum hadis adalah ilmu-ilmu yang membahas tentang hadis-hadis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Di dalam ilmu hadis juga ada cabang-cabang untuk mengetahui adanya sanad dan matan hadis yaitu antara lain Ilmu Rijalul Hadis, Ilmu Jarhi wata’dhil, Ilmu Fannal Mubhamat, Ilmu Tashif Wattahrif, Ilmu Ilalih Hadis, Ilmu Gharibil Hadis, Ilmu Nasakh wal Mansukh, Ilmu Asbabi wurudil Hadis dan lain sebagainya.

Hadis itu sendiri merupakan sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi.

Hadis mempunyai tiga komponen, yang pertama Hadis perkataan yang disebut dengan hadis qouli. Kedua, Hadis perbuatan yang disebut dengan hadis fi’li dan yang ketiga adalah hadis taqriri yakni suatu perbuatan atau perkataan diantara para sahabat yang telah disetujui oleh Nabi.

Hadis ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan ada tiga, yaitu hadis shahih hadis hasan dan hadis dha’if. Hadis shahih adalah hadis yang musttasil (bersambung) sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) dan selamat dari kejanggalan serta cacat (illat).

Baca juga: Pembahasan Mengenai Kritik Sanad Hadist

Macam-macam hadis shahih ada dua yakni shahih lidzati (shahih dengan sendirinya karena telah memenuhi kriteria hadis shahih) dan shahih lighayrih (shahih karena yang lain).

Hadist yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalahkan sebagai hujah atu dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadis dan juga sebagaian ulama ushul fiqh.

Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak mengamalkannya. Hadis shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya daripada hasan lidzatih akan tetapi lebih rendah daripada shahih lidzatih meskipun demikian ketiganay juga dapat dijadikan hujah.

Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke dhabitannya, tidak ada syadz dan tidak ada illat.

Kriteria hadis hasan ini kurang lebih sama dengan kriteria hadis shahih, perbedaannya hanya terletak pada sisi kedua yakni ke dhabitannya. Jika pada hadis shahih kedabitannya harus sempurna sedangkan dalam hadis hasan kurang sedikit ke dhabitannya jika dibandingkan dengan ke dhabitan pada kriteria hadis shahih.

Baca juga: Ilmu Hadis: Pengertian dan Sejarah Perkembangan

Macam-macam hadis hasan juga terbagi menjadi dua yaitu hasan lidzatih dan hasan lighayrih yang pengeriannya hampir sama dengan hadis shahih yang telah dijelaskan diatas.

Hadis dha’if adalah hadis yang tidak memenuhi Sebagian atau semua persyaratan hadis hasan atau hadis shahih misalnya seperti sanad yang tidak bersambung (muttasil), para perawinya tidak adil dan tidak dhabit, terjadi kejanggalan baik dalam sanad maupun matannya (syadz) dan terjadinya cacat (illat) pada sanad dan matan.

Hadis dha’if itu identik atau lebih banyak dikenal dengan hadis maudhu’ (hadis palsu), dalam meriwayatkan hadis dha’if jika tanpa isnad atau sanad maka sebaiknya tidak menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma’lum) yang meyakinkan kebenaran dari Rasulullah akan tetapi cukup dengan menggunakan bentuk pasif (mabni majhul) yang meragukan misalnya “diriwayatkan” dan lain sebagainya.

Berbeda dalam meriwayatkan hadis shahih, harus menggunakan bentuk aktif yang meyakinkan seperti “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda” dan makruh hukumnya juka menggunakan bentuk kata pasif seperti hadis dha’if, kecuali jika hadis dha’if diriwayatkan dengan menyebutkan sanad sebaiknya dengan menggunakan bentuk kata aktif dan meyakinkan Ketika dikonsumsi oleh kalangan ahli ilmu.

Dalam ilmu hadis juga ada acara metode untuk memahami hadis yaitu dengan cara takhrij hadis, Syarah dan juga kritik hadis.

Baca juga: Batasan-Batasan Makna Hadis

Yang pertama ada takhrij hadis, Takhrij hadis adalah mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis tersebut dengan metode periwayatan yang mereka tempuh.

Penguasaan tentang Ilmu Takhrij sangat penting, bahkan merupakan suatu kemestian bagi setiap ilmuan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kesyari‘ahan, khususnya yang menekuni bidang hadits dan Ilmu Hadits.

Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadits di dalam sumber-sumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para ulama yang mengkodifikasi hadits.

Dengan mengetahui hadits tersebut di dalam buku-buku sumbernya yang asli, sekaligus akan mengetahui sanad-sanad-nya, dan hal ini akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam rangka untuk mengetahui status dan kualitasnya.

Tujuan takhrij antara lain untuk mengetahui sumber dari suatu hadis dan mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah hadis itu dapat diterima atau ditolak.

Cara pelaksanaan takhrij hadis itu yang pertama dengan melakukan penelusuran, kita dapat melakukan penelusuran dan juga penukilan hadis melalui laptop ataupun computer dengan menginstal aplikasi maktabah syamilah.

Dalam melakukan takhrij hadis seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang dapat dijadikan pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan takhrij hadis dengan mudah dan mencapai sasaran yang dituju.

Namun juga tidak hanya kitab-kitab saja yang dapat menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan takhrij hadis, dengan kitab-kitab kamus atau mu’jam hadis itu juga dapat membantu untuk proses melakukan takhrij hadis.

Yang kedua, syarah hadis adalah menguraikan atau menjelaskan ucapan, tindakan dan ketetapan Rasulullah SAW sehingga menjadi lebih jelas, baik itu menggunakan Bahasa arab ataupun dengan Bahasa yang lainnya.

Dengan demikian pada hakikatnya mensyarah suatu hadis itu sama halnya dengan menyambung apa yang telah dilakukan dan diucapkan oleh Rasulullah agar bisa lebih dimengerti dan dapat menghindarkan dari kesalahpahaman.

Sebenarnya mensyarah hadis ini sudah ada sejak zaman Rasulullah, terbukti dengan seringnya Rasulullah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh para sahabat baik itu ucapan maupun tindakan beliau.

Yang ketiga kritik hadis, kritik hadis bisa dikatakan sebagai membanding ataupun menimbang sebuah hadis. Kritik hadis meliputi kritik sanad hadis dan juga kritik matan hadis.

Demikian sedikit materi tentang pendalaman ilmu hadis mulai dari pengertian macam-macam hingga cabang-cabangnya semoga dapat memberikan kemanfaatan bagi kita semua.

Khususnya bagi para calon mufassir mufassiroh harus faham dan juga mengerti tentang pendalaman ilmu hadis agar dapat mempermudah untuk mentakhrij, mensyarah ataupun mengkritik sebuah hadis dimasa mendatang.

Penulis: Fiqi Ummayatul Afifah
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI