Ilmu Hadis: Pengertian dan Sejarah Perkembangan

ilmu hadis

Pendahuluan

Pada dasarnya ilmu hadis sudah lahir sejak dimulainya periwayatan hadis di dalam Islam, terutama setelah Rasullah wafat.

Ketika umat merasakan kekhwatiran akan lenyapnya hadist, maka para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadis, mereka mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode terntentu dalam menerima hadis namun mereka belumlah mulai menuliskan kaidah-kaidah.

Sejak zaman Rasullah perhatian para sahabat terhadap sunnah sangat besar. Demikian juga perhatian para generasi berikunya seperti tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan generasi setelahnya.

Bacaan Lainnya

Mereka memlihara hadis dengan cara menghafal, mengingat, menulis, mengihimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam kitab yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Mereka juga mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Mengenal Ilmu Mukhtalif Al-Hadis

Pembahasan

1. Pengertian Ilmu Hadis

Secara garis besar ilmu hadis terbagi menjadi dua yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah lebih fokus mengkaji tentang periwayatan secara teliti dan berhati hati atau sesuai dengan pengertiannya ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang mempelajari riwayat secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan maupun sifat serta segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.

Sedangklan ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Ilmu hadis dirayah inilah yang disebut dengan Ulumul Hadis, Musthalah Hadis atau Ushul Hadis.

Ilmu hadis muncul bersamaan dengan periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian para sahabat. Ilmu hadis muncul secara sederhana dengan adanya persoalan para sahabat mengenai kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Mengenal Sejarah Ilmu Hadist

2. Sejarah Perkembangan

Pada masa nabi masih hidup ditengah-tengah sahabat tidak ada persoalan yang dihadapi, jika ada masalah mereka mengecek kebenarannya atau menayakan kepada Nabi secara langsung.

Setelah itu barulah mereka menerima dan mengamalkan, memang pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Al-Qur’an maupun hadis Rasullah shallallahu alaihi wa sallam, misalnya firman Allah dalam Q.S Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi,

أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

Ayat di atas memerintahkan untuk berhati-hati dalam menerima berita dari orang-orang fasik, bila mereka datang kepada kalian membawa berita maka periksalah beritanya sebelum membenarkan dan menukilnya agar kalian mengetahui kebenarannya, dikhawatirkan akan melakukan perbuatan zalim atas orang-orang yang tidak bersalah, akibatnya kalian menyesali.

Masa selanjutnya yaitu pada masa sahabat setelah wafatnya Rasullah, mereka sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka terhadap Al-Qur’an yang baru dikodifikasi pada masa sahabat Abu bakar.

Baca juga: Pentingnya Asbabul Wurud dalam Ilmu Hadis

Abu Bakar tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang itu mampu mendatangkan kesaksian untuk menunjukkan kebenaran. Para sahabat menyampaikan hadis pada generasi berikutnya dengan penuh semangat dan perhatian sesuai dengan apa yang mereka hafalkan.

Perode selanjutnya disebut dengan periode tabi’in penelitian dan kritik matan semakin berkembang seiring dengan bertamabahnya persoalan yang mereka alami.

Ilmu hadis mulai ditulis dan dikodifikasi dalam bentuk sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih bercampur dengan ilmu-ilmu lain.

Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi, masa ini disebut dengan masa kejayaan. Banyak sekali kitab-kitab yang ditulis oleh ulama pada abad ke-3 ini, namun buku-buku tersebut belum berdiri sendiri masih dalam bentuk bab-bab.

Masa tabi’tabi’in ilmu hadis timbul secara terpisah dari ilmu-ilmu lain tetapi belum menyatu. Kemudian berdiri sendiri sebagai ilmu hadis pada masa setelah tabi’ tabi’in atau pada abad ke-4.

Penulis: Nadia Utari
Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI