Peningkatan Potensi Miopia Sang Penyakit Mata Setelah Pandemi Akibat Peningkatan Waktu Layar (Screen Time)

Miopia

Miopia atau yang biasa dikenal sebagai rabun jauh merupakan suatu kelainan refraksi mata yang mengganggu ketajaman mata (Paramita, C. dan Leonard, E., 2021). Miopia paling umum terjadi pada masa anak-anak (Picotti, C., dkk. 2021).

Masalah mata ini merupakan salah satu dari lima penyebab utama kebutaan di seluruh dunia (Wulandari, M. dan Mahadini, C., 2018) yang mana setiap 5 detik terdapat 1 orang di Dunia menderita kebutaan (Detty, A., Artini, I., dan Yulian, V., 2021).

Walaupun pandemi telah mereda, masyarakat terkadang masih bekerja dari rumah (work from home) serta pembelajaran masih ada yang diadakan secara virtual (daring). Selain bekerja dan belajar, orang-orang sering menggunakan waktu luangnya di rumah untuk bermain game.

Bacaan Lainnya

Hal-hal inilah yang meningkatkan waktu layar (digital screen time) pada kalangan anak-anak ataupun dewasa.

Perubahan perilaku akibat peningkatan tingkat ketergantungan pada perangkat digital yang dapat bertahan bahkan setelah pandemi COVID-19 tidak boleh diremehkan (Ting, D.S.W., dkk., 2020). Pada tahun 2050, diperkirakan 5 miliar orang di Dunia akan mengalami miopia (Wong, C.W., dkk., 2021).

Teknologi memainkan peran yang semakin besar di dunia saat ini. Anak-anak dan remaja terpapar media digital pada usia yang sangat muda dan media sosial telah menjadi bagian besar dari kehidupan kita.

Penggunaan teknologi di masa pandemi telah menjadi “penyelamat” kita dalam melewati masa-masa sulit. Teknologi memungkinkan kita tetap beraktivitas dan berkomunikasi dengan sesama selama di rumah (Throuvala, M.A., dkk., 2019; Stodt, B., dkk., 2018).

Akan tetapi, peningkatan waktu penggunaan penggunaan gadget yang berlebihan diketahui memiliki efek merugikan pada kesehatan fisik dan mental, seperti kurangnya aktivitas fisik, kurang tidur, penurunan interaksi sosial tatap muka, cyberbullying, konten kekerasan, perubahan standar kecantikan, dan masalah kesehatan mata (Throuvala, M.A., dkk., 2021).

Masalah kesehatan mata, terutama miopia, masih sering diabaikan dan dipercaya sebagai faktor genetik oleh masyarakat (Pramesti, N., 2022).

Padahal, faktanya, mayoritas kasus miopia disebabkan oleh perilaku sehari-hari (Morgan, I.G., dkk., 2018), seperti pekerjaan, intensitas aktivitas di luar ruangan, jenis kelamin (perempuan 1,21x lebih beresiko karena aktivitas ruangan yang lebih sedikit), kurang tidur (otot siliar tidak cukup beristirahat dan sel batang mata kurang terpajan suasana gelap), penggunaan gadget (perangkat layar digital) terlalu lama, dan faktor ekonomi (Supit, F., dan Winly. 2021).

Miopia biasanya dimulai pada masa sekolah dan individu yang terdampak biasanya mengalami ketergantungan seumur hidup pada koreksi optik (kecuali operasi) dan beban keuangan terkait kondisi miopia yang dialaminya, misalnya biaya untuk pengecekan mata dan potensi penggantian kacamata.

Di Indonesia, hampir 25% dari populasi atau 55 juta orang menderita kelainan refraksi mata (miopia, hiperopia, dan astigmatisme). Tingginya prevalensi dan potensi masalah penglihatan yang semakin tinggi menjadikan isu kesehatan mata –miopia– sebagai masalah kesehatan yang berat di Indonesia.

Miopia juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berat, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa salah satu dari lima kondisi mata yang terdaftar sebagai prioritas langsung oleh World Health Organization’s Global  Initiative for the Elimination of Avoidable Blindness (Pramesti, N., 2022).

Kegiatan pada masa pandemi dan setelah pandemi –seperti bekerja dari rumah (work from home) dan pembelajaran secara virtual (daring)– yang mengharuskan anak-anak sekolah secara virtual (daring) serta mengikuti les tambahan secara online telah meningkatkan potensi miopia.

Studi yang dilakukan oleh Ganne dkk. (2020) melaporkan bahwa peningkatan pajanan screen time selama 6 jam atau lebih dapat meningkatkan kejadian miopia hingga 7 kali lipat pada individu yang mengikuti kelas secara virtual (daring) atau WFH selama pandemi (1 dari 2 individu mengalami miopia) jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Selain pembelajaran sekolah dan bekerja secara virtual (daring), kita tidak boleh melupakan tambahan screen time dari les tambahan di luar sekolah dan kegiatan bermain game yang dilakukan secara online juga.

Peluang menderita miopia meningkat sebesar 4% jika mengikuti les online selama < 5 jam per minggu (< 1 jam per hari) (Ku, P.W., dkk., 2019).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiati, N., dkk. (2022), lebih dari ⅓ responden yang bermain game mengalami kejadian miopia dan terdapat hubungan yang bermakna antara intensitas waktu bermain game dengan kejadian miopia.

Terdapat beberapa solusi yang dapat diterapkan, yaitu:

  1. Meningkatkan aktivitas di luar ruangan. Beraktivitas di luar ruangan selama 1 jam per hari terbukti menurunkan 0,3 diopters (D) setelah 3 tahun atau sama dengan penurunan 45% kasus miopia, sedangkan peningkatan aktivitas outdoor selama 76 menit per hari menurunkan hingga 50% kasus miopia. Hal ini disebabkan mekanisme pelepasan dopamin akibat cahaya terang dapat memperlambat laju perpanjangan aksial yang akan menekan kejadian miopia (Xiong, S., dkk., 2017;  He, M., dkk., 2015; Morgan, I.G. dan Jan, C.L., 2022).
  2. Sekolah diimbau untuk melakukan pengecekan mata secara rutin (minimal 1x per tahun). Pengecekan mata dapat dilakukan secara manual (tradisional) oleh guru dengan menggunakan papan tulis. Jika terdapat indikasi bermasalah, dapat dikonsultasikan dengan orang tua agar anak diperiksa oleh ahli.
  3. Orang tua harus menetapkan batasan waktu yang konsisten yang dihabiskan oleh anak untuk menggunakan gadget dan memastikan bahwa itu tidak menggantikan waktu tidur yang cukup serta aktivitas fisik dan perilaku lain yang penting untuk kesehatan. Untuk melakukan hal ini, edukasi kepada orang tua melalui kampanye online atau bekerja sama dengan optik di suatu wilayah untuk membantu memberikan edukasi.
  4. Subsidi makanan dengan kandungan gizi yang tinggi dan penting bagi kesehatan mata, seperti vitamin A (karotenoid), vitamin C, vitamin E, vitamin B (B1, B2, B3, B6, dan B12), seng, selenium, asam lemak esensial, dan mineral lain (tembaga, mangan, kromium, iodin, magnesium, molybdenum, dan kalium). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariaty, Y., dkk. (2019), pemberian asupan gizi seperti wortel dan lainnya dapat menyehatkan mata.  Selain itu, pemberian suplemen vitamin dan mineral yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan mata juga bisa menjadi alternatif solusi. Hal ini mungkin dilakukan karena terdapat instansi lain yang sudah pernah melakukan hal ini, seperti posyandu yang setiap periode tertentu membagikan vitamin A kepada balita. 
  5. Mengembangkan fitur notifikasi pada gadget (seperti handphone dan laptop) terkait lama penggunaan (misalnya setiap 1 jam sekali memberikan peringatan). 

Miopia bukanlah permasalahan sederhana sehingga perlu diatasi bersama-sama, misalnya orangtua dan institusi pendidikan.

Faktor ketersediaan waktu dan pengetahuan merupakan hambatan terbesar bagi orang tua untuk melakukan pengawasan, sedangkan kurangnya akses monitoring dari pengajar terhadap anak merupakan hambatan terbesar bagi institusi pendidikan (Jan, C.L., Timbo, C.S., dan Congdon, N., 2017).

Sementara, bagi kalangan orang dewasa, perlu ditingkatkan kesadaran diri akan pentingnya kesehatan mata agar terhindar dari masalah miopia.

Miopia bukan merupakan permasalah yang sederhana, melainkan masalah kesehatan mata yang telah ditetapkan urgensinya oleh WHO. Hal ini akan mengakibatkan penurunan kesehatan mata dan beban perekonomian.

Penyelesaian masalah ini harus berasal dari kolaborasi berbagai pihak, terutama institusi pendidikan, orang tua, dan individu itu sendiri.

Penyelesaian masalah yang dapat diterapkan diantaranya adalah screening awal, pengecekan mata secara rutin di institusi pendidikan, penetapan batasan waktu yang konsisten dalam menggunakan gadget,  subsidi makanan bergizi atau suplemen vitamin dan mineral, dan pengembangan fitur notifikasi pada gadget sebagai pengingat lama penggunaan gadget

Penulis: Davin Edbert Yang dan Masako Christina
Mahasiswa Jurusan Gizi Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

AKG FKM UI. 2022. Bukan Cuman Vitamin A, Yuk Cari Tahu Support System Mata!. Asosiasi Keluarga Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Ariaty, Y., et al., 2019. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Miopia pada Siswa/i SD Katolik Kota Parepare. Jurnal Pertanian Umpar, 2(3). 

Asiyanto, M.C., Aprilia, C.A., & Hadiwiardjo, Y.H. 2020. Risk Factors Relate to Visual Acuity in School Age Students of Public Primary School (SDN) 07 Pondok Labu South Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 15(3), 331-337

Do, C.W., et al. 2020. Association between time spent on smart devices and change in refractive error: A 1-year prospective observational study among Hong Kong children and adolescents. International Journal of Environment Research and Public Health, 17(23), 1-11

Detty, A., Artini, I., & Yulian, V. 2021. Characteristics of Risk Factors for Cataract Patients. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10 c’è(1), 12-17

Ganne, P., et al. 2020. Digital eye strain epidemic amid COVID-19 pandemic a cross-sectional survey. Ophthalmic Epidemiol, 1-8

Gunardi, T.H., et al. 2020. The Effect of Near-work Activity Time to The Incidence of Myopia in Children. Jurnal Kedokteran Indonesia, 8(2), 137-142

He, M., et al. 2015. Effect of Time Spent Outdoors at School on the Development of Myopia Among Children in China. Journal of American Medical Association, 314(11), 1143-1147

Hung, H.D., et al. 2020. The Prevalence of Myopia and Factors Associated with It Among Secondary School Children in Rural Vietnam. Clinical Ophthalmology, 14, 1079-1090

Jan, C.L., Timbo, C.S., & Congdon, N. 2017. Children’s myopia: prevention and the role of school programmes. Community Eye Health Journal, 30(98), 37-38

Kemenkes RI. 2018. Menkes: Remaja Indonesia Harus Sehat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Ku, P.W., et al. 2019. The Associations between Near Visual Activity and Incident Myopia in Children: A Nationwide 4-Year Follow-up Study. Ophthalmology, 126(2), 220

Laar, E.V., et al. 2017. The relation between 21st-century skills and digital skills: A systematic literature review. ELSEVIER: Computers in Human Behavior, 72, 578

Morgan, I.G., & Jan, C.L. 2022. Turns to School Reform to Control the Myopia Epidemic: A Narrative Review. Asia-Pacific Journal of Ophthalmology, 11(1), 27-35

Morgan, I.G., et al. 2018. The epidemics of myopia: Aetiology and prevention. Progress in Retinal and Eye Research, 62, 134

Nugroho, A., et al. 2020. Progression of myopia among medical students: A one-year cohort study. Journal of Community Empowerment for Health, 3(1), 29-33

Paramita, C., & Leonard, E. 2021. Belajar dari Rumah selama Pandemi COVID-19: Risiko Ledakan Kasus Miopia pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Kedokteran Meditek, 27(2), 183-188

Picotti, C., et al. 2021. Myopia progression in children during COVID-19 home confinement in Argentina. Oftalmologia Clinica Experimental, 14(3), 156

Pramesti, N. 2022. Pembaruan Informasi Terkini dan Panduan Tentang Pengelolaan Miopia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 242-244

Sheppard, A.L., & Wolffsohn, J.S. 2018. Digital eye strain: Prevalence, measurement and amelioration. BMJ Open Ophthalmology, 3(1), 3

Stodt, B., et al. 2018. Investigating the Effect of Personality, Internet Literacy, and Use Expectancies in Internet-Use Disorder: A Comparative Study between China and Germany. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(579), 15

Supit, F., & Winly. 2021. Miopia: Epidemiologi dan Faktor Risiko. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, 48(12), 741-743

Throuvala, M.A., et al. 2021. Policy Recommendations for Preventing Problematic Internet Use in Schools: A Qualitative Study of Parental Perspectives. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(4522), 9-23

Throuvala, M.A., et al. 2019. School-based Prevention for Adolescent Internet Addiction : Prevention is the Key. A Systematic Literature Review. Current Neuropharmacology, 17(6), 507-525

Ting, D.S.W., et al. 2020. Digital Technology and COVID-19. Nature Medicine, 26, 458-464

Widiati, N., et al., 2022. Hubungan Antara Intensitas Waktu Bermain Video Game dengan Kejadian Miopia pada Mahasiswa S1 Kedokteran Universitas Batam. Zona Kedokteran, 12 (3).

Winnie, W.Y., et al. 2022. Digital competence as a protective factor against gaming addiction in children and adolescents: A cross-sectional study in Hong Kong. The Lancet Regional Health-Western Pacific, 20, 2-11

Wong, C.W., et al. 2021. Digital Screen Time During the COVID-19 Pandemic: Risk for a Further Myopia Boom. American Journal of Ophthalmology, 223, 333-337

Wulandari, M., & Mahadini, C. 2018. ChengQi, TongZiLiao and Yinyang Point Acupuncture in Improving the Case of Myopia Visus. Journal of Vocational Health Studies, 2(2), 56

Xiong, S., et al. 2017. Time spent in outdoor activities in relation to myopia prevention and control: a meta-analysis and systemic review. Acta Ophthalmologica, 95(6), 557

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI