Pro Kontra Surat Tanda Registrasi Tenaga Medis Aktif Seumur Hidup

Tenaga Medis
Ilustrasi Tenaga Medis (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Surat Tanda Registrasi (STR) untuk dokter yang disebut akan berlaku seumur hidup memicu pro dan kontra di kalangan dokter. Pro dan kontra ini bermula, dari isi draft RUU Kesehatan akan menghilangkan kewajiban resertifikasi dokter setiap lima tahun.

Dalam draft RUU Kesehatan, dijelaskan bahwa STR (Surat Tanda Registrasi) akan berlaku seumur hidup, gratis, dan bisa diurus melalui cara online.

Beberapa ahli mengatakan jika STR aktif seumur hidup maka yang akan dirugikan adalah masyarakat dari aspek pelayanan. Karena masyarakat akan terlayani oleh seorang dokter yang tidak dinilai kompetensinya.

Bacaan Lainnya

Ada potensi kerugian lain jika STR berlaku seumur hidup. Antara lain potensi masyarakat dilayani oleh dokter yang memiliki persoalan disiplin dan etik. Serta potensi dilayani dokter yang kompetensinya dalam lima tahun terakhir sebenarnya telah berubah, tidak sesuai saat mendapat STR.

STR seumur hidup membuat tidak ada evaluasi terhadap dokter dan tenaga medis yang biasanya dilakukan dalam perpanjangan STR setiap lima tahun sekali. Padahal penilaian reguler itu akan mengkaji kembali pengetahuan, psikomotorik, serta etika para tenaga medis.

Adapun ketentuan perubahan STR dibahas dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) 1663 atau Pasal 245 ayat 5 yang berbunyi, “STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup.

Dalam keterangan dijelaskan, pemberlakuan STR yang semula 5 tahun menjadi seumur hidup karena STR lebih bersifat pada proses administratif pencatatan tenaga kesehatan sehingga cukup dilakukan sekali seumur hidup.

Sedangkan proses resertifikasi yang semula ada pada STR akan dilekatkan pada proses perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP).

Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya mengatakan STR seumur hidup bukan berarti menghilangkan pemenuhan kompetensi secara berkala.

Syarat kompetensi akan melekat dalam SIP melalui pemenuhan Satuan Kredit Poin (SKP) seperti yang berlaku saat ini sehingga kualitas dokter dan nakes akan tetap terjaga.

Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah sistem informasi (SI) yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.

Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah bail Dinkes atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut.

Proses registrasi dan izin praktik pun akan terintegrasi dan terhubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Seharusnya STR cukup satu kali masa registrasi dengan solusi yang dapat diberikan ialah STR berlaku seumur hidup kecuali kenaikan jenjang, misalnya STR diploma tiga kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke D4 ataupun Profesi, tentunya mengurus lagi STR nya.

Hal ini tentu akan memudahkan memetakan jumlah nakes masing-masing profesi di Indonesia sehingga jumlah dan datanya lebih jelas dan akurat. Selanjutnya SIP berlaku 5 tahun tentu tidak ada masalah.

Hal ini dikarenakan selama ini sudah demikian. Persyaratan untuk update kompetensi yang tadinya saat perpanjangan STR digeser saat pengurusan SIP sehingga tidak mengurangi kualitas daripada kompetensi, sehingga dirasa kurang tepat jika disebut membahayakan karena tidak up to date.

Selanjutnya tentang perpanjangan SIP yang wajib memenuhi kompetensi secara berkala, untuk menjaga kualitas dokter dan tenaga kesehatan yang akan berbasis digital difasilitasi Kemenkes RI.

Ini sangat tepat sekali, sesuai dengan perkembangan teknologi digital, kita tentunya harus menyesuaikannya, tenaga kesehatan Indonesia harus pintar teknologi juga guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Kemudian difasilitasi oleh Kemenkes RI ini merupakan keharusan untuk menjaga obyektivitas, standarisasi global dan tata kelola sistem yang lebih tertata dan terorganisir, sebagaimana Kapal yang berlayar tentunya dengan satu nahkoda sehingga arah dan tujuannya jelas.

Disisi lain, kerugian yang mungkin muncul apabila STR hanya dilakukan satu kali adalah potensi terjadi keterbatasan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dokter dan tenaga Kesehatan yang menjadi dosen / tenaga pengajar.

Seiring perkembangan keilmuan, teknologi dan bahan medis, dokter dan tenaga kesehatan seharusnya terus memperbaharui ilmu sehingga hasil dari belajar mengajar, praktik dan pelayanan Kesehatan terhadap masyarakat/pasien serta mahasiswa/peserta didik dapat terus dilakukan secara maksimal.

Apabila seorang dokter dan tenaga Kesehatan hanya melakukan update ilmu dikarenakan akan memasang SIP/memperbarahui SIP, maka berisiko terjadi penurunan kualitas dokter dan tenaga Kesehatan karena pada akhirnya itu bukan menjadi suatu kewajiban melainkan menjadi pilihan saja.

Sehingga fasilitas berbasis digital yang disediakan Kemenkes RI harus dapat mendukung serta mengingatkan para dokter dan tenaga Kesehatan untuk juga mengumpulkan Satuan Kredit Poin (SKP) secara rutin dengan batas minimal tertentu.

Batas minimal yang ditetapkan nantinya menjadi indikator bahwa dokter dan tenaga Kesehatan tersebut sudah melakukan update ilmu yang cukup dan layak untuk memiliki Surat Ijin Praktik (SIP).

 

Penulis: Charissa Roderica Hoediono
Mahasiswa Magister Hukum Konsentrasi Kesehatan, Universitas Hang Tuah

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI