Restorative Justice di Indonesia dalam Menyelesaikan Tindak Pidana dan Pengaruhnya di dalam Sistem Peradilan Pidana

Restorative Justice
Ilustrasi Keadilan Restoratif (Sumber: pixabay.com)

Abstract

The retributive paradigm is one of the systems contained in the Criminal Code to be able to maintain a sentence in a criminal case, in this case of course it is used as one of the gifts for acts of retaliation that have been carried out by an offender so that later it will still focus more on the prosecution of the perpetrator’s actions in crime, this has not been done yet there is an attention in a recovery for the loss itself, in this case there is a lot of loss of suffering that is found in a victim where this is motivated by crime.

In order to be able to cause an act of deterrent effect for both the perpetrators and the community in providing a legal system using this retributive paradigm itself, it has another purpose, apart from providing a deterrent effect, it is hoped that this legal system will be able to prevent people who have the intention to commit acts of crime themselves.

But of course the implementation of a system that uses a retributive paradigm itself has drawbacks where in its use it is not able to provide a remedy for losses and suffering where this loss and suffering is owned by the victim.

Bacaan Lainnya

It is known that all forms of crime are certainly very detrimental to the victims, even though the perpetrators of crimes have been tried and given sanctions for their actions, this sometimes still cannot make the conditions of the victims return to normal.

This creates an emergence of an idea where this idea has content regarding a legal system which will later be oriented towards focusing activities in rehabilitating a situation and also dealing with suffering in the victim’s condition. In this activity it can be said as an activity called restorative justice.

The use of normative juridical methods will immediately conclude that in resolving a crime in a restorative manner it will provide great benefits for the victims.
Keywords: Restorative, Solutions to Crime, Justice

Baca juga: “Wagner” Narapidana yang dijadikan Tentara Bantuan

Abstrak

Paradigma retributif adalah salah satu sistem yang terdapat didalam KUHP untuk dapat mempertahankan suatu pemberian hukuman dalam pidana, didalam hal ini tentu saja digunakan sebagai salah satu pemberian untuk tindakan pembalasan yang sudah dilakukan oleh seorang pelaku sehingga nantinya tetap akan lebih memfokuskan terhadap adanya penuntutan atas tindakan pelaku dalam kejahatan.

Hal tersebut belum dilakukan adanya suatu perhatian didalam suatu pemulihan untuk kerugian itu sendiri, dalam hal ini banyak sekali terdapat hilangnya suatu penderitaan yang terdapat pada diri seorang korban dimana hal tersebut dilatarbelakangi oleh kejahatan.

Untuk dapat menyebabkan suatu tindakan efek jera baik bagi pelaku ataupun masyarakat dalam pemberian sistem hukum dengan menggunakan paradigma retributif ini sendiri memiliki tujuan dimana selain untuk memberikan efek jera diharapkan sistem hukum ini mampu mencegah masyarakat yang memiliki niat untuk melakukan aksi tindak kejahatan itu sendiri.

Namun dalam adanya penerapan suatu sistem yang menggunakan paradigma retributif ini sendiri memiliki kekurangan dimana dalam penggunaannya ini tidak mampu memberikan suatu pemulihan atas kerugian maupun penderitaan yang dimana kerugian dan penderitaan ini dimiliki oleh korban.

Diketahui bahwasannya segala bentuk kejahatan tentu sangat merugikan bagi para korban, meskipun para pelaku kejahatan telah diadili dan diberikan sanksi hukuman atas perbuatannya hal ini terkadang masih tidak dapat membuat kondisi para korban menjadi kembali seperti semula.

Hal ini membuat suatu kemunculan mengenai adanya gagasan dimana gagasan ini memiliki isi mengenai suatu sistem hukum yang nantinya akan berorientasi pada pemfokusan yang berkegiatan dalam memulihkan suatu keadaan dan juga menangani adanya penderitaan didalam kondisi korban.

Dalam kegiatan ini dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yag disebut dengan keadilan restoratif.

Penggunaaan metode secara yuridis normative nantinya akan secara langsung memberikan kesimpulan bahwasannya dalam menyelesaikan suatu tindak kejahatan secara restorative akan memberikan keuntungan secara besar bagi para korban.
Kata Kunci: Restorative, Solusi Tindak Pidana, Peradilan

Baca juga: Penerapan Sanksi Hukum pada Perusahaan yang tidak Memberikan Upah pada Karyawan saat Penjatuhan Masa Skorsing

Pendahuluan

Di dalam adanya suatu penyelesaian pada tindak pidana akibat suatu perkara terdapat suatu bentuk model dengan menggunakan sistem keadilan secara restorative.

Tujuan dengan memberikan suatu fokus didalam adanya pendekatan secara langsung kepada pelaku sistem model yang digunakan ialah dengan memberikan pendekatan secara restoratif karena nantinya korban maupun masyarakat akan dalam melakukan proses penyelesaian suatu kegiatan didalam kasus hukum yang ada di antara mereka.

Hukum yang menggunakan model secara restorative justice ini sendiri sudah digunakan oleh beberapa negara karena dalam hal ini penggunaan model pendekatan ini memiliki pengaruh yang sangat besar didalam adanya suatu kebijakan dan juga praktik hukum meskipun model ini memiliki keraguan dan juga banyak sekali isu perdebatan dalam suatu tataan didalam teori itu sendiri yang sudah dijelaskan oleh para ahli.

Diketahui bahwasannya manusia adalah suatu mahluk sosial yang secara pasti mereka akan menjalin adanya kegiatan dengan orang lain, adanya suatu permasalahan dalam kehidupan mereka tentu akan dapat terjadi didalam kehidupan bermasyarakat.

Pada dasarnya bahwa suatu kegiatan yang memiliki hubungan secara fenomena sosial ini sudah ada sejak adanya suatu kehiduapan manusia sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kegiatan bersosial dalam masyarakat akan memiliki suatu permasalan manusia yang satu dengan yang lainnya.

Permasalahan akan dapat terjadi apabila terdapat penimpulan dari dalam diri masing–masing yang dimana dapat dilihat bahwasannya secara kuantitas bahwa semakin tinggi kompleksitas akan membuat persaingan yang keras dan menimbulkan nilai negative didalam hidup masyarakat.

Permasalahan–permasalahan ini nantinya akan terus timbul didalam kehidupan masyarakat sehingga apabila dari timbulnya permasalahan ini secara tidak langsung diatasi tentu saja akan memberikan nilai negatif yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam berkehidupan di masyarakat nantinya, hal itu lebih mengarah kepada masalah yang bersangkutan dengan tindak pidana.

Suatu permasalahan tentu memiliki solusi dalam setiap tindakannya. Masalah yang berkaitan dengan adanya suatu kondisi didalam sengketa ini sendiri memiliki dua solusi dalam memberikan tindakan yang akan diberikan, dimana dalam dua solusi ini terdiri dari litigasi dan non litigasi.

Dua solusi ini tentu memiliki tujuan yang sama dimana ia akan memberikan keadaan untuk dapat menciptakan suatu keadilan bagi masyarakat maupun para pihak.

Hal ini tentu saja memiliki perbedaan dalam setiap pemberian solusi dimana nantinya solusi secara litigasi atau non litigasi akan diberikan sesuai dengan kebutuhan dengan cara melihat konsep maupun tujuan dalam menyelesaikan persoalaan permasalahan yang diinginkan oleh pihak.

Sehingga dua solusi itu nantinya akan dipilih dan digunakan salah satu sesuai dengan keadaan yang ditentukan dan juga tujuan yang diinginkan.

Sering kali terjadi pemilihan dalam mengatasi suatu tindak kejahatan masyarakat di Indonesia lebih menggunakan jalur pengadilan dimana jalur pengadilan sendiri memiliki konsep kinerja yang terdapat dua hasil dalam pengatasannya.

Hasil yang ada pada pengadilan tersebut antara lain ialah pihak yang dinyatakan menang dan juga pihak yang dinyatakan kalah.

Dengan menggunakan konsep pengadilan ini dalam menyelesaikan tindak pidana kejahatan dapat dikatakan bukan win lose solution karena konsep ini lebih memberikan nilai negative didalam perkara pada pihak yang dinyatakan kalah.

Karena dimana nantinya pihak yang kalah akan mendapatkan suatu vonis dan juga memiliki jarak tempuh yang sangat panjang dalam penangannanya.

Implementasi mengenai tindak pidana dengan jalur pengadilan ada pada kasus pencurian sandal yang menimpa AAL dimana dalam kasus ini seharusnya tidak dituntut hingga masuk ke dalam pengadilan, karena kasus yang dianggap masih bisa diselesaikan dengan pola penyelesaian yang lebih memilih untuk penyelesaian dua belah pihak.

Baca juga: Hukum Negara Identik dengan Hukum Konstitusi: Mengapa?

Dari kasus inilah banyak sekali public yang tidak setuju atas vonis yang diberikan kepada AAL karena kasus pencurian sandal karena dianggap bahwasannya pihak penegak hukum tidak memiliki rasa keadilan.

Pada dasarnya hukum seharusnya memiliki nilai sifat secara ultimum remedium atau dapat dikatakan sebagai jalur lain untuk dapat menyelesaikan persoalan apabila tidak adanya upaya dalam penyelesaian.

Hal ini sudah dilupakan dalam adanya suatu konsep didalam pengadilan sehingga jusytu huku pidana didalam pengadilan lebih diutamakan.

Hal inilah yang memberikan suatu nilai tersendiri bagi keadilan di Indonesia dimana bahwasanya semua tindak kejahatan yang diberi sanksi hukum secara formal belum tentu memiliki nilai keadilan bagi setiap pelaku maupun korban.

Sehingga kasus yang terdapat pada AAL ini tentu tidak layak dan juga tidak baik untuk diteruskan kedalam suatu pengadilan yang berujung menjalani suatu pemidanaan.

Penggunaan dalam konsep secara restorative diketahui sudah banyak diimplementasikan diberbagai dunia karena kelebihan didalam konsepnya lebih banyak memiliki penawaran solusi yang dapat dinyatakan secara efektif untuk memberikan win solution itu sendiri.

Selain konsep keadilan restoratif ini memberikan banyak solusi ia juga mempertimbangkan keadaan baik bagi para pelaku, korban maupun keluarga hingga ke masyarakat dimana nantinya akan diberikan pemberdayaan yang sama.

Sering kali penanganan dengan menggunakan konsep secara keadilan restoratif/restorative justice ini dinyatakan bahwasannya sangat melawan jalur hukum dalam tindak penanganan suatu kejahatan.

Namun dengan menggunakan konsep ini justru lebih memberikan nilai yang positif didalam setiap mekanisme yang dimana hal ini akan berdampak sangat baik bagi para korban maupun pelaku sehingga masih dapat menjaga suatu ikatan keharmonian didalam lingkup keduanya.

Penanganan dalam suatu perkara yang menggunakan konsep keadalian restoratif atau restorative justice ini dilakukan dengan cara menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggunakan suatu tindakan dalam memilih penyelesaian secara musyawarah mufakat yang akan memilih jalan dengan cara berkompromi satu sama lain sehingga memiliki suatu penanganan atau hasil secara kesepakatan bersama.

Dalam hal ini tentu saja tidak akan memihak atau menghasilkan nilai siapa yang menang dan siapa yang kalah namun memiliki nilai yang adil dan sepakat dari dua belah pihak baik korban maupun pelaku, sehingga kedua belah pihak akan memiliki rasa damai dan adil secara bersamaan.

Konsep restorative justice ini memiliki suatu konsep yang lebih memberatkan kedalam adanya suatu partisipasi yang harus dan wajib diikuti oleh pelaku maupun korban dimana mereka akan menyelesaikan perkara yang dimiliki dengan lebih menekankan adanya suatu nilai didalam mereka bermasyarakat.

Sehingga mereka tidak akan berfokus kedalam permasalahan saja dan hal ini akan membuat korban memiliki rasa empati dan lebih menjauhkan pelaku dari adanya suatu vonis akibat tindakan kejahatan yang dimilikinya dimana tindakan tersebut seharusnya tidak membuat ia hingga masuk kedalam pengadilan.

Baca juga: Pancasila sebagai Dasar Etika

Restorative justice lebih menekankan kedalam menjungjung tinggi nilai yang dipegang dalam Pancasila itu sendiri sehingga restorative justice ini mengedepankan adanya suatu keseimbangan, keselarasan maupun keharmonisan yang mereka jaga.

Didalam restorative justice ini sendiri juga memiliki prinsip yang ada didalamnya, prinsip yang dimiliki oleh restorative justice dinyatakan sangat sederhana dimana ia memiliki suatu penyelesaian didalam setiap permasalahan dan perkara dengan out of court atau dapat diartikan bahwasannya setiap tindakan yang akan ditangani didalan setiap permasalahan atau perkara akan dilakukan diluar adanya lembaga pengadilan.

Karena bahwasannya suatu permasalahan maupun perkara yang dianggap tidak perlu hingga masuk kedalam sistem pengadilan ini memiliki tujuan agar dimana dalam permasalahan yang ada pada korban maupun pelaku ini dapat diselesaikan dengan jalan perdamaian.

Tujuan ini tidak hanya mementingkan penyelesaian didalam permasalahannya namun juga memilih tujuan agar antara pelaku dan juga korban dapat kembali kedalam keadaan seperti semula sebelum adanya suatu persengketaan atau permasalahan yang ada.

Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya dalam restorative justice ini dapat diartikan sebagai salah satu proses penyelesaian perkara secara penyembuhan, pembelajaran maupun moral hingga partisipasi yang akan lebih memperhatikan didalam keadaan masyarakat itu sendiri.

Restorative justice akan lebih memiliki tujuan yang sangat jelas untuk dapat memberikan suatu tidakan pemberdayaan didalam diri korban, pelau maupu masyarakat agar dimana hal tersebut dapat membangun kembali sifat kesadaran yang seharusnya ada dan timbul dalam berkehidupan di dalam masyarakat.

Hasil dan Analisis

Menurut pendapat yang diutarakan oleh Rufinus Hotmaulan sendiri bahwasannya suatu penanganan terkait dengan permasalahan yang ada yang menggunakan restorative justice ini dinilai lebih memiliki konsep dasar didalam setiap tindakan yang diambinya.

Konsep dasar ini sendiri lebih melihat dan mengutamakan didalam kehidupan bermasyarakatnya sehingga ia lebih mementingkan mengenai adanya suatu hubungan yang rusak akibat adanya sengketa ini akan dikembalikan kembali kedalam hubungan yang normal sebelum adanya permasalahan.

Sehingga menurutnya restorative justice ini sendiri merupakan pemulihan keadaan untuk menyelesaikan suatu konflik yang terjadi yang ada didalam kehidupan bermasyarakat dengan lebih mementingkan suatu nilai keseimbangan didalam kehidupan.

Di Indonesia sendiri konsep pemulihan atu penanganan suatu permasalahan dengan menggunakan konsep restorative justice ini sendiri bukan merupakan suatu tindakan yang baru atau asing bagi masyarakat yang ada di Indonesia itu sendiri.

Baca juga: Hukum Tidak Berguna dalam Mengurangi Ketidakadilan dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan adanya suatu warisan maupun keanekaragamn yang ada didalam adat bahkan hingga budaya dalam nilai–nilai kehidupannya sendiri mereka telah memiliki mekanisme didalam menyelesaikan segala sesuatu permasalahan dengan lebih mengutamakan nilai yang ada didalam keadilan secara restoratif.

Sering kali orang yang lemah akan kalah didalam adanya penyelesaian penanganan terhadap permasalahan yang ada di pengadilan karena bagi mereka yang lemah mereka tidak memiliki koneksi lebih didalam pengadilan sehingga membuat mereka dinyatakan kalah dan membuat pihak yang salah menjadi menang.

Sehingga dalam memilih permasalahan untuk dapat menyelesaikan hal ini lebih baik menggunakan suatu konsep secara restorative justice karena selain ia memberikan solusi yang sangat efektif.

Ia juga tidak akan pernah berpihak kepada orang–orang kuat melainkan orang–orang lemah tentu akan juga diperhatikan keadannya sehingga disimpulkan bahwasannya konsepan ini tidak melihat keadaan seseorang dalam mengatasi permasalahan sengketa yang ada.

Restorative justice memiliki prinsip–prinsip dasar dalam penanganan sengketanya dimana diungkapkan oleh Komariah E. Sapardjaja menurut pendapatnya hal yang terkandung didalam prinsip pendekatan restorative justice ialah :

  1. Keadilan merupakan suatu keharusan dalam memberikan keadaan secara pulih untuk diberikan kepada pihak yang dirugikan.
  2. Semua yang memiliki keterlibatan didalam adanya suatu permasalahan yang terjadi memiliki kesempatan untuk bisa secara langsung menghadiri adanya suatu tindak lanjut dalam proses setiap pemulihan.
  3. Pemerintah sendiri juga memiliki wewenang didalamnya dimana ia memiliki wewenang untuk dapat menciptakan suatu keadaan secara tertib dengan menaungi masyarakat yang berperan sebagai pembangun yang ada untuk menuju jalan perdamaian.

Karena pada dasarnya didalam penanganan suatu persengkata atau permasalahan yang menggunakan metode konsep restoratif ini akan memiliki kelebihan yang sangat efektif didalamnya.

Selain hal ini menjadi tanggung jawab negara masyarakat juga memiliki wewenang untuk dapat terlibat secara langsung dalam menangani kasus persengketa.

Latar belakang yang membuat adanya pembangunan keadilan dengan menggunakan konsep restorative justice ini karena didalam suatu tindak kejahatan tidak hanya merugikan korban saja namun juga memberikan kerugian terhadap pelaku maupun masyarakat yang ada di dalam persengketa tersebut.

Sehingga keadaan tersebut yang melatarbelakangi adanya konsep restorative justice ini agar segala permasalahan yang ada ini dapat dipulihkan kembali baik dalam hal kerugian yang didapat oleh korban maupun juga kerugian yang didapat oleh masyarakat.

Sehingga nantinya yang akan terlibat dalam penanganan kasus sengketa yang ada tidak hanya mengedepankan korban dan pelaku saja namun juga masyarakat yang ada didalam persengkata ini.

Didalam penyelesaian suatu perkara atas adanya sengketa didalamnya dengan menggunakan konsep restorative justice ini sendiri lebih dikenal dengan pendekatan yang dimana menggunakan cara dengan menyelesaikan perkara melalui jalur damai.

Jalur damai ini sendiri dapat disebut juga dengan mediasi penal, istilah mediasi penal ini digunakan untuk dapat memberikan solusi dalam adanya suatu proses yang terjadi dalam konflik antara korban dengan pelaku itu sendiri.

Namun, selain adanya penyelesaian dari pihak korban dan pelaku juga melibatkan pihak ketiga yang dimana pihak ketiga ini memiliki sifat yang netral. Yang disebut dengan mediator.

Adanya suatu media penal didalam hal ini memiliki tujuan agar dimana semua persoalan nantinya akan dapat memiliki suatu kesepakatan yang tentu saja akan menguntungkan tidak hanya bagi pelaku ataupun korban namun menguntung bagi semua pihak yang dimana mereka ikut serta dalam kasus ini.

Didalam mediasi penal ada yang namanya mediator dimana mediator yang terlibat dalam proses ini memiliki ketrampilan khusus dan dipastikan ssudah terlatih dimana karena tugas mediator itu sendiri berperan penting untuk dapat membantu kedua belah pihak agar dapat menemukan kesepakatan bersama dan bisa menerima kesepakatan tersebut.

Baca juga: Keadilan Restoratif

Didalam melakukan penyelesaian suatu perkara atau kejahatan sengketa dengan menggunakan jalur restorative justice juga memiliki penerapan dalam penyelesaiannya dimana hal tersebut memiliki beberapa cara yaitu :

  1. Adanya suatu penyelenggaraan yang harus dihadiri oleh semua kalangan yang terlibat dimana diantara lain ialah pelaku, korban, keluarga dan pihak–pihak yang bersangkutan
  2. Adanya sesi untuk semua pihak yang terlibat dalam sengketa agar dapat menceritakan dan menjelaskan terkait keadaan didalam adanya suatu ketimbulan atas dasar tindak kejahataan, setelah itu akan diberikan kesempatan agar dapat memberikan saran berupa solusi maupun aksi rencana.
  3. Setelah adanya pendapat dari pihak lain yang sudah didengarkan oleh pelaku ataupun keluarga maka akan diberikan kesempatan dimana kesempatan itu digunakan untuk dapat memberikan saran akhir terkait dengan saran yang akan disetujui oleh semua kalangan orang atau pihak yang hadir.
  4. Adanya pengawasan didalam pelaksanaan dari sebuah proposal yang nantinya akan berkaitan dengan suatu kompensasi yang akan diberikan kepada korban itu sendiri.

Didalam hal melaksanakan konsep yang dimana ia menggunakan cara dengan pendekatan secara restorative justice maka semua hal yang akan dilakukan tentu harus memiliki integrasi dari anggota kepolisian, hakim ataupun jaksa dan lain-lain.

Hal ini dilakukan dimana bahwasannya segala implementasi yang menggunakan konsep dengan restorative justice ini sendiri perlu diaplikasikan dengan cara struktural hingga kultural maupun subtansial.

Kesimpulan

Penggunaan penyelesaian masalah perkara yang ditimbulkan akibat adanya suatu kejahatan yang menggunakan restorative justice dalam penyelesaiiannya secara jelas belum diatur didalam sistem peradilan pidana.

Dimana Indonesia sendiri lebih memilih tindak hukum pidana karena penegakan hukum yang ada di Indonesia ini memiliki keadaan didalam posisi yang dilematis sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan perkara karena hal ini dianggap sangat formalistik mapun legalistik.

Meskipun didalam penggunaan konsep restorative justice ini telah banyak dan telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sendiri karena sebagaimana masyarakat juga memiliki nilai–nilai untuk lebih menjaga perdamaian yang dimana sudah ada dan terkandung dalam pendekatan maupun keadilan didalam konsep penggunaan restorative justice yang sudah tertuang di dalam Pancasila maupun agama.

Masyarakat Indonesia sendiri sudah mempraktekkan hal ini dari lama karena didalam konsep restorative justice juga terdapat didalam adanya hukum pidana agama islam selain itu hukum adat juga menggunakan restorative justice sebagaimana dapat dikatakan bahwasannya kedua hal ini dinamakan dengan Living Law.

Living law sendiri memiliki artian bahwasannya segala sesuatu permasalahan sengketa akan dapat diselesaikan tidak hanya melalui tindak pidana melainkan juga bisa dengan cara perdamaian anatara satu dengan yang lainnya yang terlibat didalam kasus sengketa ini sendiri.

Diketahui bahwasannya negara Indonesia menganut negara yang secara pasti dapat dikatakan sebagai negara hukum sehingga apapun yang bersangkutan dengan adanya tindakan pidana haruslah memiliki pelaksanaan yang dimana dapat terintegrasi didalam suatu koridor yang sangat terpadu sehingga secara tegas harus mengikuti adanya peraturan dalam kitab undang undang Hukum Acara Pidana.

Dalam suatu konsep yang menggunakan keadilan dengan cara restorative justice ini sendiri memiliki kelibahan didalam pelaksanaannya karena akan lebih memiliki perhatian tidka hanya dari salah satu pihak melainkan semua pihak yang ada yang tersangkut paut didalam adanya sengketa.

Karena bagaimanpun sesuatu yang nantinya akan dapat menilai bagaimana rasa keadilan itu kan diberikan bukan menjadi hasil dari tangan penguasa melainkan lebih tepatnya akan berada didalam tangan para pihak yang bersangkutan dengan permassalahan ini sendiri nantinya.

Baca juga: Dilema Keadilan Hukum Indonesia

Referensi:

Adi, Koesnadi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Setara Press, Malang, 2014.

Ali, Hatta, Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan Restoratif, Alumni, Bandung, 2012.

Amrani, Hanafi, Politik Pebaruan Hukum Pidana, UII Press, Yogyakarta, 2019

Flora, Henny Saida, Keadilan Restoratif Sebagai Alternatif dalam Penyelesaian Tindak Pidana dan Pengaruhnya dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jurnal, UBELAJ, Vol. 3, No. 2, 2018.

Hidayat, Roy, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Kepolisian Resor Pasamanbarat)”, JOM Fakultas Hukum, Volume V Nomor 2, Oktober 2018.

Wasi’a, Nisfu Nur, “Penylesaian Perkara Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Luka Berat Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus BP/24/II/2016/Satlantas)”, Jurnal Ilmu Hukum, 2016.

Widayati, Kunti, “Penerapan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Anak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012”, Socioscientia, Volume 8, Nomor 2, September 2016.

Penulis:

  • M. Iqbal Iz’za Zidane
  • Rifqi Riza Razzani
  • Barholomews Kislew Subroto

Mahasiswa Ilmu Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI