Retorika untuk Mengguncang Dunia

Sejarah selalu punya tokohnya sendiri. Perubahan besar dunia selalu didalangi oleh sosok ikonik yang menjadi penentu berbagai catatan peristiwa yang sangat dramatis. Jika kita menelisik sejarah pergolakan manusia sepanjang masa, maka akan selalu kita temui fakta bahwa pendulum perubahan selalu bergeser haluan karena pidato dengan retorika yang menggugah dan mengerakkan. Sejak era Yunani kuno hingga zaman sekarang akan selalu ada negarawan yang menjadikan lisannya sebagai ujung tombak perjuangan mereka. Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, dalam sebuah hadist pernah mengungkapkan bahwa “Sesungguhnya sebagian Retorika adalah Sihir”.

Indonesia, sebagai bangsa besar memiliki banyak pejuang dengan retorika yang memukau. Dari sekian banyak momen heroik dalam perjuangan kemerdekaan, yang populer direkam sejarah adalah kata-kata bertenaga dari Proklamator Indonesia, Bung Karno “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” ataupun Orasi menggugah dari seorang Bung Tomo ketika menggelorakan keberanian dan perjuangan arek-arek Suroboyo, “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati.” Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!”

Bagi kita anak-anak bangsa. Ketika kembali membaca atau mendengarkan kisah heroik mereka, maka tentu saja kita akan merinding membayangkan betapa dalam dan bertenaganya kata-kata tersebut, terlebih diucapkan di momen-momen yang krusial, di saat-saat peralihan sejarah besar terjadi. Inilah yang menjadi keistimewaan sebuah retorika, lebih mematikan dan dahsyat dibanding rudal pemusnah massal sekalipun.

Bacaan Lainnya

Menurut Wikipedia, Retorika dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasif untuk menghasilkan bujukan melalui karakter pembicara, emosional atau argumentasi. Inti dari Retorika adalah persuasi, sedang proses persuasi sendiri meliputi tiga hal: (1) Tindakan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan menggunakan kata-kata lisan/tertulis; (2) Suatu usaha untuk menanamkan opini baru; dan (3) Suatu usaha yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah sikap, kepercayaan, dan perilaku orang dengan transmisi pesan.

Dari pengertian tersebut, maka kita akan memahami mengapa retorika bisa menjadi senjata penting dan mematikan bagi seorang negarawan untuk mengisi sejarah.

Retorika yang memukau dapat diibaratkan sebagai sebuah peluru kendali berupa rudal yang mampu membuat gentar musuh. Seseorang dengan kemampuan retorika memukau, dapat mengaduk-aduk emosi pendengarnya. Di satu waktu dapat membuat pendengarnya tertawa terbahak-bahak namum di waktu yang lain dapat membuat pendengarnya menangis haru dan tersedu-sedu. Bung Karno, pada gerakan revolusi kemerdekaan dulu, untuk memantik keberanian di dada para pemuda, dengan retorika yang memukau, kerap kali mengucapkan kalimat, “L’audace, l’audace, toujours l’audace!” Yang artinya ”Keberanian, keberanian, selalu keberanian!.” Sebuah kalimat  yang dikutip dari seorang tokoh Revolusi Perancis, Georges Danton.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah rahasia dari retorika yang mengguncang dunia tersebut? Berdasarkan buku “Ilmu Retorika Untuk Mengguncang Dunia” karya Dwi Chondro Triono, PhD.  Kunci dari semua retorika yang memukau ada pada ide atau gagasan yang dimiliki oleh Sang Orator yang hendak dilemparkan di hadapan segenap para pendengarnya.
Jika ditelisik lebih mendalam. Retorika bagaikan “Rudal Pemusnah masalah.” Yang mana dari setiap rudal itu terdapat 3 unsur yaitu: peluncur misil (peluncur rudal), roket (sebagai penggerak atau pendorong), dan kepala misil (Kepala Rudal). Ketiga unsur ini coba kita samakan dengan retorika yang juga memiliki 3 unsur yaitu: (1) Kekuatan Ide sebagai unsur dari kepala Misil; (2) Retorika penyampaian sebagai unsur dari Roket itu sendiri; (3) Penataan panggung sebagai unsur dari Peluncur misil

Dari ketiga urutan di atas, kita jadi paham, bahwa unsur yang paling penting dari retorika adalah kekutan ide itu sendiri yang sangat menentukan. Apakah retorika itu akan menjadi senjata yang sangat ditakuti atau hanya sekedar pelipur lara di kala masyarakat dilanda duka. Dalam terminologi “Multiple Intellegence,” dikenal istilah Kecerdasan Naratif, yakni sebuah kecerdasan bernarasi atau kemampuan membangun sebuah gagasan dan ide yang kemudian dapat disampaikan kepada pendengar dan dimengerti secara sederhana.

Mengamati cuplikan kata-kata bertenaga dari para pahlawan, maka sudah tentu kita dapat merasakan bahwa kemampuan retorika yang memukau tersebut juga didukung dengan kecerdasan naratif sang orator. Seorang Negarawan harus mampu memberikan narasi berupa visi serta cita-cita perjuangan yang jelas kepada masyarakatnya. Tidak hanya membuatnya mengerti, tapi juga ikut berkelindan dan berkeringat untuk mengantar masyarakatnya meraih segala hal yang dicitakan. Dan sekali lagi, Bangsa kita membutuhkan negarawan-negarawan ulung dengan retorika memukau yang mampu mensinergikan antara perkataan dan perbuatan dalam satu tarikan nafas perjuangan. Seperti kata Yusuf Qhardawi “Retorika bukan hanya persoalan pidato atau percakapan melainkan perilaku dalam kebajikan yang mencangkup seluruhan aspek kehidupan manusia.” Bukankah Retorika yang paling mengerakkan adalah perbuatan?  Sebagaimana ungkapan berbahasa Inggris yang lazim kita dengar, “Action Speaks Louder than word”.

Abdul Qodir Jaelani, SE
Email: qodja.granada@gmail.com
Analis Madya di Galatamedia Group

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI