Berusaha Mengamati Praktik Jual-Beli Pendidikan dalam Islam, Bolehkah?

Praktik jual beli Islam

Hijjatul Islam Imam Al-Ghazali (w. 505/1111)15 yang menggambarkan ilmu sebagai “pengetahuan akan sesuatu sebagaimana adanya” (Ma‘rifat Al-shay’ ‘ala mahuwa bihi).

Pada definisi ini, untuk mengetahui sesuatu adalah dengan mengenali sesuatu sebagaimana ia. Artinya, ilmu adalah pengakuan, merupakan keadaan pikiran-yaitu, suatu kondisi dimana sebuah objek tidak lagi asing bagi seseorang sejak objek itu diakui oleh pikiran seseorang.

Dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 telah dijelaskan “Pada hari ini telah aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah ku-cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah aku ridhoi Islam sebagai agamamu”.

Bacaan Lainnya

Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, Islam sebagai agama yang sempurna dan mencakup segala aspek kehidupan sebagai pedoman hidup manusia, agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Salah satunya yaitu aspek ekonomi.

Semua manusia di dunia pasti melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, dan papan. Salah satu kegiatannya yang sering dilakukan adalah jual beli.

Baca Juga: Zakat dan Perekonomian Umat Islam

Maka bagi seorang muslim yang sedang melaksanakan jual beli,  sebaiknya lakukan praktik tersebut berdasarkan ketentuan Alquran dan hadis dan mengetahui syarat-syaratnya. Sehingga tidak terjerumus dalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkannya.

Hukum jual beli adalah mubah atau boleh, sesuai firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 275.

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ ….”

…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..

Produksi secara detail dan jujur juga hukumnya wajib, berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam bazzar yang berbunyi: Dari Rif’ah ibnu Rafi Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah ditanya “usaha apa yang paling baik? Rasulullah Saw menjawab “usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (jujur)”. (H.R Al-Bazzar dan disahihkan oleh al-Hakim).

Setiap manusia tentu menginginkan kebahagiaan. Namun, tak jarang mereka kurang mengetahui jalan kebahagiaan tersebut. Akibatnya, banyak ditemui manusia yang menukar ilmunya dengan kepentingan duniawi. Bahkan, menukar kepentingan akhiratnya dengan kepentingan dunia.

Padahal ilmu yang telah Allah berikan adalah semata-mata agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh Zuhri Zaini, memberikan nasihat kepada kita dalam Pengajian Kitab (Irsyadul ‘Ibad) Bulan Ramadhan.

Ada orang alim, ahli ibadah kalau dia melihat ke atas dia langsung melihat Arsy dan do’anya “manjur” akan tetapi dia senang dunia, senang harta. Dia terjebak dengan kenikmatan dunia, dia menjual ilmunya dengan dunia, pada akhirnya derajatnya jatuh, yang awalannya dia “manjur” akhirnya tidak lagi karena terjebak dengan kesenangan duniawi. Itulah bahayanya dunia. Kita jangan merasa aman – aman, jangan merasa baik –baik saja, sekalipun kita berada di Pondok. Istiqomah mengaji dan beribadah setiap hari. Kita jangan sombong dengan amal ibadah kita, sebab kita tidak tau kita akan jadi seperti apa.” Dawuh Pengasuh ke IV PP. Nurul Jadid.

Baca Juga: Mahasiswa Harus Belajar Islam

Beliau pun melanjutkan, terkadang ada orang yang awalnya baik, tapi pada akhirnya dia menjadi orang yang buruk. Begitu pun sebaliknya, orang awalnya buruk tapi pada akhirnya dia menjadi orang yang baik.

Oleh karenanya, jangan pernah putus asa sekalipun kita bukan keturunan orang yang baik, dan janganlah besar hati sekalipun kita keturunan orang yang baik. Sebab  kebaikan, kemuliaan dan ilmu tidak bisa diwariskan.

Lalu bagaimana apabila ada seseorang yang mengajarkan Alquran atau Hadis, kemudian dia menerima upah/ gaji?

Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc. di dalam dakwahnya, “Hukumnya mubah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama,” ujarnya.

Kemudian, bagi pendapat segelintir ulama dari kalangan hanafiyah, hal seperti itu tidak boleh sama sekali. Adapun pendapat yang ketiga boleh saja, tetapi jika dia membutuhkan saja karena jika tidak maka hukumnya tidak boleh. Selanjutnya ada juga pendapat yang dipilih lajnah daimah adalah boleh. Mengapa? karena dia memberi manfaat kepada orang lain.

Dalam Hadits Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-khudri dan Ibnu Abbas r.a. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah kitab Allah”. Maksudnya di sini adalah jikalau kita mengajarkannya maka bukan hanya sekedar membacakan saja.

Namun bagaimana dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 41 tentang pelarangan jual beli ayat Allah?

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 41, Allah berfirman :

“….. وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۖوَّاِيَّايَ فَاتَّقُوْنِ  ٤١

…. dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah hanya kepada-Ku”

Menurut para ulama maksud ayat ini adalah tentang orang-orang Yahudi yang mengubah kitab Allah demi keuntungan dunia. itu maknanya. Juga ayat ini berbicara tentang orang-orang Yahudi yang suka mengubah-ubah ayat Allah. Apa maksud ayat ini lebih lanjut?

Diceritakan, kisah seorang qori yang diundang baca Quran untuk suatu acara. Mereka memberinya upah, yang rupanya dia belum puas karena upahnya yang sedikit. Kemudian dia membaca ayat ini untuk menyinggung upah yang sedikit.

Baca Juga: Apakah Korelasi Ekonomi dengan Islam?

Namun begitu, maknanya adalah bukan seperti ini. Karena mau dibayar berapa pun tidak akan bisa siapa pun yang membeli ayat Allah. Ini menurut pendapat jumhur ulama dan juga dipilih oleh lajnah daimah. Wallahu a’lam.

Melihat kehidupan sekarang, banyak juga yang bertanya bagaimana dengan pasang tarif bagi pendakwah?

“Jangan dijadikan dakwah sebagai suatu profesi” KH. Hasyim Asy’ari.

Lebih lanjut Buya Yahya memberikan penjelasan “Sebagai orang yang berilmu, alangkah indahnya di dalam suatu perjuangan untuk mempermudah segala urusannya. Bahkan kalau perlu,  seorang ustadz itu berkiprah  berjuang dengan hartanya juga, agar tidak merepotkan orang lain. Agar mempermudah jika sedang dakwah kesanakemari. Dan bagi yang telah mengundang, namun ustadz tersebut memberikan tarif pembayaran. Maka kita, sebagai yang mengundang harusnya husnudzon saja, mungkin di dalam rumah beliau terdapat anak yatim piatu dll”.

Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

KH. Moh. Zuhri Zaini. Jangan Menjual Ilmu Demi Kepentingan Dunia, nuruljadid.net

Mengenai al-Ghazali, lihat: Ibn Khallikan, Wafayat al-A‘yan, 4:216-19; al-Dhahabi,

Siyar A‘lam al-Nubala’ 19:322-46; al-Safadi, al-Wafi bi al-Wafayat, 12:74-77; Ibn Kathir,

Tabaqat Fuqaha’ al-Shafi‘iyyah, 2:533-9. Mengenai karyanya, lihat ‘Abd al-Rahman Badawi,

Mu’allafat al-Ghazali (Kuwait: Wakalat al-Matbu‘at, 1977).

YouTube: Hukum Upah Mengajarkan Ilmu Agama
YouTube: Ustadz Minta Bayaran Untuk Ceramah, Bagaimana Hukumnya? – Buya Yahya Menjawab

Putri Nurhikmah
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Diana Pratiwi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI