Indahnya Kepemimpinan Berfikir dalam Islam

Opini
Ilustrasi: Pixabay

Islam menerangkan bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala sesuatu yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala. Asas ideologi ini adalah keyakinan akan adanya Allah Subhanahu wa ta’ala.

Akidah ini yang menentukan aspek rohani yaitu bahwa manusia, hidup, dan alam semesta diciptakan oleh Al-Khaliq. Islam menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu yang wajib diimani keberadaannya yaitu Allah, dan menetapkan pula iman terhadap alam sesudah kehidupan dunia yaitu hari kiamat.

Bahwa manusia di dalam kehidupan dunia ini terikat dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya yang merupakan hubungan kehidupan ini dengan alam sebelumnya. Manusia juga terikat dengan perhitungan atas keterikatannya terhadap apa-apa yang diperintahkan dan dilarang, di mana hal ini merupakan hubungan kehidupan dunia dengan kehidupan sesudahnya.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Al-Qusyairi, Tokoh yang Berpengaruh Besar Terhadap Ilmu Tasawuf

Tujuan-tujuan utama untuk menjaga masyarakat bukan ditentukan oleh manusia, akan tetapi berasal dari perintah Allah dan larangan-Nya. Oleh karena itu melestarikan eksistensi manusia, menjaga akal, kehormatan, jiwa, pemilikan individu, agama, keamanan, dan negara adalah tujuan utama yang tidak akan pernah berubah.

Untuk menjaganya harus ditetapkan sanksi yang tegas, maka dibuatlah hukum yang menyangkut hudud (bentuk pelanggaran dan sanksinya ditetapkan Allah) dan uqubat (sanksi pidana). Pelaksanaan pemeliharaan tujuan ini wajib adanya, karena termasuk perintah dan larangan Allah, bukan karena menghasilkan nilai materi.

Bagi seorang muslim, segala sesuatu dalam kehidupannya selalu terikat dengan Islam. Akidah seorang muslim terikat dengan batas-batas Islam dan tidak bebas. Maka, murtadnya seorang muslim merupakan tindak pidana besar yang pantas dibunuh apabila tidak segera kembali bertaubat kepada Islam.

Dari segi tingkah laku, seorang muslim juga terikat dengan aturan Islam. Dalam hal ini, perbuatan zina tergolong tindak pidana, dan terhadap pelakunya berhak diberikan sanksi tanpa ada perasaan belas kasihan. Bahkan hukuman itu diumumkan kepada khalayak.

Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah: “dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2).

Begitu pula halnya dengan kasus pembunuhan dan tindakan kriminal, pelakunya pantas mendapatkan hukuman. Penganiayaan terhadap orang lain termasuk tindak pidana yang hukumannya tergantung jenis pelanggaran yang dilakukannya.

Baca Juga: Benarkah Sistem Pendidikan Pesantren dan Sistem Pendidikan Modern Sinkron?

Misalnya menuduh berbuat zina, membunuh, mencuri, merampok, dan lain sebagainya. Karena itu, negara wajib melindungi individu dan jamaah. Negaralah yang menerapkan peraturan di tengah masyarakat.

Dari sisi lain, qiyadah fikriyah Islam (kepemimpinan berfikir dalam Islam) tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Walaupun sangat mendalam tetapi mudah dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami. Setiap manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat mencabut fitrah ini dari manusia.

Qiyadah fikriyah Islam adalah qiyadah fikriyah yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Qiyadah ini mengarahkan perhatian manusia terhadap alam semesta, manusia, dan hidup.

Sehingga membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-Nya. Qiyadah fikriyah ini memberi petunjuk pada akal, agar dapat sampai pada tingkat keyakinan terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya.

Islam memandang bahwa Allah telah menentukan bagi manusia aturan hidup untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dia mengutus Nabi Muhammad guna membawa aturan-Nya untuk disampaikan kepada manusia.

Manusia harus berjalan sesuai dengan aturan-Nya. Karena itu, jika seseorang menjumpai problematika, maka ia harus menggali (berijtihad) guna menemukan pemecahannya dari Kitab Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Penulis:
1. Muhamad Busro
Mahasiswa Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia.
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia.

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI