Istishab sebagai Solusi Masalah di Masa Pandemi

Istishab sebagai solusi masalah

Problematika sosial yang dihadapi manusia kian hari kian banyak. Sedangkan secara kuantitas, ayat dan hadits terbatas jumlahnya. Keadaan demikian menuntut juris muslim untuk senantiasa mengoptimalkan peran akal dalam merumuskan sebuah hukum. Hukum Islam diproyeksikan untuk kemaslahatan, kebaikan, dan keadilan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Seperti di masa pandemi ini, menjalankan ibadah dilakukan dengan cara yang berbeda atau bahkan belum pernah dilakukan sebelumnya. Misalnya mengganti salat Jumat dengan salat zuhur, meninggalkan salat Jumat bagi muslim yang terpapar pandemi, tidak melaksanakan salat berjamaah di masjid, menutup sementara masjid, menggunakan masker ketika salat, menggunakan hand sanitizer.

Seperti di bulan Ramadan kemarin, tidak ada buka puasa bersama, tidak ada salat tarawih dan witir berjamaah di masjid. Cukup dengan keluarga di rumah. Tidak melakukan iktikaf di masjid, teknis mengeluarkan zakat fitrah dan mal dengan mengoptimalkan penjemputan oleh amilin, dan meniadakan pelaksanaan Idul Fitri dan tradisi bermaaf-maafan secara langsung dengan bersentuhan.

Bacaan Lainnya

Semua hal tersebut merupakan bentuk ijtihad yang dilakukan oleh ulama dan ulil amri di Indonesia untuk upaya lahiriah memutus mata rantai penyebaran wabah yang akan menimbulkan kemudaratan bagi dirinya dan kemudaratan bagi orang lain (la dharar wa la dhiror). Dalam hal ini, ishtishab dapat digunakan sebagai hukum sementara di mana segala sesuatu mempunyai hukum asal yaitu boleh sampai ada hukum/dalil yang mengubahnya. Dari sisi waktu, istiṣḥāb menghendaki keterhubungan tiga waktu yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Hukum pada masa sekarang dan yang akan datang akan tetap berlangsung selama hukum pada masa lalu tidak ada apapun yang mengubahnya.

Apa itu istishab?

Istishab menurut bahasa berarti: “mencari sesuatu yang ada hubungannya. Menurut istilah ulama usul fiqh ialah tetap berpegang kepada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil lain yang mengubah hukum tersebut. Definisi lain mengartikan tetap berlakunya hukum pada masa yang lampau, sampai ada dalil yang mengubah ketetapan hukum itu. Sedangkan Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan hukumnya.

Dalam firman Allah Swt. surat Al Baqarah ayat 29 juga dijelaskan bahwa “Dihalalkan bagi manusia memakan apa saja yang ada di muka bumi untuk kemanfaatan dirinya, kecuali kalau ada yang mengubah atau mengecualikan hukum itu. Karena itu ditetapkanlah kehalalan tanaman sayuran dan binatang ternak selama tidak ada yang mengubah atau mengecualikan. Tanaman yang dikecualikan, misalnya tanaman ganja, daun ghat, dan khasis.”

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya istishab itu bukanlah cara menetapkan hukum (turuq al-istinbat), tetapi ia pada hakikatnya adalah menguatkan atau menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang pernah ditetapkan karena tidak ada yang mengubah atau yang mengecualikannya. Karena itulah ulama Hanafiyah menyatakan bahwa sebenarnya istishab tidak lain hanyalah untuk mempertahankan hukum yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum yang baru. Istishab bukanlah merupakan dasar atau dalil untuk menetapkan suatu hukum yang belum tetap, tetapi ia hanyalah menyatakan bahwa telah pernah ditetapkan suatu hukum dan belum ada yang mengubahnya. Dengan demikian, istishab dapat dijadikan dasar hujjah dan dapat dijadikan solusi dalam permasalahan baru yang sedang terjadi di masa pandemi Covid 19.

Yulia Dwi Rahmawati
Mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Editor: Sitti Fathimah Herdarina Darsim

Baca Juga:
Ushul Fiqh dalam Ekonomi Islam
Manusia dan Kekuasaan yang Adil dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam
Pemikiran Politik Islam dan Pemerintah Desa dalam Menangani Covid-19

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI