Ketidaksesuaian Syarat dalam Penyelesaian Sengketa antara Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 dengan POJK Nomor 1POJK.07/2014

Otoritas Jasa Keuangan
Ilustrasi: istockphoto.

Lembaga keuangan di Indonesia mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat terutama dalam sektor perekonomian, Sistem keuangan internasional semakin berkembang luas. Hal ini tampak pada semakin banyaknya variasi instrumen keuangan yang beredar di dalam sistem keuangan.

Perkembangan instrumen keuangan ini sejalan dengan perkembangan dari lembaga-lembaga keuangan itu sendiri. Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional, juga terlihat di dalam perkembangan tersebut.

Hal ini tercermin dari tumbuhnya berbagai lembaga keuangan, seperti lembaga sekuritas, lembaga asuransi, dan lembaga perbankan syariah. Seiring dengan perkembangan lembaga keuangan konvensional.

Bacaan Lainnya

Dasar hukum pembentukan Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan (LPJK) yang selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan selanjutnya disebut OJK secara eksplisit tertuang dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan penjelasannya tentang Bank Indonesia yang berbunyi sebagai berikut;

(1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang, (2) pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002.

Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan; (a) terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel; (b) mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan (c) mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan “melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat” termasuk dalam perlindungan terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan berbagai bentuk penggelapan dalam kegiatan jasa keuangan.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap; (a) kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan (c) kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

OJK untuk menunjang kinerja dalam memberikan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Ketentuan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yaitu; a. dalam rangka Pelindungan Konsumen dan Masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan memberikan fasilitas Penyelesaian Pengaduan Konsumen yang dalam hal ini konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antar Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan dengan Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan.

OJK dalam pengaduan konsumen dan pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan diatur dalam Pasal 40 yakni: (1) Konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan; (2) Konsumen dan/atau masyarakat dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan; (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dalam hal ini Anggota Dewan Komisioner yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen.

Baca Juga: Opini tentang Manipulasi Laporan Keuangan PT Hanson International Tbk Tahun 2016 dalam Pelanggaran Kode Etik Akuntan

OJK dalam kewenangannya untuk membentuk peraturan dalam rangka melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat, OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan rangkaian perlindungan konsumen yang mencangkup edukasi, pelayanan informasi, dan pengaduan hingga fasilitasi penyelesaian pengaduan maka otoritas menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dibentuk untuk menunjang tujuan OJK dalam Pasal 4 huruf c yakni “Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat”.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang menyelesaikan sengketa antara bank dan nasabah yakni Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dalam hal ini mengurusi sengketa antara bank selaku pelaku usaha jasa keuangan di bidang perbankan dengan nasabah selaku konsumen yang menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.

Pasal 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan mempunyai layanan penyelesaian sengketa berupa mediasi, ajudikasi, dan arbitrase serta mempunyai peraturan yang meliputi layanan penyelesaian sengketa, prosedur penyelesaian sengketa, biaya penyelesaian sengketa, jangka waktu penyelesaian sengketa, ketentuan benturan kepentingan dan afiliasi bagi mediator, adujikator dan arbiter serta kode etik bagi mediator, ajudikator dan arbiter.

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa menerapkan prinsip aksebilitas, independensi, keadilan, efesiensi, dan efektifitas dalam setiap peraturannya, dalam hal ini Penyelesaian Sengketa antara Bank selaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan dengan Nasabah selaku Konsumen di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mempunyai maksimum jumlah yang disengketakan antara Bank selaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan dengan Nasabah selaku Konsumen.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan memiliki ketidaksinkronan dalam syarat penyelesaian sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen.

Berdasarkan Pasal 41 huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, “pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan Konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam:

Baca Juga: Tantangan Keluarga dalam Menghadapi Transformasi Digital di Bidang Jasa Keuangan, Bagaimana Manajemen Sumberdaya Berperan?

Pasal 40 ayat (1) dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:
  2. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah).
  3. Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Asuransi umum paling banyak sebesar 750.000.000,00 ( Tujuh Ratus Lima Puluh Juta)

Berdasarkan syarat yang tertuang dalam Pasal 41 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, jika konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan diatas Rp.500.000.000,00 dan jika konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Asuransi umum diatas Rp.750.000.000 maka tidak dapat difasilitasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa antara Lembaga Jasa Keuangan dan Konsumen.

Penyelesaian pengaduan oleh lembaga jasa keuangan diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, Pasal 2 ayat (1) Pengaduan wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh Lembaga Jasa Keuangan; Pasal 2 ayat (2) menyatakan jika tidak tercapainya kesempatan penyelesaian Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Konsumen dan Lembaga Jasa Keuangan dapat melakukan penyelesaian Sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan; Pasal 2 ayat (3) Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa; Pasal 2 ayat (4) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh OJK; Pasal 2 ayat (5) Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bersifat rahasia.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan mengatur mengenai pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan Konsumen oleh Otoritas Jasa Keuangan dilakukan terhadap pengaduan yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan harus memenuhi persyaratan Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh: (1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan juga mengatur mengenai penyelesaian sengketa antara Lembaga Jasa Keuangan dan Konsumen, namun tidak mengatur mengenai persyaratan nilai objek sengketa yang disengketakan antara Pelaku Usaha di Sektor Jasa Keuangan dan Konsumen sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Baca Juga: Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 serta Cara Mengatasinya

Berdasarkan data yang diperoleh, Otoritas Jasa Keuangan mencatat 499 aduan konsumen mengenai trasnparansi pelayanan jasa keuangan yang kurang optimal selama 2013-2018, pada sektor perbankan yang paling banyak mendapat aduan dari masyarakat dengan angka 53,3 % persen dari total aduan.

Oleh karena adanya ketidaksinkronan antara Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan perihal persyaratan dalam mengajukan sengketa menyebebkan akibat yang tidak baik terhadap pencapaian hukum dalam mencapai kepastian hukum.

Konsekuensi ketidaksinkronan antara Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan akan menimbulkan akibat yang tidak baik bagi konsumen dan masyarakat yang memiliki sengketa di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan dengan nominal sengketa di atas Rp500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) dan sengekta antara Konsumen  dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang diatas Rp750.000.000 (Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) di bidang Asuransi Umum wajib diselesaikan terlebih dahulu di Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Pasal 41 sudah jelas menyatakan bahwa sengketa di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan paling banyak Rp500.000.000 dan Asuransi Umum paling banyak Rp750.000.000.

Penulis: 

Elsy Wahyuni Tambun Saribu (NIM: 191010201389)
Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI