Kontaminasi Pangan Akibat Tutupnya TPA di Kota Batu

sampah
Ilustrasi: iStockphoto

Sampah di Indonesia selalu menjadi  permasalahan yang serius dalam kurun beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Lingkungan Hidup tahun (2012) menyebutkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2,5 liter dalam waktu satu hari.

Mengingat hal tersebut, menurut Data Statistik Indonesia tahun 2017 bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 258,705 juta jiwa dan akan meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun juga akan meningkatkan sampah yang dihasilkan setiap harinya.

Berdasarkan profil Kota Batu tahun 2013 diketahui lokasi wisata di Kota Batu memiliki berbagai macam wisata seperti wisata alam, wisata buatan. Banyaknya keberagaman tempat wisata yang ada di Kota Batu akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan untuk setiap harinya.

Bacaan Lainnya

Selain melihat dari segi tempat wisata yang ada, dapat dilihat juga dari segi lain, yaitu dari segi masyarakat Kota Batu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batu tahun 2017 bahwa jumlah penduduk mencapai 202.319 jiwa.

Jumlah penduduk juga berpengaruh pada produksi sampah yang dihasilkan untuk setiap harinya serta beban di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang digunakan di Kota Batu saat ini adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung, pada awal tahun 2009 dan 2010 TPA ini mulai awal operasional dengan dapat menampung sampah sebanyak 84 ton per hari.

Seiring berjalannya waktu dan semakin banyaknya wisatawan yang datang ke Kota Batu juga menimbulkan banyaknya sampah terutama pada tempat wisata. Hingga pada 2021 jumlah volume sampah yang dihasilkan setiap harinya mencapai 110 ton (Hendrawan, Mediana, Purnamasari: 2020).

Hal ini berdampak pada Tempat pembuangan Sampah (TPA) di Kota Batu. Sehingga Tempat Pembuangan Akhir ditutup karena sudah melebihi kapasitas jumlah sampah. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Batu ditutup karena batas sampah telah melebihi batas kapasitasnya.

Sehingga pemerintah menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tersebut. Namun menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bukanlah suatu solusi dari penuhnya kapasitas sampah. Hal ini justru membuat dampak bagi masyarakat Kota Batu.

Masyarakat nampak kebingungan membuang sampah sehingga banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Seperti di pinggir jalan, selokan, dan sungai. Hingga muncul pemberitahuan resmi ditutupanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kota Batu.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung Kota Batu resmi ditutup mulai 30 agustus 2023 hingga batas waktu yang belum ditentukan. Artinya sampah sudah tidak boleh dikirim lagi ke TPA ini, sehingga menyebabkan masyarakat membuang sampah di selokan, pasar, maupun di jalanan.

Sampah yang terus menerus dibuang oleh masyarakat mengakibatkan pasar besar Kota Batu terlihat kumuh, berbau tidak sedap, dan timbul banyak lalat.

Sehingga bahan pangan sangat berpotensi untuk terkontaminasi akibat hinggapnya lalat yang membawa banyak bakteri. Apabila bahan pangan sudah terkontaminasi oleh bakteri, maka dapat memicu timbulnya penyakit diare dan demam berdarah.

Hal ini tidak hanya terjadi di masyarakat Kota Batu tapi hal ini juga berdampak ke tempat wisata. Banyaknya pengunjung juga bisa mengakibatkan banyaknya jumlah sampah yang ada. Semakin banyak aktivitas di kawasan tersebut baik aktivitas sosial maupun ekonomi.

Namun limbah sampah yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Sehingga tidak hanya mengakibatkan munculnya penyakit tetapi adanya potensi banjir di Kota Batu.

Hal ini juga berdampak besar pada pedagang makanan. Terutama di pasar, banyaknya lalat yang datang mengakibatkan rawan terkenanya bakteri pada makanan yang bisa mengakibatkan datangnya penyakit seperti diare.

Jika masyarakat Kota Batu masih kurang kesadaran diri dan terus-menerus membuang sampah sembarangan maka akan menimbulkan efek bau tidak sedap sehingga wisatawan enggan untuk berkunjung ke Kota Batu. Dan ini tidak hanya berdampak pada wisata namun berdampak pada kesehatan bahan pangan.

Pedagang makanan di Kota Batu akan sepi pembeli dikarenakan banyak lalat, bau tidak sedap, dan kekahwatiran pada ke hegienisan bahan pangan.

Seperti halnya jika terjadi pencemaran pada air, adanya sampah yang membusuk menghasilkan air yang kotor dan mencemari sumur penduduk sekitar. Jika air tersebut dikomsumsi untuk kebutuhan sehari-hari baik untuk usaha ataupun dikomsumsi secara pribadi maka akan mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar terutama pada usaha makanan.

Banyaknya sampah menimbulkan dampak pada usaha makanan yang ada di pasar, alun-alun maupun yang ada  di pinggir jalan. Dampak bau ini disebabkan oleh sampah non-organik. sampah non organik seperti sampah plastik, botol,  dan sampah dari rumah sakit yang ada di Kota Batu. Sampah non organik akan lebih memakan waktu lama agar bisa  terurai dibanding sampah organik.

Tidak hanya pencemaran pada air, namun pencemaran udara juga ikut terlibat. Masyakarat bingung untuk membuang sampah ini kemana sehingga masyarakat melakukan pembakaran sampah secara individu di halaman  rumah mereka. Jika sampah ini terus menerus dibakar, maka dampaknya akan jauh lebih  buruk.

Sampah yang dibakar akan menghasilkan partikel-partikel abu yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Jika abu tersebut terkena pada bahan pangan atau makanan maka akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat Kota Batu.

Contohnya seperti di pasar pedagang sayur, daging, ataupun penjual makanan akan terkena dampak dari pembakaran sampah tersebut. Tidak hanya pedagang di pasar namun pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan maupun di sekolah-sekolah akan terkena dampaknya.

Namun ada beberapa cara untuk mengatasi tutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terutama bagi tempat wisata, pasar, dan usaha makanan:

  1. Para pedagang bisa membuat TPS darurat di sekitar tempat usahanya masing-masing, hal ini dilakukan agar dapat mengurangi volume sampah di Kota Batu.
  2. Masyarakat dapat memilah sampah organik dan non-organik sebelum dibuang.
  3. Perlu kerjasama di antara semua pihak. Kebijakan pengelolahan sampah di Kota Batu dengan melibatkan masyarakat, badan usaha, dan instansi pemerintah. Sehingga permasalah kebijakan pengelolahan sampah di daerah utama tujuan wisata sampah dapat dicegah.

Penulis:

Ika Melinda Afiandani
Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI