Kurikulum Merdeka: Perubahan Sosial dalam Pendidikan

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia, alinea keempat, menyatakan bahwa pemerintah negara Indonesia memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan di Indonesia menjadi topik yang gencar dibicarakan oleh masyarakat.

Tanpa pendidikan yang berkualitas, generasi penerus bangsa tidak akan bisa meningkatkan mutu hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk menjamin sistem pendidikan yang merata dan bermutu, pemerintah menyusun sebuah kurikulum. Pemerintah Indonesia mempelopori Kurikulum Nasional yang digunakan di hampir semua sekolah di Indonesia.

Kurikulum Nasional banyak mengalami pembaharuan seiring berkembangnya teknologi dan informasi. Kurikulum di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1947. Indonesia telah banyak mengalami perubahan kurikulum, di antaranya kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan terakhir 2013.

Bacaan Lainnya

Perubahan kurikulum sering dipengaruhi oleh faktor politik karena perubahan dan penetapan sebuah kurikulum merupakan kewenangan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia.

Kurikulum di Indonesia dikelola dengan kebijakan publik pada bidang pendidikan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Semua penyusunan kurikulum di Indonesia berlandaskan ideologi Pancasila.

Kurikulum yang terakhir sebelum digantikan dengan Kurikulum Merdeka adalah Kurikulum 2013 (K-13). Kurikulum ini diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum 2006 (KTSP). Secara umum, Kurikulum 2013 memiliki 4 aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku.

Di dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan.

Namun, penerapan K-13 dihentikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Pada 11 Februari 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Kurikulum Merdeka secara daring. Dengan disahkannya Kurikulum Merdeka, Kurikulum 2013 tidak lagi menjadi pedoman sistem pendidikan di Indonesia.

Terkhususkan di bangku SMA, Kurikulum 2013 mempelopori adanya pemisahan jurusan IPA dan IPS. Siswa-siswi dapat memilih antara jurusan IPA dan IPS yang masing-masing jurusan memiliki mata pelajaran wajib dan peminatan.

Dengan adanya pemisahan jurusan, siswa-siswi dibekali dasar yang kuat dan spesifik sebelum berlanjut ke perguruan tinggi. Sekarang, sudah tidak ada lagi pembedaan jurusan tetapi para siswa-siswi hanya mengambil mata pelajaran sendirinya yang sesuai dan diperlukan olehnya.

Kurikulum Merdeka merintis beberapa karakteristik yang sengaja dibentuk agar terjadinya proses belajar mengajar yang diharapkan. Pertama, Pengembangan soft skills dan karakter, kedua, fokus pada materi esensial, ketiga, pembelajaran yang fleksibel.

Sebagai puncak pembelajaran, Kurikulum Merdeka menggunakan projek P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai berlandaskan Pancasila kepada pelajar. Pada awalnya, P5 dibentuk untuk memulihkan pendidikan nasional yang sempat terkendala pada masa pandemi COVID-19.

Dengan adanya P5, diharapkan pelajar memiliki nilai gotong-royong, memiliki sikap toleransi yang tinggi, berkebhinekaan global, memiliki pengembangan karakter yang bermanfaat dan bermutu bagi sekitarnya, inklusivisme, berkompeten, dan masih banyak lagi.

Pengembangan karakter dan sikap kompeten diutamakan agar pelajar dapat menghadapi persaingan di era Revolusi Industri 4.0. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila memiliki prinsip-prinsip yaitu prinsip holistik, kontekstual, berpusat pada peserta didik, dan eksploratif.

Dari segi holistik, pelajar didorong untuk bisa memahami suatu isu yang dipelajari secara dalam. Lalu dari segi kontekstual, pelajar dibekali kemampuan untuk menjadikan realitas kehidupan sehari-hari sebagai bahan utama pelajaran.

Yang dimaksud dengan berpusat pada peserta didik adalah mendorong pelajar untuk menjadi subjek pembelajaran yang aktif. Segi terakhir, yaitu eksploratif mendorong pelajar untuk menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi dan memperluas jangkauan pembelajaran pelajar.

Pelajar mendapatkan kesempatan untuk bisa memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Secara sistem penilaian, Kurikulum Merdeka ini menggunakan penilaian non-akademik berbanding terbalik dengan Kurikulum 2013 menggunakan penilaian akademik yang terstruktur. Banyak sekali manfaat dan tujuan yang bermutu di dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bagi pelajar generasi baru sekarang.

Di SMA Kolese Gonzaga, Kurikulum Merdeka sudah diberlakukan secara bertahap. Program ini juga mulai terlaksana mulai tahun ajaran 2022/2023. Secara keseluruhan, sistem kurikulum yang baru ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang baru dan tidak pernah dirasakan sebelumnya.

Siswa-siswi bisa memilih mata pelajaran sesuai dengan minatnya. Sebelumnya, guru-guru memiliki kewajiban untuk memenuhi kriteria kelulusan minimal (KKM). Tetapi Kurikulum Merdeka membuat guru-guru menjadi leluasa untuk menghargai proses pembelajaran dan pencapaian siswa saat belajar.

Melalui Kurikulum Merdeka juga, guru-guru memiliki kesempatan untuk mengenal minat, bakat, dan kemampuan masing-masing siswa. Dengan mengenal lebih jauh kualitas-kualitas ini, guru-guru bisa memenuhi kebutuhan masing-masing siswa secara lebih maksimal.

Perlu diketahui juga bahwa tidak semua sekolah menjalankan program P5 dengan cara yang sama. Salah seorang siswa kelas XI di sekolah SMA Kolese Gonzaga Jakarta mengatakan, bahwa ia merasakan perubahan yang membantu dengan contoh konkret, soal-soal ujian yang sudah mulai diubah, dan tagihan dalam membaca buku sebagai wujud program literasi yang terlaksana.

Prinsip dari P5 memiliki kemiripan dengan sistem pendidikan Jesuit di mana pelajar dituntut untuk memiliki literasi yang baik. Contoh aktualisasi program P5 yaitu Ujian Akhir Semester (UAS) dengan tipe soal skolastik di mana pelajar harus menulis jawaban menggunakan kemampuan untuk berpikir secara kritis dan merakit kata-kata menjadi sebuah kalimat/ jawaban akademis.

Selain itu, pelajar diajak untuk mencatat materi-materi yang diajarkan di kelas karena catatan itu akan menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran dan dinilai.

Dengan demikian mengenai Kurikulum Merdeka bersama Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang diberlakukan untuk semua sekolah dengan harapan agar para pelajar memiliki pengembangan karakter seperti toleransi yang tinggi, memiliki sifat inklusivisme atau terbuka dengan hal dan pembelajaran yang baru. Kurikulum Merdeka ini memberikan kesempatan untuk mengetahui minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan seorang pelajar.

Penulis:
1.
Handra Tangi Wiguna
2. Simon Michael Octavius
3. Kimberly Muliawan
Siswa IPS SMA Kolese Gonzaga

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

 

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI