Pandangan Mahasiswa Universitas di Surabaya terhadap Pencopotan Jabatan Karena Pamer Harta

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Latar Belakang

Jabatan (job) adalah sekumpulan pekerjaan yang berisi tugas-tugas yang sama atau berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan pelaksanaannya memerlukan kecakapan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang sama pula meskipun tersebar di beberapa tempat. Contoh, Widyaiswara.

Jabatan ini baik di lingkungan Kemdiknas maupun di lingkungan BKN, mempunyai pekerjaan yang sama antara lain mengajar, mendidik, dan melatih peserta diklat pada lembaga diklat instansi pemerintah.

Pengertian jabatan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah ”kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan satuan organisasi”.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Kabag Umum Kanwil Dirjen Pajak Dicopot dari Jabatannya, Kenapa?

Menurut undang-undang tersebut, jabatan dapat ditinjau dari dua sudut yaitu dari sudut struktural yang lebih dikenal sebagai jabatan struktural, dan dari sudut fungsional disebut sebagai jabatan fungsional.

Kasus pencopotan jabatan karena pamer harta sedang banyak dibahas akhir akhir ini dikarenakan ada sejumlah pejabat yang memamerkan hartanya pada media sosial, hal itu pun langsung ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang, salah satu contohnya yaitu pada kasus Rafael yang dilaporkan karena Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi ganjil.

Dari sinilah penyidikan terhadap Rafael pun terus bergulir. Yang berawal dari pamer harta pada media sosial kemudian berlanjut pada pemeriksaan anggota keluarga para pejabat.

Alasan kami mengambil tema tersebut dengan judul Pandangan Mahasiswa Universitas di Surabaya terhadap Pencopotan Jabatan Karena Pamer Harta karena menurut kami tema sedang gempar dan banyak dibahas di semua kalangan, maka dari itu kami memutuskan untuk memakai tema tersebut. Kami melakukan penelitian ini pada beberapa mahasiswa di universitas Surabaya.

Data yang Diperoleh

Menurut data yang kami peroleh sebanyak 83,9% orang mengetahui tentang berita pencopotan jabatan karena pamer harta dan sebanyak 16,1% tidak tahu mengenai berita tersebut.

Menurut data yang kami peroleh sebanyak 71% orang setuju tentang pencopotan jabatan karena pamer harta dan sebanyak 29% orang tidak setuju.

Menurut data yang kami peroleh, 80,6% orang setuju tentang pentingnya membahas berita pencopotan jabatan karena pamer harta dan 19,4% orang tidak setuju untuk membahas berita tersebut.

Menurut data yang kami peroleh sebanyak 67,7% orang berpendapat bahwa tindakan pencopotan jabatan karena pamer harta ini tepat dan 32,3% orang merasa bahwa pencopotan jabatan karena pamer harta ini bukan tindakan yang tidak tepat.

Menurut diagram presentase dengan mahasiswa yang berumur sekitar 18-21 tahun dan 64% berjenis kelamin permpuan dan 35% berjenis kelamin laki-laki, seperti yang tertera di atas bisa disimpulkan bahwasanya 84% mahasiswa Surabaya setuju terhadap pencopotan jabatan karena pamer harta, berikut beberapa alasan mahasiswa Surabaya yang mengisi kuisioner kami:

Baca Juga: Kasus Rafael Trisambodo, Apakah Indonesia Masih Negara Hukum atau Negara Tekanan Sosial?

  1. Hal ini dikarenakan para pejabat tidak sepenuhnya transparansi terhadap harta benda yang mereka miliki. Tidak adanya pelaporan terhadap harta benda milik pribadi yang notabenenya merupakan hasil dari kerja mereka pribadi ataupun uang rakyat. Sehingga sangat diperlukannya transparansi dalam segi apapun. Pamer harta di Indonesia, dapat tersorot dengan mudah, hal ini digadang-gadang dapat memicu perselisihan antara pejabat dengan rakyat dikarenakan tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab.
  2. Karena untuk “pencopotan jabatan karena pamer harta” sendiri mengacu pada tindakan seorang pejabat atau pegawai negeri yang memamerkan atau menunjukkan kemewahan harta benda atau kekayaannya secara berlebihan. Hal ini merupakan tindakan yang bertentangan dengan kode etik dan integritas sebagai seorang pejabat atau pegawai negeri. Sebab dapat merusak citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga atau instansi yang bersangkutan, serta dapat membahayakan keberlangsungan tugas dan fungsi jabatan yang diemban dan dapat menimbulkan dugaan serta rasa kecurigaan terhadap sumber kekayaannya terhadap khalayak umum.

Dan sekitar 16% mahasiswa Surabaya tidak setuju terhadap pencopotan jabatan karena pamer harta dengan beberapa alasan seperti:

  1. Tidak setuju dan beberapa argumen ini menjadi alasannya:
    • Perlu diketahui pamer harta atau flexing yang ramai diperbincangkan, bagi saya adalah hal wajar yang orang lain lakukan, bisa jadi orang tersebut membutuhkan validasi bahwa dia kaya atau justru membawa dampak positif agar orang-orang termotivasi untuk lebih bekerja keras.
    • Pejabat yang dimaksud perlu ditindaklanjuti asal usul harta tersebut, yang kemungkinan harta yang dibuat pamer merupakan hasil tindak korupsi. jika hal itu terjadi, maka sanksi pencopotan jabatan tentu tidak layak diberikan karena tidak memberi efek yang jera. Perlu kita contoh di negara lain yang memberikan hukuman seperti hukuman penjara seumur hidup bahkan hukuman mati agar pelaku merasa jera dan pejabat tidak akan melakukan tindak pidana korupsi.
  2. Tidak setuju tentang pencopotan jabatan karena pamer harta. Karena pada berita yang saya lihat, orang yang pamer harta tersebut yaitu keluarganya (istri/anak) bukan pejabat itu sendiri. Mungkin sebenarnya pejabat tersebut tidak berniat pamer harta, namun lebih ke menikmati hasil jerih payahnya, asalkan harta yang tidak berasal dari korupsi. Jika harta tersebut berasal dari sumber yang tidak benar, maka pencopotan jabatan tersebut harus dilakukan.
  3. Tidak setuju dikarenakan masih banyak problematika yang lain di negeri ini untuk dikritisi, dan tindakan pencopotan jabatan karena pamer harta itu termasuk tidak logis.

Baca Juga: Mengapa Kasus Korupsi Masih Terus Terjadi di Indonesia?

Kesimpulan

Dari hasil survei melalui Google Form di atas, dapat disimpulan bahwa banyak dari mahasiswa Surabaya yang setuju dengan tindakan pencopotan jabatan karena pamer harta, namun ada juga mahasiswa yang tidak setuju dengan tindakan pencopotan jabatan karena pamer harta.

Pamer harta sendiri sebetulnya merupakan urusan masing-masing pribadi, namun pejabat yang notabenenya seorang tokoh masyarakat juga harus membatasi apa yang bisa di-post dan tidak di sosial media.

Penulis: 
1. Bintang Isal Ramadhan

2. Aufal Yuki Fahmi
3. Luna Rachma Putri
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Dosen Pengampu: Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A.
Mata Kuliah: Opini Publik dan Propaganda

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI