Pendidikan Kewarganegaraan Berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membangun warga negara yang baik (good citizenship).

Bukan hanya warga negara yang patuh terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, akan tetapi menjadi warga negara menjadi warga negara yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM (Hartono: 1985).

Apakah Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilandaskan Al-Qur’an dan hadis?

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Mempertahankan Ekstensi Karakter Bangsa Indonesia melalui Sentuhan Ayat-Ayat Suci Al-Qur’an

Sebagai sumber hukum utama dan pedoman bagi kehidupan manuisa, Al-Qur’an dan hadis adalah pilar utama bagi terciptanya manusia yang ber-akhlakul karimah.

Budi pekerti luhur, kesantunan, dan religiusitas yang dijunjung tinggi serta menjadi budaya bangsa Indonesia selama ini seakan-akan menjadi terasa asing dan jarang ditemui di tengah-tengah masyarakat.

Kondisi ini akan menjadi parah lagi jika pemerintah tidak segera mengupayakan program-program perbaikan baik yang bersifat jangka panjang serta tidak dapat dievaluasi dalam jangka waktu yang pendek, tetapi pendidikan karakter merupakan sebuah pembelajaran yang berbentuk pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter harus sudah diterapkan sejak dini, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam penanaman karakter yang baik.

Jika orangtua menanamkan perilaku yang baik sedari kecil atau pada masa pra sekolah, maka anak tersebut akan terbiasa menanamkan hal-hal baik di sekitarnya pada masa kini hingga masa yang akan datang.

Merujuk pada tujuan pendidikan nasional di Indonesia, maka salah satu materi yang dihadirkan sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang terkait dengan tatanan nilai, norma, dan moral adalah melalui pendidikan kewarganegaraan.

Kita berbicara tentang bagaimana peran dan tanggung jawab orang tua dalam perspektif pendidikan Islam.

Orangtua mempunyai kewajiban mendidik anak-anaknya agar menjadi pribadi yang baik dan unggul. Tak sedikit orangtua yang hanya mengandalkan pendidikan di sekolah saja, namun lalai memperhatikan pendidikan di rumah oleh orangtuanya.

Padahal pendidikan orangtua di rumah khususnya pra sekolah adalah sangat penting. Pendidikan pra sekolah merupakan penentuan bagaimana nanti anak akan mendapat dan menerima pengajaran dari sekolah formal.

Orangtua yang tidak memberikan pendidikan pra sekolah biasanya menyalahkan anak jika anak tersebut sudah masuk sekolah formal. Biasanya permasalahan yang timbul pada anak disebabkan oleh apa yang ia alami.

Misalnya di sekolah ia bandel, bermalas-malasan, tidak patuh terhadap guru, dan kenakalan lainnya. Apa yang menyebabkan itu terjadi? Dia tidak mendapat pendidikan pra sekolah yang baik. Mengapa demikian?

Baca Juga: SelfLove dari Sudut Pandang Al-Qur’an

Karena setiap anak memiliki Golden Age atau masa-masa emas, di mana masa tersebut anak memiliki daya tangkap yang tinggi. Kita sebagai orangtua harus memanfaatkannya dengan baik.

Kapan Golden Age ini berlangsung? Dimulai sejak dalam kandungan-1000 hari ke depan dan sampai usia 6 tahun. Pada masa ini sangat penting untuk diperhatikan oleh orangtua. Karena pada fase ini pertumbuhan anak berkembang begitu pesat. Penelitian mengatakan sekitar 50% kecerdasan orang dewasa mulai terbentuk di usia 4 tahun.

Maka dari itu sangat penting bagi orangtua untuk memahami ini. Sebagai orangtua kita harus mempersiapkan bagaimana kita akan mendidik anak dengan baik. Pada masa ini orangtua wajib mendukung tumbuh kembang si kecil.

Sebagai umat muslim fase Golden Age sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan bagi anak kita. Menurut beberapa pendapat, anak pada usia 4 tahun sudah mulai timbul pengertiannya terhadap Tuhan, sehingga ia selalu menanyakan apa itu Tuhan, di manakah Tuhan, mengapa Tuhan tidak terlihat, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Pada masa inilah orangtua harus menanamkan keimanan pada anak-anak. Agar keimanan kepada Allah melekat pada jiwa anak, keimanan harus ditanamkan sejak sedini mungkin. Karena pada masa itu, anak akan mudah menerima apa yang diajar dan dididikkan oleh orangtuanya.

Pengalaman ketuhanan dipelajari oleh anak melalui hubungan emosional secara otomatis dengan orangtuanya. Bahan keimanan yang akan ditanamkan harus sesuai dengan usia anak.

Selanjutnya peran orangtua terhadap pembangunan karakter terhadap anaknya yaitu dengan menjadi contoh sikap dan tingkah laku yang baik. Malu rasanya jika kita menyuruh anak untuk berbuat kelakuan baik sedangkan kita tidak baik.

Perilaku orangtua pada masa-masa Golden Age hingga sekolah dasar tidak akan lepas dari pengamatan anak-anak dan selalu ingin menirunya, karena pada masa itulah proses identifikasi berlangsung.

Jadi sebagai pendidik dan orangtua sebelum melakukan perbaikan terhadap anak didiknya, harus terlebih dahulu melakukan perbaikan terhadap dirinya sendiri. Sebab apapun yang dilakukan oleh orangtua dan guru akan ditiru oleh anak. Karena anak merupakan fotokopi orangtua dan gurunya terutama pada kehidupan sehari-hari.

Kemudian sebagai orangtua dan pendidik kita harus membiasakan akhlak mulia, ibadah, dan kedisiplinan. Orangtua sebagai pendidik pertama dan yang utama bagi anak, hendaknya selalu menunjukan rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak didiknya. Karena situasi ini akan menginternal dalam diri anak untuk kemudian ia implementasikan kepada sesama di kemudian hari.

Baca Juga: Muhammadiyah sebagai Gerakan Pendidikan dan Gerakan Ekonomi

Lalu bagaimana kita mendidik akhlak mulia ini kepada anak?

Rasulullah secara praktis mengajarkan akhlak di antaranya melalui:

  1. Orangtua harus tanggap terhadap tingkah laku anaknya yang tidak sesuai ajaran Islam. Kenakalan remaja adalah sebab dari lalainya perhatian orangtua terhadap anaknya. Kebanyakan anak mengalami masa yang kosong atau hampa sehingga ia terjerumus kepada hal yang tidak baik dan keluar dari ajaran Islam.
  2. Setiap saat orangtua harus dapat mendidik akhlak anak dan tidak perlu menyediakan waktu khusus. Ini menjadi poin penting, karena sedikit saja orangtua lengah, maka anak akan hilang dari pengawasan. Mengapa harus setiap saat? Agar anak merasa bahwa dirinya benar-benar harus teguh pada kebiasaan akhlak baik tersebut.
  3. Membiasakan anak-anak makan bersama, hal ini akan menimbulkan bahwa anak mengetahui sopan santun dan menghargai orang lain.

Rasulullah bersabda, “Hargailah anak-anakmu dan baguskanlah adab sopan santun mereka.” 

Hadis tersebut memberi isyarat bahwa kita harus menghargai dan memperlakukan anak kita dengan baik, maka dengan itu pula kita akan memperbaiki akhlak dan perilaku anak-anak kita.

Pembangunan karakter dengan pendidikan agama akan membentuk generasi bangsa yang baik sebagai muslim dan warga negara yang baik. Jikalau landasan kita berpegang teguh terhadap Islam, maka kehidupan kewarganegaraan akan merealisasikan bahwa Islam itu benar-benar agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Penulis: 

Nur Rani
Mahasiswa PAI IAIN Syeikh Nurjati Cirebon                       

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI