Penerapan Program Deradikalisasi Narapidana Terorisme: Ditinjau dari Nilai-nilai Pancasila

Narapidana Terorisme
Ilustrasi Narapidana Terorisme (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Pendahuluan 

Pancasila dikenal sebagai ideologi terbuka, yang artinya mampu mengikuti perkembangan zaman, bersifat dinamis, memiliki sistem pemikiran yang terbuka, dan merupakan hasil konsensus masyarakat. Oleh sebab itu, Pancasila dijadikan dasar negara dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ideologi ini muncul pada masa rendahnya kesadaran masyarakat untuk bersatu, yang kemudian berkembang dari kesediaan berkorban demi kepentingan besar dalam membentuk sebuah bangsa yang besar. Namun, sebagai ideologi terbuka, Pancasila terus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman yang tak terhindarkan.

Oleh karena itu, diperlukan pengkajian ilmiah untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Langkah ini menjadi sangat penting untuk mengantisipasi dan menekan arus radikalisasi di era globalisasi.

Bacaan Lainnya

Masyarakat Indonesia perlu dibimbing dan diberikan sosialisasi secara terus-menerus untuk mereaktualisasikan nilai-nilai dasar Pancasila, yang menjadi penyangga atau pilar kehidupan berbangsa dan bernegara (Fathani, et. al., 2020).

Dalam konteks ini, deradikalisasi menjadi salah satu upaya penting untuk menjaga stabilitas negara. Deradikalisasi adalah upaya untuk menetralisir paham radikal menggunakan pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan, dan sosial-budaya.

Program Deradikalisasi (Pembinaan) dapat diterapkan di dalam lapas dengan menargetkan narapidana terorisme melalui proses identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi. Tujuan utama deradikalisasi adalah mengembalikan individu-individu yang memiliki pemahaman radikal ke arah pemikiran yang lebih moderat (Isnawan, 2018).

Suatu keharusan bahwa, implementasi program deradikalisasi dalam lapas yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dapat menjadi strategi efektif dalam membentuk kembali narapidana terorisme agar mampu berintegrasi kembali ke masyarakat dengan pemahaman yang lebih moderat dan konstruktif.

Pendekatan ini sejalan dengan semangat Pancasila yang mengedepankan persatuan dan keadilan sosial, serta memperkuat fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Radikalisme, sebagai isu global, mempengaruhi individu dan kelompok untuk menggunakan kekerasan demi tujuan yang didasarkan pada keyakinan agama. Laporan menunjukkan bahwa radikalisme agama seringkali menjadi penyebab utama dari aksi terorisme di berbagai negara.

Sejak serangan terhadap World Trade Center di Amerika Serikat pada 11 September 2001, para pelaku terorisme sering mengklaim tindakan mereka sebagai bentuk jihad fisabilillah,” dijelaskan oleh seorang analis keamanan.

Ali Imron, yang terlibat dalam serangan bom di Bali, menyatakan alasan-alasan seperti ketidakpuasan terhadap pemerintah yang tidak berdasarkan syari’at Islam, rusaknya moralitas masyarakat, dan keinginan melindungi umat Islam sebagai motivasi di balik tindakannya.

Salah satu peristiwa teror yang memperhatikan adalah bom di Gereja Surabaya. Bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya menimbulkan 49 korban, dengan 9 orang tewas dan 40 lainnya luka-luka,” disampaikan oleh Wakapolrestabes Surabaya.

Kejadian ini diduga melibatkan satu keluarga dan diikuti oleh serangan bom susulan di Rumah Susun Wonocolo, Sidoarjo, dan di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. “Penanganan terorisme harus dilakukan secara komprehensif,” tambahnya, sebagai peringatan bahwa bahkan anak-anak kecil dapat terlibat dalam aksi teror, menunjukkan betapa luasnya dampak gerakan radikal seperti ISIS.

Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan bahwa pelaku teror di Surabaya berafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan salah satu pemimpinnya, Aman Abdurrahman, saat ini ditahan di Nusakambangan.

Serangan ini diduga sebagai balasan terhadap tekanan terhadap ISIS di tingkat internasional,” terang Karnavian. Radikalisme, menurutnya, mencari perubahan mendasar sesuai dengan ideologi mereka, baik melalui cara damai maupun kekerasan. “Radikalisme sering dihubungkan dengan tindakan kekerasan, bahkan bunuh diri,” tambahnya.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaksanakan program deradikalisasi untuk menetralkan pemikiran radikal, baik bagi teroris yang ditahan maupun yang berada di luar penjara. “Tujuan kami adalah mengembalikan mereka ke pemikiran yang moderat dan mengintegrasikan mereka kembali ke masyarakat,” ujar juru bicara BNPT.

 

ISI

Mengapa Gerakan Radikal Eksis di Zaman Sekarang?

Di era modern, gerakan radikal tetap eksis dan menjadi tantangan besar bagi keamanan global. Meski banyak negara telah berupaya memerangi radikalisme melalui berbagai kebijakan, kenyataannya gerakan ini terus berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman.

Radikalisme sering kali memanfaatkan kemajuan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan ideologi ekstremis dan merekrut anggota baru. Internet memungkinkan penyebaran pesan radikal lebih cepat dan lebih luas, menjangkau berbagai kalangan, termasuk mereka yang rentan terhadap pengaruh ekstremis.

Gerakan radikal juga memanfaatkan ketidakpuasan sosial, ekonomi, dan politik untuk menarik simpati dan dukungan. Ketidakadilan, kemiskinan, dan diskriminasi sering menjadi bahan bakar bagi kelompok radikal untuk mempromosikan ideologi mereka sebagai solusi alternatif.

Terorisme sebagai bentuk ekstrem dari radikalisme telah menyebabkan banyak korban dan ketakutan di masyarakat. Serangan teror di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa ancaman ini nyata dan memerlukan respons yang serius dan komprehensif.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme. Edukasi, dialog antaragama, dan pemberdayaan ekonomi adalah beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi daya tarik radikalisme. Selain itu, penting untuk memperkuat nilai-nilai toleransi, inklusi, dan keadilan dalam masyarakat guna menciptakan lingkungan yang tangguh terhadap pengaruh ekstremis.

Baca juga: Lembaga Pemasyarakatan sebagai Fasilitator dalam Integrasi Narapidana dan Masyarakat

 

Penerapan Program Deradikalisasi Napi Teroris ditinjau dari Nilai Luhur Pancasila

Program deradikalisasi narapidana teroris merupakan salah satu upaya penting yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menangani masalah terorisme. Program ini bertujuan untuk menetralisir pemikiran radikal para narapidana dan mengembalikan mereka ke masyarakat dengan pemikiran yang lebih moderat.

Deradikalisasi di Indonesia dilakukan dengan pendekatan interdisipliner yang mencakup hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan, dan sosial-budaya.

Peninjauan program deradikalisasi dari perspektif nilai luhur Pancasila menunjukkan kesesuaian dan relevansi program ini dengan dasar negara Indonesia. Pancasila mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial yang dapat menjadi landasan kuat dalam program deradikalisasi.

Implementasi program yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila bertujuan untuk membentuk kembali narapidana teroris menjadi individu yang menghargai kemanusiaan, hidup dalam harmoni, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Nilai pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, menekankan pentingnya keyakinan agama yang moderat dan menghormati perbedaan keyakinan. Deradikalisasi yang menyentuh aspek keagamaan membantu narapidana teroris memahami ajaran agama yang benar dan menjauhkan mereka dari interpretasi ekstremis.

Nilai kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendorong perlakuan yang manusiawi terhadap narapidana teroris dan memberikan mereka kesempatan untuk rehabilitasi dan resosialisasi. Program deradikalisasi yang efektif harus mampu mengembalikan martabat narapidana sebagai manusia yang memiliki hak untuk berubah dan berbaur kembali dengan masyarakat.

Nilai ketiga, Persatuan Indonesia, mendukung upaya deradikalisasi untuk memperkuat ikatan sosial dan kesatuan bangsa. Program ini bertujuan untuk menghilangkan segregasi yang disebabkan oleh ideologi radikal dan membangun kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan.

Nilai keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menekankan pentingnya partisipasi berbagai pihak dalam program deradikalisasi. Pelibatan masyarakat, tokoh agama, dan ahli dalam proses deradikalisasi dapat memperkaya pendekatan yang digunakan dan memastikan keberhasilan program.

Nilai kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menggarisbawahi pentingnya keadilan dalam pelaksanaan program deradikalisasi. Semua narapidana harus mendapatkan perlakuan yang adil dan akses terhadap program rehabilitasi yang sama, tanpa diskriminasi.

 

Bentuk Pembinaan Narapidana Terorisme, Bagaimanakah?

Pembinaan narapidana terorisme merupakan proses yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang holistik serta interdisipliner. Proses ini dimulai dengan identifikasi dan penilaian risiko untuk menilai tingkat radikalisme serta potensi ancaman yang mungkin ditimbulkan oleh narapidana.

Identifikasi ini bertujuan untuk memahami latar belakang, motivasi, dan jaringan yang dimiliki narapidana terorisme, sehingga strategi pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. Salah satu bentuk pembinaan adalah melalui program deradikalisasi yang mengombinasikan pendekatan hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan, dan sosial-budaya.

Dalam aspek keagamaan, narapidana diberikan bimbingan spiritual oleh tokoh agama yang moderat untuk memperbaiki pemahaman agama yang sebelumnya salah dan ekstrem. Bimbingan ini juga melibatkan diskusi mendalam tentang nilai-nilai agama yang mendorong perdamaian dan toleransi.

Selain itu, rehabilitasi psikologis dilakukan untuk membantu narapidana mengatasi trauma dan stres yang dialami, serta mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan konstruktif.

Aspek pendidikan dan keterampilan juga tidak kalah penting, di mana narapidana diberikan pelatihan vokasional dan pendidikan formal untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mencari pekerjaan setelah bebas. Ini bertujuan untuk memberikan mereka keterampilan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan mencegah mereka kembali terlibat dalam kegiatan terorisme karena alasan ekonomi.

Reedukasi sosial juga dilakukan dengan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila. Narapidana diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang membangun rasa kebersamaan dan menghilangkan perasaan terisolasi yang sering kali menjadi akar dari pemikiran radikal.

Resosialisasi bertujuan untuk mempersiapkan narapidana kembali ke masyarakat dengan cara yang aman dan terkontrol, memastikan mereka dapat berintegrasi kembali tanpa membawa ideologi radikal yang dapat merusak tatanan sosial.

Pendekatan ini juga melibatkan metode bottom-up dan top-down. Melalui metode bottom-up, nilai-nilai kearifan lokal yang selaras dengan Pancasila digali dan dibangkitkan kembali, memberikan narapidana pemahaman bahwa radikalisme bukan bagian dari budaya asli Indonesia.

Sementara itu, metode top-down melibatkan negara sebagai aktor utama yang mendorong sosialisasi nilai-nilai Pancasila melalui seperangkat aturan perundang-undangan yang mengikat, penciptaan kesejahteraan masyarakat yang merata, dan pemberian motivasi kepada warga negara untuk memelihara sikap kerukunan serta gotong royong dalam mencapai tujuan nasional.

Keseluruhan upaya pembinaan ini dirancang untuk mencabut radikalisme dari akarnya dan membentuk kembali narapidana menjadi individu yang dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

Dengan demikian, program pembinaan narapidana terorisme yang berbasis pada nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya bertujuan untuk mengubah pemikiran individu, tetapi juga untuk memperkuat fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadikan Indonesia lebih aman dan harmonis di tengah ancaman radikalisme global.

Baca juga: Radikalisme dan Terorisme: Ancaman Keamanan Global dari Timur Tengah

 

Penutup

Nilai-nilai Pancasila memberikan landasan moral dan etika yang kuat dalam upaya deradikalisasi. Ketuhanan Yang Maha Esa mendorong pemahaman agama yang moderat dan inklusif. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memastikan perlakuan yang manusiawi dan rehabilitatif bagi narapidana.

Persatuan Indonesia mengedepankan kesatuan bangsa, mengatasi segregasi ideologi radikal. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan menekankan pentingnya partisipasi berbagai pihak dalam program deradikalisasi. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memastikan perlakuan yang adil dan non-diskriminatif dalam pelaksanaan program.

Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila, program deradikalisasi tidak hanya berupaya menetralisir pemikiran radikal, tetapi juga membentuk kembali narapidana teroris menjadi individu yang mampu berkontribusi positif bagi masyarakat. Implementasi yang konsisten dan komprehensif dari program ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan harmonis, serta memperkuat fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Penulis: Ika Ayu Vitria
Mahasiswa Manajemen Pemasyarakatan, Politeknik Ilmu Pemasyarakatan 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

Fathani, A. T., & Purnomo, E. P. (2020). Implementasi Nilai Pancasila dalam Menekan Radikalisme Agama. Mimbar keadilan, 13(2), 240-251.

Febriyansah, M. N., Khodriah, L., & Wardana, R. K. (2017). Upaya Deradikalisasi Narapidana Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedung Pane Semarang. Law Research Review Quarterly, 3(2), 91-108.

Idris, I. (2018). Deradikalisasi: Kebijakan, Strategi dan Program Penanggulangan Terorisme. Penerbit Cahaya Insani.

Isnawan, F. (2018). Program deradikalisasi radikalisme dan terorisme melalui nilai-nilai luhur Pancasila. FIKRI: Jurnal Kajian Agama, Sosial Dan Budaya, 3(1), 1-28.

Khamdan, M. (2015). Rethinking Deradikalisasi: Konstruksi Bina Damai Penanganan Terorisme. Addin, 9(1).

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI