Penerapan Sekolah Penggerak sebagai Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di SDN Joglo No. 76 Kota Surakarta

sdn joglo 76
SDN Joglo 76 Surakarta

Sekolah penggerak merupakan upaya perwujudan visi dari pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, madiri, dam berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila.

Program sekolah penggerak juga sebagai implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, yang mana kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 2013 (K13).

Program sekolah penggerak dapat pemberlakukan jika kepala sekolah lolos mengajukan kepada dinas pendidikan untuk menjadi sekolah penggerak.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Akankah Kurikulum Sekolah Penggerak Dapat Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia?

SD Negeri Joglo No. 76 merupakan salah satu Sekolah Dasar dari 8 Sekolah Dasar baik negeri maupun swasta yang sudah menerapkan sekolah penggerak di Kota Surakarta.

Di SDN Joglo 76, penerapan sekolah penggerak dilakukan secara bertahap yaitu dimulai dari kelas satu dan empat di tahun pertama.

Menurut Ibu Budiarti sebagai wakil kepala sekolah (Wakasek) “Perbedaan yang menonjol di program sekolah penggerak dengan sekolah sebelumnya yaitu  proyek pembelajaran”. (Wawancara dengan Ibu Budiarti (Wakasek) SD Negeri Joglo No. 76, dilakukan pada tanggal 3 Juni 2022.)

Sekolah Penggerak juga harus ada penerapan Pelajar Pancasila sebesar. Penerapan di SDN Joglo dalam rangka mencipta Profil Pelajar Pancasila dengan mengadakan proyek yang mengambil tema “Jajanan Solo Tempo Dulu”.

Kegiatan yang dalam proyek dilakukan 20% dari total jam pembelajaran, di SDN Joglo kegiatan tersebut diambil pada hari Jumat. Proyek dilakukan dari siswa mengenal bahan, tahu cara membuat, mempraktekan, tahu rasanya, tahu manfaatnya dari Makanan Tradisional. Hasil proyek akan dipamerkan di halaman sekolah yang akan dilakukan pada tanggal 15 Juni.

Baca juga: Kurikulum Sekolah Penggerak

 Adanya sekolah penggerak menjadikan guru merdeka dalam pengajaran di kelas. Hal ini dapat dilihat dari guru bebas memilih materi apa yang ingin disampaikan terlebih dahulu khususnya untuk materi IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam & Sosial) dengan catatan dalam satu tahun pembelajaran capaian pembelajaran dapat terpenuhi semuanya.

Maka untuk evaluasi seperti UTS & UAS guru kelas membuat sendiri, apa yang diajarkan itu yang diujikan. Di kurikulum merdeka juga dibagi fase-fase, yaitu fase 1 (kelas I dan II), fase 2 (kelas III dan IV), fase 3 (kelas V dan VI), dengan pembagian perfase bisa diatur dengan kesepakatan antar guru.

Ibu Budiarti menyatakan “Kelebihan kurikulum ini yaitu guru lebih merdeka, kita ga terikat dengan kurikulum, satu tahun itu ini yang saya ajarkan, saya mau dengan urutan saya sendiri versi saya, anak paham ini nanti untuk masuk kesini pasti bisa, itu guru yang paling tahu, apa yang saya ajarkan itu yang saya evaluasikan”.

Baca juga: Kurikulum Sekolah Penggerak, Terlalu Tergesa-gesa?

Karena ketika  soal dibuat oleh guru dari sekolah lain atau pusat soal tersebut tidak bersangkutan dengan apa yang sudah disampaikan guru di kelas. “Kalau kekurangannya hampir tidak ada, karena ini sebuah inovasi, baru di kurikulum penggerak terjadi perubahan yang begitu berani dan bermanfaat” tutur Wakasek SDN Joglo.

Penulis: Putri Larasati Kiyato
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi, FKIP, UNS

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI