Pentingnya Penerapan Komunikasi Terapeutik dan Kode Etik di Pelayanan Keperawatan

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan dalam merawat individu, keluarga, dan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus menggunakan komunikasi yang efektif.

Komunikasi yang dimaksudkan dalam hal ini biasa dikenal dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan alat penting untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang juga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan (Trisnani et al., 2022).

Komunikasi terapeutik sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.

Bacaan Lainnya

Komunikasi terpeutik dirancang untuk tujuan terapeutik agar pasien dapat beradaptasi dengan stres, mengatasi gangguan psikologis hingga menciptakan ketenangan dan kenyamanan pada pasien saat menerima pengobatan, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan (Handayani & Armina, 2018). Jika komunikasi terapeutik ini diterapkan dengan baik maka keberhasilan pengobatan akan sangat mudah dicapai.

Dalam menciptakan hubungan interpersonal dengan pasien, seorang perawat yang profesional harus mampu menghindari penggunaan komunikasi sosial yang tidak efektif. Komunikasi sosial adalah komunikasi yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat dalam lingkungan pergaulan sosial, sebagai contoh komunikasi yang dilakukan di tempat kerja dan aktivitas sosial.

Komunikasi sosial ini bersifat dangkal karena tidak memiliki tujuan tertentu, lebih berorientasi pada kebersamaan dan perasaan senang yang seringkali direncanakan dan tidak direncanakan, sebagai contoh saat bertukar informasi yang bersifat pribadi antara pasien dan perawat.

Oleh karena itu, perawat harus memahami batasan-batasan dalam berkomunikasi saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.

Dalam menggunakan komunikasi teraputik terdapat beberapa hambatan yang dialami oleh perawat di antaranya karena faktor beban kerja perawat, kondisi perasaan atau emosional perawat maupun pasien, tingkat pendidikan dan pengetahuan perawat, serta lamanya masa kerja perawat (Sarfika et al., 2020).

Ketika menerapkan komunikasi terapeutik, perawat perlu memperhatikan prinsip etik keperawatan yang sudah ditentukan. Prinsip etik keperawatan merupakan seperangkat pedoman atau prinsip-prinsip etik yang mengatur perilaku dan praktik para perawat dalam menjalankan tugas mereka.

Prinsip etik ini dibuat untuk memastikan bahwa perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan harus sesuai peraturan prosedur rumah sakit atau yang biasa disebut dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga bisa berjalan dengan lancar, etis, serta profesional kepada pasien dan masyarakat.

Terdapat 8 prinsip etik keperawatan yaitu terdiri dari Autonomy (menghormati hak pasien), non-malficience (tidak merugikan pasien), beneficience (berbuat baik pada pasien), justice (bersikap adil kepada semua pasien), veracity (jujur kepada pasien dan keluarga), fidelity (selalu menepati janji kepada pasien dan keluarga), confidentiality (mampu menjaga rahasia pasien), dan Accountability (bertanggung jawab) (Napitupulu et al., 2022).

Kompetensi perawat sangat diperlukan untuk memenuhi prinsip etik, cara mendapatkan kompetensi tersebut perawat harus melewati ujian kompetensi nasional untuk mendapatkan sertifikasi perawat profesional.

Secara global perawat di seluruh dunia pasti memiliki kode etik keperawatan yang dibuat oleh organisasi profesi di setiap negara, seperti di Amerika terdapat organisasi perawat bernama American Nurse Association (ANA), sedangkan di Indonesia organisasi perawat dikenal dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Selain itu, terdapat juga UU RI Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 37 yang berisikan: “Perawat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan perundang-undangan, serta perawat harus memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada pasien dan atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya.”

Hal ini juga tercantum dalam UU RI Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 274 yang berisikan: ”Tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan pasien.”

Berdasarkan hasil wawancara hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di salah satu rumah sakit swasta yang ada di Yogyakarta, terdapat permasalah yang menarik perhatian. Permasalah ini yaitu kurangnya komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien, serta belum adanya penyelesaian dari pihak rumah sakit terkait masalah tersebut.

Seperti contoh belum dilakukannya pelatihan komunikasi oleh rumah sakit. Permasalahan ini menimbulkan persepsi masyarakat bahwa perawat tidak memberikan pelayanan yang profesional sehingga menimbulkan pengaduan langsung kepada perawat atau melalui media.

Dalam hal ini ada beberapa hal yang dapat dijadikan pembelajaran khususnya bagi profesi keperawatan, yaitu mengetahui prinsip-prinsip etik dan teknik komunikasi yang diabaikan  perawat; dan mampu mengetahui kriteria aspek hukum yang menjadi landasan perlindungan hukum profesi keperawatan.

Selain itu, perawat perlu memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan untuk memperoleh perlindungan tersebut, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melalui analisa masalah masalah di atas, beberapa prinsip etik telah diabaikan oleh perawat antara  lain: 1) Accountability (tanggung jawab) perawat tidak bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya. Misalnya pada saat melakukan tindakan keperawatan, seorang perawat tidak menjelaskan dengan jelas prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan/atau keluarga dengan komunikasi yang buruk;

2) Non-malafience (tidak merugikan) perawat tidak mampu berkomunikasi dengan baik agar tidak menyakiti perasaaan, sehingga merugikan pasien dan keluarga secara psikologis; 3) Beneficience (berbuat baik) perawat tidak berbuat baik kepada pasien karena tidak menggunakan komunikasi yang baik, sopan, dan terapeutik kepada pasien.

Melihat analisa di atas penting bagi perawat menguasai keterampilan kinerja secara operasional dan juga keterampilan lain seperti keterampilan komunikasi terapeutik. Hal ini bisa diwujudkan dengan cara mengucapkan salam, memperkenalkan diri, atau menanyakan kabar pasien terlebih dahulu.

Perlakuan seperti itu dapat membuat pasien merasa nyaman dan percaya akan tindakan yang akan diberikan kepada dirinya. Kemudian, seorang perawat dapat menjelaskan tindakan apa yang akan dilakukan lalu menanyakan perasaan pasien setelah dilakukan sebuah tindakan dan memberikan reinforcement positif dalam bentuk pujian.

Tindakan-tindakan tersebut yang harus dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan khususnya perawat karena berperilaku ramah, sopan, dan mengayomi adalah bentuk terbaik dari sebuah pelayanan itu sendiri (Dora et al., 2019).

Untuk mengatasi masalah di atas, dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi penilaian kinerja perawat. Evaluasi penilaian kinerja perawat merupakan proses penilaian tingkat keberhasilan perawat dalam melakukan perkerjaan dengan standar indikator yang telah ditetapkan, penilaian kinerja perawat ini dilakukan oleh komite keperawatan yang bertugas mengawasi dan mengevaluasi kinerja perawat.

Evaluasi penilaian kinerja staf keperawatan meliputi praktik profesional keperawatan, pelaksanaan etik dan disiplin dalam praktik keperawatan, komunikasi keperawatan, clinical profesional development (CPD), performa appraisal (penilain kinerja), kolaborasi, penggunaan sumber daya dan penelitian.

Penilaian dilakukan oleh komite keperawatan dilakukan secara objektif dan berbasis bukti dilakukan 6 bulan 1 kali atau 1 tahun sekali tergantung aturan masing-masing instansi. Apabila dalam waktu 1 tahun ditemukan kinerja yang bermasalah atau buruk maka dapat dilakukan peninjauan lebih lanjut dan akan dilakukan pengambilan tindakan oleh direktur rumah sakit (Hasriyani, 2023).

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas yaitu penting sekali membangun komunikasi terapeutik yang baik antara pasien dengan perawat. Dalam komunikasi terapeutik inilah seseorang dapat belajar bahwa berkomunikasi yang baik kepada seseorang akan memperbesar peluang mendapatkan sebuah umpan yang baik pula.

Tetapi, paling tidak citra dan integritas sebagai seseorang perawat tidak mendapatkan citra buruk dari seorang pasien. Komunikasi terapeutik yang terjalin sukses antara perawat dengan pasien diharapkan juga menjadi pokok penting yang harus diperhatikan dan selalu dievaluasi perkembangannya.

Penulis:
1. Desi Rosmayanti
2. Fuji Dwi Lestari
3. Heri Ariyanto
4. Hesti Fathan Nurfais Fauziah
5. Irwan
6. Letty Kumajas
7. Rizqi Hardhanti
8. Vovi Meidas Setia
9. Dr. Azizah Khoiriyati, Ns., M.Kep.

Mahasiswa Program Magister Keperawatan, Fakultas Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi:

Dora et al,. (2019). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien. Jurnal Kesehatan, 10(2), 101. https://doi.org/10.35730/jk.v10i2.402

Handayani, D., & Armina, A. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 6(2), Article 2. https://doi.org/10.36565/jab.v6i2.23

Hasriyani. (2023). Metode Penilaian Kinerja Dalam Meningkatkan Kinerja Perawat di Rumah Sakit. Keperawatan, 15(1), 423–430. Retrieved from http://journal.stikeskendal.ac.id

Napitupulu et al,. (2022). Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Penerapan Prinsip Etik Keperawatan dalam Pemberian Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperawatan Silampari, 6(1), 28–35. https://doi.org/10.31539/jks.v6i1.3705

Sarfika et al,. (2020). Pelatihan Komunikasi Terapeutik Guna Meningkatkan Pengetahuan Perawat Dalam Caring. Jurnal Hilirisasi IPTEKS, 3(1), 79–87. https://doi.org/10.25077/jhi.v3i2.386

Trisnani et al,. (2022). Studi Korelasi Antara Interaksi Sosial Dan Komunikasi Interpersonal Terhadap Harga Diri Siswa. 5(1).

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI