Perlombaan Senjata Kapal Penempur (Arms Races Dreadnought) antara Negara Jerman dan Inggris

Senjata Kapal Penempur
Ilustrasi Lomba Senjata Kapal Penempur (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Arms races atau perlombaan senjata dalam teori hubungan internasional merupakan persaingan yang terjadi antara negara-negara untuk membangun dan meningkatkan kemampuan militer mereka.

Persaingan ini dapat terjadi dalam berbagai aspek, contohnya seperti pengembangan teknologi senjata, pembelian senjata, peningkatan jumlah personel militer, atau bahkan dalam pembangunan infrastruktur militer.

Perlombaan senjata biasanya terjadi ketika satu atau beberapa negara merasa dirinya terancam oleh kekuatan militer negara lain dan berusaha meningkatkan kemampuan militernya untuk mengimbangi kekuatan negara lawan.

Bacaan Lainnya

Perlombaan senjata semacam ini dapat menjadi sumber ketegangan antarnegara dan bahkan dapat memicu konflik militer.

Dalam teori hubungan internasional, arms races dipandang sebagai bentuk persaingan yang destruktif dimana tindakan yang merusak atau merusakkan suatu hal, baik secara fisik maupun non-fisik dan dipandang tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Perlombaan senjata dapat menghabiskan sumber daya nasional yang berharga dan mengalihkan perhatian dari isu-isu penting lainnya seperti pembangunan ekonomi dan sosial.

Arms races juga dapat mengancam stabilitas internasional dan keamanan global, terutama jika persaingan tersebut berakhir dengan konflik militer.

Karena itu, banyak pakar hubungan internasional menekankan pentingnya kerjasama internasional dan pengaturan penggunaan senjata dalam menghindari arms races dan konflik militer.

Upaya seperti kontrol senjata, pelucutan senjata, dan perjanjian internasional dapat membantu mengurangi ketegangan antarnegara dan mendorong kerjasama dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional.

Latar Belakang Arms Races Dreadnought antara Jerman dan Inggris

Perlombaan senjata Dreadnought antara Jerman dan Inggris adalah persaingan militer yang terjadi pada awal abad ke-20 dan merupakan salah satu konflik militer yang paling signifikan dalam sejarah dunia.

Dimana antara kedua negara tersebut telah membangun dan mengembangkan kapal tempur terbaru dengan teknologi canggih yang dijuluki Dreadnought.

Kapal-kapal ini memiliki persenjataan yang lebih besar dan penggunaan turbin uap sebagai pendorong, yang membuat kapal-kapal sebelumnya menjadi usang dan tidak efektif dalam perang laut.

Perlombaan ini dimulai setelah peluncuran kapal tempur HMS Dreadnought milik Angkatan Laut Britania pada tahun 1906, yang merubah paradigma perang laut dengan memperkenalkan kapal tempur modern baru dengan persenjataan yang lebih besar dan penggunaan turbin uap sebagai pendorong.

Kapal Dreadnought menjadi simbol kekuatan nasional Inggris dan menjadi pemicu bagi Jerman untuk memulai perlombaan senjata laut yang intens. Kedua negara mulai membangun kapal-kapal tempur baru yang lebih besar dan lebih canggih.

Karena kapal-kapal Dreadnought sangat mahal, perlombaan senjata ini membutuhkan investasi yang besar dari kedua negara dan menguras sumber daya mereka.

Perlombaan senjata Dreadnought berlangsung selama beberapa tahun dan menguras sumber daya kedua negara yang terus membangun kapal-kapal baru yang lebih besar dan lebih canggih.

Puncak perlombaan ini terjadi pada tahun 1914, ketika Inggris mengklaim memiliki armada kapal tempur terbesar di dunia dengan 29 kapal, sementara Jerman memiliki 17 kapal. Namun, perlombaan senjata Dreadnought berakhir ketika Perang Dunia I meletus pada tahun 1914.

Dalam pertempuran laut antara Inggris dan Jerman, kedua belah pihak kehilangan banyak kapal dan sumber daya yang berharga, dan akhirnya sepakat untuk mengakhiri perlombaan senjata melalui Traktat Angkatan Laut Washington pada tahun 1922.

Perlombaan ini mencapai puncaknya pada tahun 1914, ketika keduanya mengklaim memiliki armada kapal tempur terbesar di dunia.

Inggris memiliki 29 kapal tempur, sedangkan Jerman memiliki 17 kapal tempur, termasuk beberapa kapal tempur kelas terbesar di dunia saat itu, seperti SMS Blücher dan SMS Derfflinger.

Namun, ketegangan antara Inggris dan Jerman akhirnya memuncak dalam Perang Dunia I pada tahun 1914, ketika kapal-kapal tempur kelas berat dari kedua negara bertempur dalam Pertempuran Jutlandia pada tahun 1916.

Meskipun kedua belah pihak mengklaim kemenangan, pertempuran ini tidak menentukan hasil yang signifikan dan mengakibatkan kerugian besar bagi kedua pihak.

Setelah Perang Dunia I, kedua negara sepakat untuk mengurangi persenjataan laut mereka melalui Traktat Angkatan Laut Washington pada tahun 1922. Traktat ini membatasi jumlah kapal tempur dan mengakhiri perlombaan senjata Dreadnought.

Cara Terbaik Dalam Mengatasi Arms Races antara Jerman dan Inggris

Solusi untuk mengatasi perlombaan senjata adalah dengan mencapai kesepakatan internasional yang mengatur penggunaan dan pengembangan senjata.

Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan melalui perjanjian kontrol senjata yang terjadi antar-negara, di mana negara-negara yang terlibat dalam perlombaan senjata akan mencapai kesepakatan untuk membatasi jumlah senjata yang dapat mereka miliki atau mengembangkan.

Perjanjian semacam itu harus melibatkan negara-negara besar dan kecil yang terlibat dalam perlombaan senjata dan harus mengikuti prinsip-prinsip kesetaraan dan saling menghormati.

Penting dalam menciptakan iklim kerjasama dan kepercayaan di antara negara-negara yang terlibat dalam perlombaan senjata.

Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan komunikasi dan kerjasama militer, meningkatkan pertukaran pelajar dan budaya, dan membuka jalur diplomasi yang lebih terbuka dan jujur.

Penting juga untuk mengembangkan alternatif dibidang ekonomi yang dimana mengurangi ketergantungan pada industri senjata dan teknologi militer.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi lain yang lebih berkelanjutan dan lebih berorientasi pada perdamaian, seperti energi terbarukan, pertanian, atau pariwisata.

Kesimpulan

Dari perlombaan senjata dreadnought antara Jerman dan Inggris, persaingan militer dan perlombaan senjata dapat menjadi sumber ketegangan antarnegara.

Pembangunan dan peningkatan kapal-kapal dreadnought menjadi simbol kekuatan nasional dan memicu persaingan senjata laut antara kedua negara. Kedua negara berusaha untuk membangun kapal dreadnought dengan jumlah dan mutu senjata yang lebih besar dari lawan mereka.

Persaingan ini meningkatkan ketegangan antara Jerman dan Inggris, mempercepat pembangunan kapal-kapal tempur baru, dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang antara kedua negara.

Namun, pertempuran Jutlandia pada tahun 1916 menunjukkan bahwa persaingan senjata antara Jerman dan Inggris tidak membawa hasil yang signifikan bagi kedua belah pihak.

Setelah Perang Dunia I, Traktat Angkatan Laut Washington dan perjanjian internasional lainnya membantu mengurangi ketegangan antarnegara dan membatasi pengembangan senjata laut.

Perlombaan senjata dapat menjadi sumber konflik dan kerugian ekonomi yang besar bagi negara-negara yang terlibat, dan kerjasama internasional dan pengaturan senjata dapat membantu mencegah terjadinya konflik dan meningkatkan stabilitas internasional.

Dalam kesimpulannya, perlombaan senjata Dreadnought antara Jerman dan Inggris pada awal abad ke-20 menciptakan ketegangan dan menguras sumber daya kedua negara.

Pertempuran Jutlandia menjadi titik klimaks dari perlombaan ini, tetapi akhirnya perlombaan senjata Dreadnought berakhir melalui Traktat Angkatan Laut Washington. Meskipun perlombaan ini telah berakhir, dampaknya masih terasa hingga saat ini dalam sejarah dunia.

Jadi untuk mengatasi perlombaan senjata antara Jerman dan Inggris, atau perlombaan senjata di mana pun, dibutuhkan solusi yang melibatkan kerjasama internasional dan pemikiran yang berkelanjutan atau pemikiran untuk jangka kedepannya.

Hal ini membutuhkan kesadaran dan komitmen dari semua pihak yang terlibat, serta upaya bersama untuk menciptakan perdamaian dan keamanan global.

Penulis: Kanaya Fathia Rasya
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI