Perlunya Penerapan Kembali Nilai-Nilai Ideologi Pancasila demi Keamanan Berwisata di Yogyakarta

Nilai Ideologi Pancasila
Ilustrasi Hari Pancasila (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah yang menyimpan potensi di segala bentang alam dan budayanya telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit yang selalu ramai diminati segala kalangan setiap tiba musim liburan sejak jaman dahulu.

Mulai dari objek-objek wisata yang sudah memegang pamor seperti Malioboro, Tugu Jogja, Kaliurang, Pantai Parangtritis, hingga objek-objek wisata yang terbilang baru muncul dalam beberapa tahun terakhir seolah tidak pernah sepi.

Menurut pengamatan pribadi, euforia wisata Yogyakarta memang mengalami peningkatan kembali setelah berkurangnya kasus pandemi Covid-19 yang sempat melanda dunia sejak awal 2020 silam.

Bacaan Lainnya

Rasanya, sudah tercipta keamanan dalam segi kesehatan karena upaya seluruh pihak yang kompak menegakkan seluruh protokol kesehatan.

Terbukti, berdasar data dari berbagai sumber, pada tahun 2022 terjadi kenaikan jumlah wisatawan sebesar 10 hingga 20% di Yogyakarta.

Jumlahnya hampir mendekati jumlah total wisatawan di tahun sebelum pandemi, yang mana diharapkan dapat turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi warga.

Akan tetapi, pada libur lebaran 2023, target jumlah wisatawan yang diprediksi Dinas Pariwisata DIY ternyata meleset.

Menurun 7% dibanding tahun sebelumnya, serta sangat jauh bila dibandingkan angka wisatawan sebelum pandemi.

Hal ini disebabkan beberapa faktor atau fenomena baru yang terjadi, seperti mahalnya harga tiket parkir dan banyaknya rentetan konflik-konflik dan kejahatan jalanan yang terjadi sejak 2023 di Yogyakarta.

Salah satu bentuk kejahatan jalanan yang akan selalu menjadi ancaman keamanan bagi masyarakat Yogyakarta, baik lokal maupun pendatang, adalah klitih (akronim dari keliling golek getih).

Sesuai dengan kepanjangannya, klitih merupakan aktivitas sekelompok remaja yang berkeliling tanpa tujuan membawa senjata tajam dengan sepeda motor, biasa dilakukan di malam hari, dan melukai korban tanpa kriteria maupun tujuan spesifik.

Sepanjang Januari hingga April 2023, telah terdapat total 45 kasus klitih yang diwartakan di berbagai media. Bahkan pada bulan Maret lalu, kasus klitih sampai memakan korban.

Lalu yang terbaru, terjadi aksi kerusuhan salah satu perguruan silat yang meluas mulai dari daerah Muja-Muju (umum dikenal kawasan Pabrik SGM-SMAN 8 Yogyakarta), Taman Siswa, hingga Jalan Magelang.

Bahkan, kerusuhan ini berdampak serius pada rusaknya bangunan cagar budaya Museum Dewantara Kirti Griya yang merupakan cagar budaya peninggalan Ki Hajar Dewantara.

Saksi bisu bagaimana tonggak pendidikan bangsa terbentuk. Mirisnya, aksi-aksi ini mayoritas dilakukan remaja, yang seharusnya menjadi calon penerus bangsa untuk arah yang lebih baik.

Dalam hal ini, pudarnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat menjadi satu di antara banyaknya faktor yang melatarbelakangi aksi kenakalan remaja sebagai salah satu bentuk degradasi moral.

Pancasila sebagai ideologi bangsa berperan sebagai sarana pembentukan karakter bangsa, termasuk bagi masyarakatnya. Bukan hanya teks yang harus dihafal dan diucapkan setiap mengikuti upacara bendera.

Setiap sila yang saling berkaitan sudah seharusnya diakui eksistensinya karena membentuk satu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis sehingga seharusnya diamalkan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya pada sila ke-2, kemanusiaan, yang merupakan manifestasi dari pengamalan sila pertama.

Kemanusiaan yang terkandung dalam bunyi sila dasar ke-2 bersanding sejajar dengan kata adil dan adab sehingga sudah saatnya seorang warga negara yang berpedoman pada Pancasila memanusiakan manusia lain dengan memperlakukannya sesuai hakikat atau fitrahnya.

Nilai kemanusiaan juga merupakan fitrah yang seharusnya tetap terjaga dan harus tetap dijunjung tinggi demi menjaga persatuan kehidupan bangsa dan negara.

Pengertian-pengertian tersebut dapat membawa ke sebuah konklusi bahwa nilai kemanusiaan sangat penting ditanamkan bagi seluruh warga negara, termasuk para remaja, agar dapat menekan kasus degradasi moral.

Untuk itu, diperlukan dukungan penuh dari berbagai pihak. Jika perlu, diberikan sosialisasi pendidikan karakter anak dari segi pancasila kepada orangtua sejak masa pra-nikah, bimbingan pencarian jati diri pada remaja dengan cara positif, mencari lingkungan sosial yang tepat, serta menguatkan kerjasama dari berbagai pihak sebagai pencegah munculnya kenakalan-kenakalan remaja lain.

Karena apabila dibiarkan, kejadian-kejadian konflik ini dikhawatirkan dapat semakin mengganggu keamanan dan kenyamanan pariwisata di Yogyakarta dan merembet ke sektor-sektor lain seperti ekonomi.

Sebab sebagai daerah wisata, tentu saja banyak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan pariwisata itu sendiri.

 

Penulis: Anindita Putri Canina Pitono
Mahasiswi Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Yogyakarta

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI