Perundungan terhadap Anak Usia Sekolah Ditinjau dari Kacamata Hukum di Indonesia

Perundungan terhadap Anak Usia Sekolah
Ilustrasi Perundungan terhadap Anak Usia Sekolah (Sumber: Penulis)

Menurut Swearer dan Hymel (2015), perundungan adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih rendah.

Dengan kata lain, perundungan adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap seseorang yang lebih lemah secara fisik, emosional, atau sosial. Perundungan dapat terjadi diberbagai lingkungan, termasuk di sekolah, tempat kerja, dan dalam hubungan pribadi.

Bentuk-bentuk perundungan dapat berupa pelecehan verbal, fisik, atau sosial, serta perilaku yang bersifat mengisolasi atau merendahkan martabat seseorang. Perundungan dapat memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan mental dan fisik korban, dan seringkali memerlukan perhatian dan intervensi yang serius.

Bacaan Lainnya

Perundungan dapat terjadi dimana saja dan apapun bentuknya. Beberapa bentuk perundungan dapat dilihat dari tindakannya, pertama perundungan secara verbal adalah salah satu jenis perundungan yang melibatkan penyampaiaan tindakan kekerasan melalui kata-kata atau bahasa yang menyebabkan kekhawatiran emosional atau ketidaknyamanan psikologis bagi korban.

Perundungan juga dapat dilakukan secara fisik, perundungan fisik merupakan tindakan kekerasan yang melibatkan penggunaan kekuatan fisik untuk menyakiti atau melukai orang lain.

Perundungan fisik dapat termasuk pukulan, tendangan, gigitan, mendorong, atau tindakan fisik lainnya yang menyebabkan cedera atau ketidaknyamanan bagi korban. Lalu, perundungan dapat melibatkan seksualitas yang berarti tindakan kekerasan yang melibatkan eksploitasi seksual terhadap seseorang tanpa persetujuan mereka.

Ini bisa termasuk pemaksaan hubungan seksual, pelecehan seksual, atau tindakan seksual lainnya yang dilakukan tanpa persetujuan korban.

Juga ada perundungan secara emosional dan psikologis yang mana itu merupakan tindakan kekerasan yang melibatkan penggunaan kata-kata atau perilaku yang merendahkan, mengintimidasi, atau menyakiti seseorang secara emosional atau psikologis.

Contohnya seperti penghinaan, pengabaian, pengasingan, atau tindakan lain yang menyebabkan ketidaknyamanan atau trauma bagi korban.

Urgensi masalah perundungan di Indonesia sangatlah penting karena dampaknya yang merusak bagi individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.

Dampak psikologis seperti menyebabkan trauma, stres, dan masalah kesehatan mental bagi korban, yang dapat berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan mereka. Juga berdampak pada gangguan dalam pendidikan, perundungan dapat mengganggu proses belajar-mengajar dan kesejahteraan siswa, yang berpotensi menghambat perkembangan akademik dan sosial mereka yang merupakan korban perundungan.

Dampak perundungan terhadap kesehatan fisik bagi korban, yang memerlukan perawatan medis dan pemulihan yang intensif. Dan juga dampak jangka panjang korban perundungan sering kali mengalami dampak jangka panjang, termasuk masalah kesehatan mental, kesulitan dalam hubungan sosial, dan kesulitan dalam mencapai potensi penuh mereka.

Perundungan dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Perundungan dapat terjadi baik di lingkungan publik maupun pribadi.

Lingkungan sekolah, tempat kerja, rumah tangga, bahkan di tempat umum dapat kita temukan masalah perundungan yang terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau latar belakang sosial. Namun, perundungan antara anak sekolah dari dahulu hingga akhir-akhir ini masih menjadi masalah yang serius di lingkungan kita.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat kasus perundungan (bullying) di satuan pendidikan sejak Januari sampai Sepetmber 2023 mencapai 23 kasus perundungan di satuan pendidikan.

Dari 23 kasus tersebut, 50 persen terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi di jenjang SD, 13,5 persen di jenjang SMA, dan 13,5 persen di jenjang SMK. Dari 23 kasus perundungan tersebut, telah memakan korban jiwa. Satu siswa SDN di Kabupaten Sukabumi meninggal setelah mendapatkan kekerasan fisik dari teman sebaya.

Masalah perundungan di Indonesia ini menjadi hal yang menyita perhatidan publik. Terutama para orang tua yang seringkali khawatir akan anaknya apabila mengalami kasus perundungan pada masa sekolahnya.

Pada masa ini, masih terdapatnya banyak kasus perundungan dapat dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya kesadaran tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menghentikan kekerasan, kurangnya pendidikan dan pelatihan tentang cara mencegah dan menangani kasus perundungan, kurangnya penegakan hukum yang kuat terhadap pelaku perundungan, budaya patriarki yang memperkuat kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

Lantas bagaimana peran penegakan hukum di Indonesia mengenai masalah perundungan yang kerap terjadi ini, melihat dari laporan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menyatakan pelaku perundungan didominasi oleh siswa yakni sebanyak 87 orang (92,5%).

Seperti kasus perundungan yang terjadi kali ini pada siswa asal Cimahi pada tanggal 18 Agustus 2023 tepatnya di Kawasan Velodrom, Jalan Kebon Mangu di video yang beredar pada sosial media terlihat pelaku yang berjumlah 5 orang mengeroyok korban secara brutal sehingga korban tersudut di tembok.

Setelah kejadian ini terungkap pelaku telah diamankan oleh pihak kepolisian, tetapi pada hukum di Indonesia untuk anak dibawa umur masih sangatlah rentan, pasal-pasal yang ada terlalu membuat anak dibawah umur tidak jera pada efeknya, dan juga sebagian besar kasus perundungan yang terjadi pelaku tidak dihukum hanya diberi sanksi sosial oleh pihak sekolah atau kepolisian, yang tidak mengakibatkan efek jera.

Kesimpulan

Kasus perundungan kerap kali terjadi di Indonesia, dan lingkungan yang paling sering terjadi perundungan adalah di Lingkuangan Sekolah oleh siswa terhadap siswa. Penegakan Hukum Pidana terhadap tindakan perundungan sekolah sudah berjalan cukup baik.

Walaupun perundungan itu sendiri belum diatur dengan undang-undang khusus, namun aparat penegak hukum bisa juga menggunakan pasal pokok lain yang mengacu atau yang berkaitan dengan perundungan (bullying).

Tindakan yang termasuk kedalam perundungan (bullying) yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dalam KUHP.

Dalam kasus perundungan (bullying) di lingkungan sekolah yang masih sering terjadi tentu perlu di terapkan sangsi atau hukuman bagi pelaku perundungan, dengan contoh hukuman yang diberikan berupa skorsing beberapa hari bagi pelaku.

Dengan adanya tindakan seperti itu tentu akan ada efek jerah sehingga kemungkinan terjadinya penindasanpun semakin berkurang.

Untuk kasus perundungan (bullying) seperti mengejek dan mencaci masih bisa diselesaikan dengan cara mediasi atau bisa dibicarakan baik-baik secara kekeluargaan karena masih ditahap yang wajar. Namun, tidak lupa untuk memberi sanksi yang akan membuat pelaku enggan untuk mengulangi hal yang sama lagi.

Dan juga supaya tidak ada perundugan disekolah guru guru harus pedulikepada murid murid disekolah dan menciptakan ruang kelas yang aman.

Peka terhadap murid dan cepat-cepat atau waspada laporan kepada guru kalau ada praktik bullying di sekolah dan juga bullying di sekolah menyebabkan menganggu, melukai, menyakiti seseorang yang berada pada posisi lemah secara fisik maupun psikis.

Perilaku bullying secara umumterbagi ke dalam tiga jenis yaitu bullying secara fisik, bullying secara verbal dan bullying secara psikis.

 

Penulis: Davin Wahyu Juniarta
Mahasiswa Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI