Politik Identitas: Apakah Berbahaya?

Politik Identitas
Ilustrasi: istockphoto.

Politik identitas menjadi sebuah isu yang kerap terjadi pada dinamika politik di Indonesia dan isu ini menjadi sebuah topik hangat di 10 tahun terakhir. Politik identitas tidak hanya di level nasional saja tetapi mulai tersebar di daerah lokal dengan memanfaatkan isu tersebut sebagai alat dalam kontestasi politik, baik identitas agama maupun etnisitas.

Dan adanya isu politik identitas di setiap momen pertarungan mengenai politik membuktikan bahwa terdapat kekurangan untuk mencapai transformasi masyarakat menuju masyarakat yang demokratis terarah. Salah satu contoh nyatanya yaitu pada tahun 2014 pemilihan presiden menggunakan strategi politik identitas.

Pada tahun ini, isu yang digunakan adalah isu-isu SARA yang berawal dari isu kesejahteraan masyarakat miskin dan ekonomi menjadi isu suku dan agama. Dan ketika pemilihan presiden di tahun ini memunculkan praktik kampanye yang mengedepankan politik identitas di dalam pemilihan selanjutnya yaitu tahun 2019.

Bacaan Lainnya

Selanjutnya, pada tahun 2017 pun terjadi kembali yang menyita perhatian publik yaitu pada saat pemilihan gubernur DKI Jakarta. Ketika dilakukan pemilihan tersebut, politik identitas ini terlihat sangat jelas yang menyangkut tentang etnis dan agama serta memiliki dampak yang menimbulkan perpecahan lalu timbulnya sikap intoleransi terhadap sesama.

Tahun 2019 pun berlanjut kembali akan isu tersebut bahkan dinilai merusak demokrasi Indonesia yang di mana Litbang Kompas mencatat hasil surveinya sebesar 79,1% perpecahan yang terjadi pada masa pemilihan presiden tahun 2019 diakibatkan karena politik identitas tersebut.

Dengan gambaran sedikit tentang politik identitas yang sudah dijelaskan sebelumnya, isu ini adalah sebuah konsep politik yang merupakan kajian baru dalam ilmu politik. Politik identitas bisa disebut juga sebagai politik perbedaan.  Konsep ini sebenarnya sudah ada sejak lama tetapi penerapan dalam ilmu politik baru diimplementasikan ketika pertemuan internasional Asosiasi Ilmuwan Politik Internasional di Wina 1994.

Menurut Agnes Heller sebagai filosofis mengartikan politik identitas adalah sebuah aktivitas politik yang berfokus pada  suatu perbedaan dan menjadikan hal tersebut sebagai kategori politik utama.

Untuk cara kerjanya dalam politik sosial saat ini di Indonesia adalah para elit politik yang mempunyai kepentingan masing-masing tersebut akan mengaitkannya dengan agama dan ideologi yang dianutnya, dan untuk para pelaku dalam politik identitas ini biasanya menggunakan teknik ujaran kebencian terhadap kelompok yang mempunyai perbedaan dari dirinya.

Karena teknik yang digunakan oleh para pelaku adalah ujaran kebencian, cara tersebut akan bermain hasutan yang dapat memperkuat identitas mereka sebagai poin utama. Selain itu, dengan adanya hal ini lalu diimplementasikan dalam tatanan Indonesia dengan cara yang salah dapat memberikan dampak yang merusak NKRI.

Pertama yaitu mengancam keutuhan dari Indonesia dan ancaman terhadap pluralisme yang di mana pelaku akan mengedepankan identitas agamanya lalu meremehkan agama lain yang seharusnya Indonesia merupakan negara dengan berbagai perbedaan agama, suku, ras, budaya dan lainnya tetapi dengan diterapkannya politik identitas yang salah hanya akan membuat perpecahan dan tidak dapat menerima perbedaan yang ada.

Kedua, dapat menimbulkan adu domba antara pihak yang satu dengan yang lain karena praktik politik identitas dinilai sangat kejam karena dapat menjerumuskan seseorang ke dalam permusuhan. Dan ketiga, membawa perselisihan ataupun konflik yang di mana kita tahu bahwa soal agama dan ketuhanan tidak akan pernah selesai.

Baca Juga: Politik Identitas: Alat Politik yang Efektif atau Ancaman Demokrasi?

Lalu, menjelang terlaksananya pemilu tahun 2024, politik identitas pun naik kembali dan menghangat di masyarakat serta isu ini juga menjadi stigma dalam bingkai politik. Karena menjelang pemilu, terdapat beberapa peristiwa penyebaran ideologi kekerasan dengan memanfaatkan internet dan momen dari pemilu tersebut.

Selain itu, politik identitas menjadi penyebab munculnya masalah politik yang berkaitan dengan ketegangan antara kelompok mayoritas dengan minoritas.

Dalam menuju pelaksanaan pemilu 2024 pada tanggal 14 Februari kemarin kekhawatiran masyarakat akan hal politik identitas tidak lepas dari pengalaman sebelumnya yaitu pada saat pemilihan gubernur Jakarta 2017-2022 yang di mana pada saat itu pendukung Anies Baswedan sangat memainkan politik identitas.

Sehingga pada pemilu 2024, profil calon presiden Anies Baswedan banyak mengarah pada citra politik identitas. Dan calon presiden nomor 01 ini merupakan kandidat dari Partai Nasional Demokrat (NASDEM) yang dianggap akan bermain kembali akan isu tersebut di pemilihan presiden 2024.

Tetapi, dengan adanya Muhaimin Iskandar sebagai wakil presiden dari Anies Baswedan menghilangkan sedikit kekhawatiran masyarakat Indonesia yang di mana masyarakat percaya bahwa Muhaimin Iskandar mengusung politik kebangsaan dan keindonesiaan.

Dalam pemilu 2024 terdapat beberapa tantangan menyambut momen tersebut yaitu banyaknya pengguna internet dan media sosial yang menyebarkan berita berita palsu seperti narasi yang mengarah pada politik identitas untuk memancing keributan, bahkan internet dan media sosial dipergunakan untuk menjelekkan kandidat lain dan mengunggulkan pilihannya.

Dengan berita-berita tersebut, momen pemilu 2024 kemarin sempat terjadi sangat chaos dan membuat warga Indonesia terpecah satu sama lain. Selain itu, perpecahan akan perbedaan pendapat juga terjadi di lingkup keluarga.

Dengan adanya tantangan-tantangan tersebut sangat diperlukan berbagai upaya agar Indonesia tetap bersatu tanpa harus terpecah belah karena pemilu dan masyarakat Indonesia juga memperlukan upaya untuk menghindari praktik politik identitas ataupun narasi politik identitas dalam momen tersebut.

Pertama, upaya ini dilakukan dengan destruktif yang di mana para penyelenggara pemilu dan seluruh pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan partai politik harus mempunyai pendidikan dasar tentang hal politik. Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua MPR Dr. Jazilul Fawaid SQ., MA yaitu politik identitas harus dihilangkan dengan memberikan pendidikan tentang politik untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Mengapa Politik Identitas Berbahaya pada Pemilu di Indonesia?

Selain itu, juga perlu untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya toleransi dan menghormati perbedaan melalui program pendidikan yang menekankan pada nilai kemanusiaan, persatuan, dan kesetaraan.

Kedua, dilakukan penguatan hukum yang dimana masyarakat Indonesia harus bisa memastikan hukum yang ada mendukung kesetaraan dan keadilan untuk semua warga negara tanpa harus memandang latar belakang etnis, agama, atau identitas lainnya serta penguatan hukum yang melindungi hak minoritas.

Ketiga, masyarakat Indonesia dapat membentuk sebuah komunitas untuk menghormati dan menghargai perbedaan melalui kegiatan sosial, budaya, olahraga yang menghubungkan dengan kelompok masyarakat.

Keempat, mengendalikan media sosial untuk mencegah penyebaran ideologi yang dapat memicu konflik politik identitas. Dan terakhir, memberikan dukungan kepada warga Indonesia minoritas melalui layanan publik, pendidikan, dan kesempatan lainnya.

Upaya-upaya di atas sangat penting untuk menghindari manipulasi dari politik identitas, mengapa? Karena manipulasi politik identitas dapat memicu kekerasan dan perpecahan. Selain itu, manipulasi politik identitas dapat berkembang menjadi rumor dan ujaran kebencian. Dan kita sebagai warga Indonesia harus bisa melaksanakan upaya-upaya positif tersebut agar tetap menjadi negara yang aman, damai, dan berdemokrasi.

Penulis: Keysha Meinava Bahri
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya (UB)

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui e-mail: redaksi@mahasiswaindonesia.id
Lalu konfirmasi pengiriman artikel via WA Admin: +62 811-2564-888 (Rahmat Al Kafi)
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI